Misi Antariksa Diluncurkan untuk Mengukur Air di Bumi
A
A
A
MISI gabungan Amerika Serikat (AS) dan Jerman menuju orbit untuk mengukur air di bumi. Dua satelit Grace itu menggantikan sepasang satelit yang telah berhenti beroperasi tahun lalu.
Seperti pendahulu mereka, dua satelit itu akan mengelilingi Bumi dan mengamati variasi kecil dari tarikan gravitasi sebagai hasil pergerakan air dalam skala besar. Ini dapat menjadi sinyal tanah mengembang setelah hujan dalam waktu lama atau es meleleh dari kutub saat mencari dalam suhu lebih panas.
Satelit-satelit diluncurkan pada Selasa (22/5/2018) dengan roket SpaceX dari pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di California. Dibutuhkan waktu beberapa pekan untuk persiapan dan tes sebelum satelit itu dapat mulai mengumpulkan data.
Satelit pertama Gravity Recovery and Climate Experiment (Grace) yang beroperasi dari 2002 hingga 2017 dianggap sebagai terobosan untuk jenis informasi yang dapat dikumpulkan. Kemampuan itu pun sekarang dianggap sebagai prioritas utara Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Misi lanjutan itu melibatkan para pakar dari Eropa, terutama dari German Research Centre for Geosciences (GFZ).
Perusahaan angkasa terbesar Eropa, Airbus, juga merakit satelit-satelit di pabriknya di Friedrichshafen. Satelit yang dijuluki duo Grace itu akan memperoleh data dengan melakukan penjelajahan di orbit. Saat satelit pertama meluncur dan tertarik medan gravitasi Bumi, satelit kedua akan mengikuti dari jarak 220 km, mengukur perubahan jarak mereka hingga mikron terkecil atau seperseribu militer. "Ini sekitar sepersepuluh lebar rambut manusia dalam jarak antara Los Angeles dan San Diego," kata Profesor Frank Flechtner, manajer proyek Grace-FO di GFZ, pada BBC News.
Konsep Grace ini sangat penting dalam melihat perubahan yang terjadi dalam siklus hidrologi, misalnya pergerakan air dalam jumlah besar dari laut ke darat saat penguapan dan hujan. "Ada periode pada 2011 saat ketinggian permukaan laut turun dan bergerak pada arah yang lain secara singkat," papar peneliti proyek NASA Dr Frank Webb.
"Dari data Grace, kita dapat melihat di sana ada musim hujan lebat di Australia dan Amerika Selatan, serta setara dengan massa yang masuk ke penyimpanan di tanah. Ini juga dilepas kembali ke laut dan ketinggian permukaan laut bertambah," ungkap Webb.
Salah satu kontribusi besar dari misi Grace pertama adalah mengonfirmasi skala perubahan di kutub, untuk mengukur lapisan es dari tahun ke tahun. Satelit-satelit biasa membawa altimeter untuk mengukur perubahan bentuk Antartika dan Greenland, tapi Grace menyediakan informasi yang seluruhnya independen melalui pengukuran gravitasinya.
Antartika diketahui kehilangan sekitar 120 miliar ton es per tahun, adapun Greenland kehilangan es sekitar 280 miliar ton per tahun. KHilangnya massa dari lapisan es meningkatkan kontribusi pada naiknya ketinggian permukaan laut, meski kutub itu jauh, kehilangan massa ini akan memiliki dampak besar pada penjuru dunia," tutur Profesor Helen Fricker dari Scripps Institution of Oceanography.
Dia menambahkan, "Dengan peluncuran Grace-FO, kita dapat terus mendeteksi perubahan massa es, untuk menemukan seberapa banyak es yang hilang, dan mencari tahu apakah ada percepatan lain."
Satelit Grace sebelumnya menggunakan instrumen seukuran microwave untuk mengukur perbedaan jarak antara kedua satelit. Satelit baru membawa teknologi yang sama tapi sekarang memiliki sistem laser yang lebih baik. Alat ini akan memperbaiki tingkat presisi hingga 10 kali lipat. Misi Grace-FO menyedot dana hingga USD520 juta. Misi ini akan berjalan selama lima tahun.
