Stasiun Antariksa Inggris dan Eropa Awasi Aktivitas Anak Krakatau
A
A
A
BANTEN - Tsunami Selat Sunda yang menghantam Banten dan Lampung ternyata jadi pusat perhatian stasiun luar angkasa Inggris dan Eropa yakni European Space Agency (ESA) dan International Space Station (ISS).
Dalam foto yang ditampilkan media Inggris The SUN Senin (24/12/2018, terlihat asap putih kemerahan membumbung Tinggi. Kedua negara ini cukup beralasan memantau Anak Krakatau. Pasalnya Gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 tercatat sejarah dunia sebagai bencana alam terbesar dalam sejarah dunia. Baca: Pasir dari Tahun 500 Masehi Ditemukan, Ahli: Mega Tsunami Akan Terjadi
Kondisi geografis dan geologis Indonesia yang terletak di pertemuan 3 lempeng tektonik besar dunia, yaitu : lempeng asia, lempeng pasifik, dan lempeng indo-australia menyebabkan munculnya fenomena gunung api yang sangat aktif.
Dalam setahun pasti terjadi berkali-kali letusan gunung api namun layaknya bencana lain kehadirannya sulit untuk diprediksikan.
Peristiwa yang tiba-tiba tanpa disangka itulah yang dirasakan oleh masyarakat kala itu ketika Krakatau meletus, Keterkejutan dan ketakutan menjadi atmosfir yang menyelimuti penduduk Hindia Belanda. Baca: Tak Hanya Anak Krakatau, Gunung Bawah Laut Lain Kirim Magnitudo
Selain memang kedahsyatan letusannya, nama Krakatau dan Hindia Belanda saat itu menjadi buah bibir di seluruh dunia karena menjadi bencana besar pertama di dunia yang diberitakan secara global menggunakan media komunikasi telegram. Sehingga dalam waktu sekian jam dari peristiwa letusan, kabarnya sudah sampai ke seluruh antero dunia.
Salah satu fenomena dari akibat letusan Gunung Krakatau adalah kemunculan tsunami yang konon rambatan gelombangnya sampai hingga ke Hawaii, pantai barat Amerika, dan semenanjung Arab. Dengan ketinggian hingga 40 meter, gelombang tsunami tersebut melululantakkan pemukiman pendukuk di sepanjang pantai Jawa Barat dan Lampung. Baca: Tsunami Banten Langka, Kombinasi Longsor Bawah Laut dan Purnama
Muntahan batu dan abu vulkanik begitu besar volumenya sehingga abu vulkaniknya bisa mencapai Sri Lanka, India, bahkan Selandia Baru. Hasilnya adalah suatu cekungan kaldera berdiameter 7 km dengan kedalaman 250 meter di Pulau Rakata.
Dalam foto yang ditampilkan media Inggris The SUN Senin (24/12/2018, terlihat asap putih kemerahan membumbung Tinggi. Kedua negara ini cukup beralasan memantau Anak Krakatau. Pasalnya Gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 tercatat sejarah dunia sebagai bencana alam terbesar dalam sejarah dunia. Baca: Pasir dari Tahun 500 Masehi Ditemukan, Ahli: Mega Tsunami Akan Terjadi
Kondisi geografis dan geologis Indonesia yang terletak di pertemuan 3 lempeng tektonik besar dunia, yaitu : lempeng asia, lempeng pasifik, dan lempeng indo-australia menyebabkan munculnya fenomena gunung api yang sangat aktif.
Dalam setahun pasti terjadi berkali-kali letusan gunung api namun layaknya bencana lain kehadirannya sulit untuk diprediksikan.
Peristiwa yang tiba-tiba tanpa disangka itulah yang dirasakan oleh masyarakat kala itu ketika Krakatau meletus, Keterkejutan dan ketakutan menjadi atmosfir yang menyelimuti penduduk Hindia Belanda. Baca: Tak Hanya Anak Krakatau, Gunung Bawah Laut Lain Kirim Magnitudo
Selain memang kedahsyatan letusannya, nama Krakatau dan Hindia Belanda saat itu menjadi buah bibir di seluruh dunia karena menjadi bencana besar pertama di dunia yang diberitakan secara global menggunakan media komunikasi telegram. Sehingga dalam waktu sekian jam dari peristiwa letusan, kabarnya sudah sampai ke seluruh antero dunia.
Salah satu fenomena dari akibat letusan Gunung Krakatau adalah kemunculan tsunami yang konon rambatan gelombangnya sampai hingga ke Hawaii, pantai barat Amerika, dan semenanjung Arab. Dengan ketinggian hingga 40 meter, gelombang tsunami tersebut melululantakkan pemukiman pendukuk di sepanjang pantai Jawa Barat dan Lampung. Baca: Tsunami Banten Langka, Kombinasi Longsor Bawah Laut dan Purnama
Muntahan batu dan abu vulkanik begitu besar volumenya sehingga abu vulkaniknya bisa mencapai Sri Lanka, India, bahkan Selandia Baru. Hasilnya adalah suatu cekungan kaldera berdiameter 7 km dengan kedalaman 250 meter di Pulau Rakata.
(wbs)