Kemenristek-Dikti Bangun 9 Sains Techno Park
A
A
A
JAKARTA - Kemenristek Dikti mengembangkan sembilan sains techno park (STP) sebagai pusat pengembangan teknologi yang tepat guna.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, sembilan STP itu ada di Bengkulu, kedua di Riau untuk pengembangan energi terbarukan, Palembang untuk pengembangan pertanian dan peternakan, Solo untuk pusat informasi, teknologi dan terutama teknologi pengelasan serta teknologi automotif.
Selanjutnya dibangun di Sragen untuk pengembangan bidang pertanian, Jepara bidang kelautan dan perikanan terutama di budidaya ikan dan sistem tangkap ikan laut.
Lalu STP akan dibangun juga di Kaltara dibidang kelautan dan pertambangan, Sumbawa bidang pertambangan dan Papua Barat untuk pengembangan pangan sagu. "Indonesia harus punya valley. Sebab Indonesia mempunyai beragam pulau sehingga memerlukan sentra (STP) yang bisa mendorong ekonomi daerah," katanya saat ditemui jajaran redaksi KORAN SINDO, di kantor Kemenristek Dikti.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menyampaikan, sejatinya sesuai RPJMN Presiden Joko Widodo menginginkan dibangun sampai 100 techno park yang bisa dianggap sebagai impian adanya Silicon Valley di Indonesia. Sementara itu pusatnya STP-STP ini nantinya akan terhubung dengan National Sains and Techno Park (NSTP) yang sudah dibangun di Serpong.
NTSP tersebut saat ini sudah mempunyai dua pusat kajian.Pertama pusat kajian bidang kesehatan dan usaha kecil dan menengah. Pusat kajian untuk usaha ini dibentuk sebagai inkubasi bisnis sehingga setiap temuan inovbasi dari masyarakat yang terseleksi bisa dikarantina dan dilatih supaya bisa masuk industri.
Nasir mengatakan, jika Amerika Serikat memiliki Silicon Valley yang bergerak di bidang teknologi maka Indonesia bisa bergerak membangun Food Valley. Misalnya saja saat ini sudah ada fasilitas penggemukan bibit sapi lokal di Rumpin, Bogor yang sangat diapresiasi Presiden. "Kita kembangkan sapi Bali, Madura dan Sumba. Sapi Sumba yang rata-rata beratnya 200-300 Kg bisa didongkrak hingga 1 ton per ekor," katanya.
Selain itu juga sudah ada STP yang dikembangkan perguruan tinggi. Dia menyebut Institut Pertanian Bogor (IPB) yang baru saja membangun startup dibidang industri buah nusantara. Perguruan tinggi yang bergerak di sektor pertanian ini berhasil mengembangkan alpukat yang besarnya sama dalam satu pohon, kelengkeng yang berdaging tebal dan berbiji kecil, lalu ada juga durian yang juga berdaging tebal dan berbiji kecil. "kalau ada yang kenal durian Musang King nah durian yang dikembangkan IPB ini tidak kalah rasanya dengan Musang King. Sangat manis dan berdaging tebal," katanya.
Nasir berharap buah-buahan lokal yang dikembangkan ini ditanam di seluruh dunia. sebab dia optimis jika bisa dilakukan maka dalam kurun waktu lima tahun maka Indonesia akan bisa stop impor buah-buahan tropis itu. Harapannya itu ternyata disambut oleh empat kabupaten yang tertarik berinvestasi buah hasil inovasi IPB ini. Yakni kabupaten Luwuk, Medan, Riau serta provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan investasi masing-masing antara Rp1-2 miliar.
Nasir melanjutkan, teknologi dibidang kakao dan kopi juga dikembangkan di Jember. Riset yang dilakukan dengan kultur jaringan ini, katanya, bisa menghasilkan produksi coklat per satu hektar 3,4 hingga 3,6 ton dari yang sebelumnya hanya 1-1,4 ton. "Riset kopi dan kakao yang ada di Jember ini bisa untuk memenuhi bibit ke seluruh Indonesia," katanya.
