Peneliti UNS Kembangkan Baterai Lithium Ferofosfat
A
A
A
SOLO - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo mengembangkan baterai lithium ferofosfat. Baterai listrik rencananya akan segera disertifikasi dan memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
Peneliti LPPM UNS Muhammad Nizam mengatakan, pihaknya kini tengah mengembangkan program listrik nasional. Prototipe mobil generasi satu, kedua dan ketiga saat ini telah dibuat.
Selain itu, juga dikembangkan komponen inti sebagai pengembangan mobil listrik nasional. Diantaranya baterai lithium ferofosfat yang saat ini telah memasuki tahap kesiapan teknologi (TKT) level ke enam. Bahkan dalam waktu dekat segera melangkah ke TKT level tujuh karena proses riset berfungsi dengan baik.
“Untuk tahun ini sudah mulai dengan cell lithium. Diharapkan nanti menjadi produk pertama dalam negeri yang memiliki standar SNI,” ungkap Muhammad Nizam di sela sela lokakarya spin Off pemasaran produk produk hasil penelitian pada dunia industri di Syariah Hotel Solo, Senin (7/9) siang.
Pihaknya menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BSN) guna mencetuskan produk yang tersertifikasi dan berstandar nasional. Termasuk juga menyiapkan laboratorium pengujian. Dengan demikian, laboratorium pengujian nantinya menjadi ujung tombak terhadap produk baterai cell lithium ferofosfat berlabel SNI sebelum dipasarkan di Indonesia.
Selain untuk mobil listrik, baterai lithium ferofosfat juga bisa digunakan untuk penerangan jalan. Pihaknya kini tengah melakukan penjajakan dengan Pemkab Wonogiri untuk proyek penerangan jalan namun tidak berbasis listrik lagi.
Dari hasil pengujian, baterai memiliki kapasitas 3.000-3.500 life cycle. Artinya, satu hari adalah satu life cycle sekali dicas. Sehingga keberadaannya mampu bertahan sampai 3.500 hari atau sekitar sepuluh tahun. Selain itu juga akan dikembangkan untuk baterai handphone. Salah satu keunggulan yang dimiliki adalah dari segi keamanannya. Dari sisi ekonomi, produksi baru bisa mencapai break event point (BEP) adalah 10 ribu unit.
Ketua LPPM UNS Sulistyo Saputro melanjutkan, semua kegiatan riset dan pengabdian masyarakat harus mengarah kepada keunggulan perguruan tinggi (PT). Sebab, LPPM UNS sudah berstatus mandiri yang artinya tidak boleh asal comot sana sini terhadap topik riset.
Saat ini, 10% pendapatan UNS telah dialokasikan untuk kegiatan riset dan pengabdian masyarakat. Sesuai arahan Menteri Riset dan Perguruan Tinggi, para peneliti LPPM dapat mengkomersialisasikan agar dapat dimanfaatkan untuk kemakmuan rakyat.
“Kesulitan yang dihadapi pemerintah, seperti energi yang berbasis sumber daya alam (SDA) harus dapat diatasi para peneliti. “Sehingga riset mengenai baterai sistetis lithium dapat dikembangkan para peneliti UNS,” tandas Sulistyo.
Peneliti LPPM UNS Muhammad Nizam mengatakan, pihaknya kini tengah mengembangkan program listrik nasional. Prototipe mobil generasi satu, kedua dan ketiga saat ini telah dibuat.
Selain itu, juga dikembangkan komponen inti sebagai pengembangan mobil listrik nasional. Diantaranya baterai lithium ferofosfat yang saat ini telah memasuki tahap kesiapan teknologi (TKT) level ke enam. Bahkan dalam waktu dekat segera melangkah ke TKT level tujuh karena proses riset berfungsi dengan baik.
“Untuk tahun ini sudah mulai dengan cell lithium. Diharapkan nanti menjadi produk pertama dalam negeri yang memiliki standar SNI,” ungkap Muhammad Nizam di sela sela lokakarya spin Off pemasaran produk produk hasil penelitian pada dunia industri di Syariah Hotel Solo, Senin (7/9) siang.
Pihaknya menggandeng Badan Standardisasi Nasional (BSN) guna mencetuskan produk yang tersertifikasi dan berstandar nasional. Termasuk juga menyiapkan laboratorium pengujian. Dengan demikian, laboratorium pengujian nantinya menjadi ujung tombak terhadap produk baterai cell lithium ferofosfat berlabel SNI sebelum dipasarkan di Indonesia.
Selain untuk mobil listrik, baterai lithium ferofosfat juga bisa digunakan untuk penerangan jalan. Pihaknya kini tengah melakukan penjajakan dengan Pemkab Wonogiri untuk proyek penerangan jalan namun tidak berbasis listrik lagi.
Dari hasil pengujian, baterai memiliki kapasitas 3.000-3.500 life cycle. Artinya, satu hari adalah satu life cycle sekali dicas. Sehingga keberadaannya mampu bertahan sampai 3.500 hari atau sekitar sepuluh tahun. Selain itu juga akan dikembangkan untuk baterai handphone. Salah satu keunggulan yang dimiliki adalah dari segi keamanannya. Dari sisi ekonomi, produksi baru bisa mencapai break event point (BEP) adalah 10 ribu unit.
Ketua LPPM UNS Sulistyo Saputro melanjutkan, semua kegiatan riset dan pengabdian masyarakat harus mengarah kepada keunggulan perguruan tinggi (PT). Sebab, LPPM UNS sudah berstatus mandiri yang artinya tidak boleh asal comot sana sini terhadap topik riset.
Saat ini, 10% pendapatan UNS telah dialokasikan untuk kegiatan riset dan pengabdian masyarakat. Sesuai arahan Menteri Riset dan Perguruan Tinggi, para peneliti LPPM dapat mengkomersialisasikan agar dapat dimanfaatkan untuk kemakmuan rakyat.
“Kesulitan yang dihadapi pemerintah, seperti energi yang berbasis sumber daya alam (SDA) harus dapat diatasi para peneliti. “Sehingga riset mengenai baterai sistetis lithium dapat dikembangkan para peneliti UNS,” tandas Sulistyo.
(dyt)