Data Satelit Lapan Harus Bisa Saingi Google Earth
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memiliki data satelit pengindraan jauh beresolusi tinggi. Dengan teknologi setinggi ini, seharusnya data tersebut bisa menyaingi google earth . Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, data satelit pengindraan jauh yang dikembangkan Lapan sangat bernilai tinggi.
Meski datanya sangat berguna bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dia menantang data satelit itu bisa digunakan masyarakat seperti Google Earth.
“Selama ini masyarakat selalu melihat Google Earth . Jika (data satelit Lapan) bisa digunakan masyarakat secara umum sebagai pengguna, value added-nya akan jadi sangat tinggi. Itu namanya disruptive innovation,” katanya saati penyerahan data satelit Lapan kepada instansi pemerintah di Jakarta kemarin.
Menristek-Dikti yakin jika data ini dilihat melalui android biaya untuk pengembangannya tidak akan terlalu mahal. Inovasi luar biasa ini, kata dia, akan sangat bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. Misalnya jika ada pengusaha perkebunan yang mau mengukur luas lahan yang dia miliki.
Selain itu, data ini juga bisa untuk pemetaan hasil pertanian yang sudah diproduksi sehingga pemerintah pun tidak perlu harus impor. Kemenristek-Dikti sangat me ng apresiasi Lapan atas beroperasinya sistem penerima data pengindraan jauh resolusi sangat tinggi, yaitu data pengindraan jauh optis dengan resolusi spasial 50 cm dan data SAR yang telah beroperasi sejak akhir 2017.
Dengan dijadikannya satu institusi sebagai penyedia data diharapkan akan ada satu pusat data yang sama untuk mempermudah sinkronisasi data.
“Tidak ada lagi sengketa ter hadap posisi lokasi tertentu. Karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat menggunakan data ini sebaik-baiknya,” lanjutnya.
Nasir juga menuturkan betapa pentingnya pemanfaatan data dibanding sekedar memiliki datanya, terutama dalam menuju kemandirian dan daya saing lebih. Kerja sama riset pada lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), perguruan tinggi, maupun pemerintah pusat dan daerah, diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan data dan teknologi ini.
Perlu adanya sinergi pada semua lapisan dalam pendayagunaan data untuk kepentingan nasional.
“Peran riset dan teknologi harus menjadi pemacu kemajuan bangsa. Seluruh program di bidang riset dan teknologi harus mampu menciptakan nilai tambah sumber daya alam dalam rangka transformasi ekonomi nasional menjadi innovation driven-economy ,” jelas Nasir.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa anggaran penyediaan citra satelit ini hanya menghabiskan dana Rp21 miliar.
Namun, ternyata hasil pemanfaatan yang sudah didistribusikan ke instansi pemerintah jika dihitung dengan harga pasaran nilai tambahnya sampai dengan Rp7,4 triliun.
“Artinya jika citra satelit ini diadakan secara terpisah oleh masing-masing instansi, itu pemborosan luar biasa. Ini dengan anggaran Rp21 miliar, tetapi nilai ekonomi yang citra satelit berikan secara gratis untuk K/L, daerah dan riset itu senilai Rp7,4 triliun,” jelasnya.
Pemanfaatan citra satelit ini bisa beragam, di antaranya Badan Informasi Geospasial yang sangat memerlukan data ini untuk peta desa, BPS untuk blok sensus, sementara Kementerian Pertanian, Kemen-PUPR, dan Badan Pertanahan Nasional memerlukan data ini terkait sarana pertanian dan rencana detail tata ruang. (Neneng Zubaidah)
Meski datanya sangat berguna bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dia menantang data satelit itu bisa digunakan masyarakat seperti Google Earth.
“Selama ini masyarakat selalu melihat Google Earth . Jika (data satelit Lapan) bisa digunakan masyarakat secara umum sebagai pengguna, value added-nya akan jadi sangat tinggi. Itu namanya disruptive innovation,” katanya saati penyerahan data satelit Lapan kepada instansi pemerintah di Jakarta kemarin.
Menristek-Dikti yakin jika data ini dilihat melalui android biaya untuk pengembangannya tidak akan terlalu mahal. Inovasi luar biasa ini, kata dia, akan sangat bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. Misalnya jika ada pengusaha perkebunan yang mau mengukur luas lahan yang dia miliki.
Selain itu, data ini juga bisa untuk pemetaan hasil pertanian yang sudah diproduksi sehingga pemerintah pun tidak perlu harus impor. Kemenristek-Dikti sangat me ng apresiasi Lapan atas beroperasinya sistem penerima data pengindraan jauh resolusi sangat tinggi, yaitu data pengindraan jauh optis dengan resolusi spasial 50 cm dan data SAR yang telah beroperasi sejak akhir 2017.
Dengan dijadikannya satu institusi sebagai penyedia data diharapkan akan ada satu pusat data yang sama untuk mempermudah sinkronisasi data.
“Tidak ada lagi sengketa ter hadap posisi lokasi tertentu. Karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat menggunakan data ini sebaik-baiknya,” lanjutnya.
Nasir juga menuturkan betapa pentingnya pemanfaatan data dibanding sekedar memiliki datanya, terutama dalam menuju kemandirian dan daya saing lebih. Kerja sama riset pada lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK), perguruan tinggi, maupun pemerintah pusat dan daerah, diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan data dan teknologi ini.
Perlu adanya sinergi pada semua lapisan dalam pendayagunaan data untuk kepentingan nasional.
“Peran riset dan teknologi harus menjadi pemacu kemajuan bangsa. Seluruh program di bidang riset dan teknologi harus mampu menciptakan nilai tambah sumber daya alam dalam rangka transformasi ekonomi nasional menjadi innovation driven-economy ,” jelas Nasir.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa anggaran penyediaan citra satelit ini hanya menghabiskan dana Rp21 miliar.
Namun, ternyata hasil pemanfaatan yang sudah didistribusikan ke instansi pemerintah jika dihitung dengan harga pasaran nilai tambahnya sampai dengan Rp7,4 triliun.
“Artinya jika citra satelit ini diadakan secara terpisah oleh masing-masing instansi, itu pemborosan luar biasa. Ini dengan anggaran Rp21 miliar, tetapi nilai ekonomi yang citra satelit berikan secara gratis untuk K/L, daerah dan riset itu senilai Rp7,4 triliun,” jelasnya.
Pemanfaatan citra satelit ini bisa beragam, di antaranya Badan Informasi Geospasial yang sangat memerlukan data ini untuk peta desa, BPS untuk blok sensus, sementara Kementerian Pertanian, Kemen-PUPR, dan Badan Pertanahan Nasional memerlukan data ini terkait sarana pertanian dan rencana detail tata ruang. (Neneng Zubaidah)
(nfl)