Rektor IPB Herry Suhardiyanto memiliki keyakinan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara pengirim.buah-buahan berkualitas. “ Jika kita bisa menghasilkan buah tropika asal nusantara, kemungkinan besar kedepannya kita akan menjadi eksportir yang berkualitas,” ujar Herry. (Neneng Zubaidah)
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, sembilan STP itu ada di Bengkulu, kedua di Riau untuk pengembangan energi terbarukan, Palembang untuk pengembangan pertanian dan peternakan, Solo untuk pusat informasi, teknologi dan terutama teknologi pengelasan serta teknologi automotif.
Selanjutnya dibangun di Sragen untuk pengembangan bidang pertanian, Jepara bidang kelautan dan perikanan terutama di budidaya ikan dan sistem tangkap ikan laut.
Lalu STP akan dibangun juga di Kaltara dibidang kelautan dan pertambangan, Sumbawa bidang pertambangan dan Papua Barat untuk pengembangan pangan sagu. "Indonesia harus punya valley. Sebab Indonesia mempunyai beragam pulau sehingga memerlukan sentra (STP) yang bisa mendorong ekonomi daerah," katanya saat ditemui jajaran redaksi KORAN SINDO, di kantor Kemenristek Dikti.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menyampaikan, sejatinya sesuai RPJMN Presiden Joko Widodo menginginkan dibangun sampai 100 techno park yang bisa dianggap sebagai impian adanya Silicon Valley di Indonesia. Sementara itu pusatnya STP-STP ini nantinya akan terhubung dengan National Sains and Techno Park (NSTP) yang sudah dibangun di Serpong.
NTSP tersebut saat ini sudah mempunyai dua pusat kajian.Pertama pusat kajian bidang kesehatan dan usaha kecil dan menengah. Pusat kajian untuk usaha ini dibentuk sebagai inkubasi bisnis sehingga setiap temuan inovbasi dari masyarakat yang terseleksi bisa dikarantina dan dilatih supaya bisa masuk industri.
Nasir mengatakan, jika Amerika Serikat memiliki Silicon Valley yang bergerak di bidang teknologi maka Indonesia bisa bergerak membangun Food Valley. Misalnya saja saat ini sudah ada fasilitas penggemukan bibit sapi lokal di Rumpin, Bogor yang sangat diapresiasi Presiden. "Kita kembangkan sapi Bali, Madura dan Sumba. Sapi Sumba yang rata-rata beratnya 200-300 Kg bisa didongkrak hingga 1 ton per ekor," katanya.
Selain itu juga sudah ada STP yang dikembangkan perguruan tinggi. Dia menyebut Institut Pertanian Bogor (IPB) yang baru saja membangun startup dibidang industri buah nusantara. Perguruan tinggi yang bergerak di sektor pertanian ini berhasil mengembangkan alpukat yang besarnya sama dalam satu pohon, kelengkeng yang berdaging tebal dan berbiji kecil, lalu ada juga durian yang juga berdaging tebal dan berbiji kecil. "kalau ada yang kenal durian Musang King nah durian yang dikembangkan IPB ini tidak kalah rasanya dengan Musang King. Sangat manis dan berdaging tebal," katanya.
Nasir berharap buah-buahan lokal yang dikembangkan ini ditanam di seluruh dunia. sebab dia optimis jika bisa dilakukan maka dalam kurun waktu lima tahun maka Indonesia akan bisa stop impor buah-buahan tropis itu. Harapannya itu ternyata disambut oleh empat kabupaten yang tertarik berinvestasi buah hasil inovasi IPB ini. Yakni kabupaten Luwuk, Medan, Riau serta provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan investasi masing-masing antara Rp1-2 miliar.
Nasir melanjutkan, teknologi dibidang kakao dan kopi juga dikembangkan di Jember. Riset yang dilakukan dengan kultur jaringan ini, katanya, bisa menghasilkan produksi coklat per satu hektar 3,4 hingga 3,6 ton dari yang sebelumnya hanya 1-1,4 ton. "Riset kopi dan kakao yang ada di Jember ini bisa untuk memenuhi bibit ke seluruh Indonesia," katanya.
Rektor IPB Herry Suhardiyanto memiliki keyakinan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara pengirim.buah-buahan berkualitas. “ Jika kita bisa menghasilkan buah tropika asal nusantara, kemungkinan besar kedepannya kita akan menjadi eksportir yang berkualitas,” ujar Herry. (Neneng Zubaidah)
(nfl)