Lewat Internet Cukup 2 Jam, Cuci Otak Anak & Wanita Jadi Radikal
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dikejutkan dengan serangan teror dengan melakukan bom bunuh diri yang melibatkan anak-anak dan wanita. Hal ini adalah yang pertama di Indonesia, namun Jerman jauh sebelum serangan bom di Surabaya sudah mendeteksi gerakan cuci otak pada anak dan wanita lewat internet.
Kepala badan intelijen domestik Jerman Hans-Georg Maassen.memperingatkan tentang "bahaya besar" yang ditimbulkan "mencuci otak" wanita dan anak-anak oleh pelaku teror. Baca: Sulit Dilacak, Media Komunikasi Teroris Terbukti Pakai Cara Baru
"Ada anak-anak yang telah mengalami cuci otak di negara-negara yang sudah terjamah oleh kelompok teror ISIS dan sebagian besar mereka akan melakukan serangan brutal," kata Hans-Georg Maassen seperti dilansir dari Express.uk.
Hans-Georg Maassen telah memperingatkan untuk segera mengembalikan ingatan perempuan dan anak-anak yang kena doktin terorisme.
Dia mengatakan bahwa Jerman harus mempertimbangkan membatalkan undang-undang yang membatasi pengawasan anak di bawah umur di bawah usia 14 tahun untuk mempersiapkan peningkatan risiko serangan oleh anak-anak berusia sembilan tahun.
"Kami melihat bahwa banyak anak-anak yang telah dicuci otak di sekolah-sekolah oleh kelompok tertentu, Dan mereka hanya butuh waktu dua jam untuk mencuci otak Anak-anak, membentuk mereka jadi radikal" katanya.
Sementara itu, Herr Maassen, kepala Kantor Perlindungan Konstitusi - Jerman setara MI5 - menambahkan: "Kami sudah mengamati kepada pada beberapa wanita dan remaja. Ini masalah bagi kami karena anak-anak dan remaja ini khususnya bisa menjadi bahaya setelah dicuci otaknya dengan misi untuk melakukan serangan."
Radikalisasi anak di bawah umur telah menjadi topik besar di Jerman mengingat bahwa tiga dari lima serangan Islamis di Jerman pada tahun 2016 dilakukan oleh anak di bawah umur, dan seorang bocah 12 tahun juga ditahan setelah mencoba mengebom pasar Natal di Ludwigshafen.
Herr Maassen mengatakan bahwa kelompok teror juga melakukan serangan lewat Internet dan menargetkan anak-anak melalui internet dan media sosial, sering memberikan iklan yang apik atau propaganda yang sesuai dengan pemahaman usia untuk merekrut mereka dan bergabung dengan kelompok teror.
"Kelompok teror menggunakan headhunter yang menjelajahi internet mencari mangsa anak-anak yang dapat didekati dan diradikalisasi, atau merekrut mereka untuk menjadi pelaku serangan teroris," tandasnya.
Kepala badan intelijen domestik Jerman Hans-Georg Maassen.memperingatkan tentang "bahaya besar" yang ditimbulkan "mencuci otak" wanita dan anak-anak oleh pelaku teror. Baca: Sulit Dilacak, Media Komunikasi Teroris Terbukti Pakai Cara Baru
"Ada anak-anak yang telah mengalami cuci otak di negara-negara yang sudah terjamah oleh kelompok teror ISIS dan sebagian besar mereka akan melakukan serangan brutal," kata Hans-Georg Maassen seperti dilansir dari Express.uk.
Hans-Georg Maassen telah memperingatkan untuk segera mengembalikan ingatan perempuan dan anak-anak yang kena doktin terorisme.
Dia mengatakan bahwa Jerman harus mempertimbangkan membatalkan undang-undang yang membatasi pengawasan anak di bawah umur di bawah usia 14 tahun untuk mempersiapkan peningkatan risiko serangan oleh anak-anak berusia sembilan tahun.
"Kami melihat bahwa banyak anak-anak yang telah dicuci otak di sekolah-sekolah oleh kelompok tertentu, Dan mereka hanya butuh waktu dua jam untuk mencuci otak Anak-anak, membentuk mereka jadi radikal" katanya.
Sementara itu, Herr Maassen, kepala Kantor Perlindungan Konstitusi - Jerman setara MI5 - menambahkan: "Kami sudah mengamati kepada pada beberapa wanita dan remaja. Ini masalah bagi kami karena anak-anak dan remaja ini khususnya bisa menjadi bahaya setelah dicuci otaknya dengan misi untuk melakukan serangan."
Radikalisasi anak di bawah umur telah menjadi topik besar di Jerman mengingat bahwa tiga dari lima serangan Islamis di Jerman pada tahun 2016 dilakukan oleh anak di bawah umur, dan seorang bocah 12 tahun juga ditahan setelah mencoba mengebom pasar Natal di Ludwigshafen.
Herr Maassen mengatakan bahwa kelompok teror juga melakukan serangan lewat Internet dan menargetkan anak-anak melalui internet dan media sosial, sering memberikan iklan yang apik atau propaganda yang sesuai dengan pemahaman usia untuk merekrut mereka dan bergabung dengan kelompok teror.
"Kelompok teror menggunakan headhunter yang menjelajahi internet mencari mangsa anak-anak yang dapat didekati dan diradikalisasi, atau merekrut mereka untuk menjadi pelaku serangan teroris," tandasnya.
(wbs)