Teknologi Peringatan Dini Tsunami Awasi Tekanan Gelombang Laut
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat mengaktivasi peringatan dini tsunami dengan status Siaga (tinggi potensi tsunami 0,5 – 3 meter) di pantai Donggala bagian barat, dan status Waspada (tinggi potensi tsunami kurang dari 0,5 meter) di pantai Donggala bagian utara, Mamuju bagian utara dan Kota Palu bagian barat.
Korban jiwa akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah terus bertambah. Data terbaru dari BNPB Kota Palu korban tewas akibat musibah tersebut menjadi 384 orang.
"Untuk data sementara korban tewas mencapai 384 orang dan 540 mengalami luka serta 29 korban masih belum ditemukan atau hilang," ujar petugas BPBD Kota Palu.
Tsunami adalah salah satu bencana alam yang paling mengerikan di dunia. Rangkaian gelombang karena berpindahnya volume air yang sangat besar bisa disebabkan oleh sejumlah kejadian, termasuk gempa bumi, ledakan bawah laut, tanah longsor, atau bahkan tumbukan meteroit.
Begitu dipicu, bencana alam ini bisa menghantam pantai dalam hitungan menit, dan paling lama dalam beberapa jam saja. Saat ini, sistem peringatan dini mengandalkan pengukuran gerakan pelampung panah — yang merekam perubahan permukaan laut — atau menilai tekanan bawah dari gelombang ombak super besar yang berkembang meluas.
Masalahnya, sistem-sistem ini membutuhkan tsunami yang mencapai lokasi pengukuran secara fisik. Pelampung bisa dipasang di laut dalam — tapi ini membutuhkan jumlah pelampung yang tidak masuk akal. Opsi kedua yakni memasang pelampung di sepanjang garis pantai, tapi dikarenakan kecepatan tinggi tsunami, hal itu tidak akan menyisakan waktu peringatan bagi orang di darat.
Kami telah mengembangkan opsi ketiga untuk menambah jumlah waktu peringatan tsunami — dengan menggunakan gelombang (bunyi) akustik. Gelombang akustik yang memancar dari suatu gempa bumi bisa bergerak lebih cepat ketimbang tsunami yang telah dipicu. Dan juga untuk jarak yang lebih jauh — ribuan kilometer — membawa informasi mengenai gempa itu sendiri serta gelombang tsunami yang akan datang.
Dengan menggunakan hidrofon (mikrofon bawah air) standar kita bisa merekam gelombang bunyi ini, jauh sebelum tsunami tiba, serta tidak terpengaruh ke arah mana tsunami akan bergerak. Sinyal bunyi berasal dari perubahan tekanan berubah seiring waktu.
Meski pelampung juga mendeteksi perubahan tekanan, bagian depan tsunami harus betul-betul mencapai pelampung agar kita tahu bahwa terjadi kenaikan pada permukaan air. Sinyal-sinyal ini bergerak secara radial sehingga tidaklah penting apakah bagian depan tsunami mengarah ke lokasi hidrofon ataukah menjauh darinya, gelombang suara tetap akan terekam.
Dengan menggunakan ini, tidak hanya bisa memperingatkan datangnya tsunami melainkan juga memperkirakan dengan lebih akurat mengenai panjangnya, jauh sebelum ia mencapai garis pantai. Oleh karenanya sosial peringatan dini tsunami bisa menekan angka korbam jiwa.
Korban jiwa akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah terus bertambah. Data terbaru dari BNPB Kota Palu korban tewas akibat musibah tersebut menjadi 384 orang.
"Untuk data sementara korban tewas mencapai 384 orang dan 540 mengalami luka serta 29 korban masih belum ditemukan atau hilang," ujar petugas BPBD Kota Palu.
Tsunami adalah salah satu bencana alam yang paling mengerikan di dunia. Rangkaian gelombang karena berpindahnya volume air yang sangat besar bisa disebabkan oleh sejumlah kejadian, termasuk gempa bumi, ledakan bawah laut, tanah longsor, atau bahkan tumbukan meteroit.
Begitu dipicu, bencana alam ini bisa menghantam pantai dalam hitungan menit, dan paling lama dalam beberapa jam saja. Saat ini, sistem peringatan dini mengandalkan pengukuran gerakan pelampung panah — yang merekam perubahan permukaan laut — atau menilai tekanan bawah dari gelombang ombak super besar yang berkembang meluas.
Masalahnya, sistem-sistem ini membutuhkan tsunami yang mencapai lokasi pengukuran secara fisik. Pelampung bisa dipasang di laut dalam — tapi ini membutuhkan jumlah pelampung yang tidak masuk akal. Opsi kedua yakni memasang pelampung di sepanjang garis pantai, tapi dikarenakan kecepatan tinggi tsunami, hal itu tidak akan menyisakan waktu peringatan bagi orang di darat.
Kami telah mengembangkan opsi ketiga untuk menambah jumlah waktu peringatan tsunami — dengan menggunakan gelombang (bunyi) akustik. Gelombang akustik yang memancar dari suatu gempa bumi bisa bergerak lebih cepat ketimbang tsunami yang telah dipicu. Dan juga untuk jarak yang lebih jauh — ribuan kilometer — membawa informasi mengenai gempa itu sendiri serta gelombang tsunami yang akan datang.
Dengan menggunakan hidrofon (mikrofon bawah air) standar kita bisa merekam gelombang bunyi ini, jauh sebelum tsunami tiba, serta tidak terpengaruh ke arah mana tsunami akan bergerak. Sinyal bunyi berasal dari perubahan tekanan berubah seiring waktu.
Meski pelampung juga mendeteksi perubahan tekanan, bagian depan tsunami harus betul-betul mencapai pelampung agar kita tahu bahwa terjadi kenaikan pada permukaan air. Sinyal-sinyal ini bergerak secara radial sehingga tidaklah penting apakah bagian depan tsunami mengarah ke lokasi hidrofon ataukah menjauh darinya, gelombang suara tetap akan terekam.
Dengan menggunakan ini, tidak hanya bisa memperingatkan datangnya tsunami melainkan juga memperkirakan dengan lebih akurat mengenai panjangnya, jauh sebelum ia mencapai garis pantai. Oleh karenanya sosial peringatan dini tsunami bisa menekan angka korbam jiwa.
(wbs)