Seperti pendahulu mereka, dua satelit itu akan mengelilingi Bumi dan mengamati variasi kecil dari tarikan gravitasi sebagai hasil pergerakan air dalam skala besar. Ini dapat menjadi sinyal tanah mengembang setelah hujan dalam waktu lama atau es meleleh dari kutub saat mencari dalam suhu lebih panas.
Satelit-satelit diluncurkan pada Selasa (22/5/2018) dengan roket SpaceX dari pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di California. Dibutuhkan waktu beberapa pekan untuk persiapan dan tes sebelum satelit itu dapat mulai mengumpulkan data.
Satelit pertama Gravity Recovery and Climate Experiment (Grace) yang beroperasi dari 2002 hingga 2017 dianggap sebagai terobosan untuk jenis informasi yang dapat dikumpulkan. Kemampuan itu pun sekarang dianggap sebagai prioritas utara Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Misi lanjutan itu melibatkan para pakar dari Eropa, terutama dari German Research Centre for Geosciences (GFZ).
Perusahaan angkasa terbesar Eropa, Airbus, juga merakit satelit-satelit di pabriknya di Friedrichshafen. Satelit yang dijuluki duo Grace itu akan memperoleh data dengan melakukan penjelajahan di orbit. Saat satelit pertama meluncur dan tertarik medan gravitasi Bumi, satelit kedua akan mengikuti dari jarak 220 km, mengukur perubahan jarak mereka hingga mikron terkecil atau seperseribu militer. "Ini sekitar sepersepuluh lebar rambut manusia dalam jarak antara Los Angeles dan San Diego," kata Profesor Frank Flechtner, manajer proyek Grace-FO di GFZ, pada BBC News.
Konsep Grace ini sangat penting dalam melihat perubahan yang terjadi dalam siklus hidrologi, misalnya pergerakan air dalam jumlah besar dari laut ke darat saat penguapan dan hujan. "Ada periode pada 2011 saat ketinggian permukaan laut turun dan bergerak pada arah yang lain secara singkat," papar peneliti proyek NASA Dr Frank Webb.
"Dari data Grace, kita dapat melihat di sana ada musim hujan lebat di Australia dan Amerika Selatan, serta setara dengan massa yang masuk ke penyimpanan di tanah. Ini juga dilepas kembali ke laut dan ketinggian permukaan laut bertambah," ungkap Webb.
Salah satu kontribusi besar dari misi Grace pertama adalah mengonfirmasi skala perubahan di kutub, untuk mengukur lapisan es dari tahun ke tahun. Satelit-satelit biasa membawa altimeter untuk mengukur perubahan bentuk Antartika dan Greenland, tapi Grace menyediakan informasi yang seluruhnya independen melalui pengukuran gravitasinya.
Antartika diketahui kehilangan sekitar 120 miliar ton es per tahun, adapun Greenland kehilangan es sekitar 280 miliar ton per tahun. KHilangnya massa dari lapisan es meningkatkan kontribusi pada naiknya ketinggian permukaan laut, meski kutub itu jauh, kehilangan massa ini akan memiliki dampak besar pada penjuru dunia," tutur Profesor Helen Fricker dari Scripps Institution of Oceanography.
Dia menambahkan, "Dengan peluncuran Grace-FO, kita dapat terus mendeteksi perubahan massa es, untuk menemukan seberapa banyak es yang hilang, dan mencari tahu apakah ada percepatan lain."
Satelit Grace sebelumnya menggunakan instrumen seukuran microwave untuk mengukur perbedaan jarak antara kedua satelit. Satelit baru membawa teknologi yang sama tapi sekarang memiliki sistem laser yang lebih baik. Alat ini akan memperbaiki tingkat presisi hingga 10 kali lipat. Misi Grace-FO menyedot dana hingga USD520 juta. Misi ini akan berjalan selama lima tahun.
(amm)