Solusi Inovatif Memecahkan Tantangan Fusi Nuklir
A
A
A
Mahasiswa Pascasarjana Massachusetts Institute of Technology (MIT) telah memecahkan solusi panas pembangkit listrik fusi praktis. Mereka dibantu oleh peneliti industri untuk mereduksi panas yang dihasilkan. Setidaknya, panas hasil reaksi fusi tidak berimbas pada material yang digunakan dalam pabrik.
Para peneliti telah melakukan berbagai uji coba untuk mereduksi kelebihan panas hasil reaksi fusi nuklir. Sebagian besar hasil penelitian masih mengeluarkan panas yang dapat menyebabkan kerusakan struktural pada pabrik.
Peneliti di MIT menggunakan pendekatan inovatif untuk reaktor fusi padat, yaitu magnet super-konduktor suhu tinggi. Metode ini menjadi dasar penelitian yang akan diluncurkan awal tahun ini.
Desain fusi termonuklir ini tidak seperti pabrik fusi biasa. Ruang internal perangkat akan memungkinkan untuk dibuka dan mengganti komponen penting.
Adam Kuang, mahasiswa pascasarjana, melakukan penelitian bersama dengan 14 mahasiswa MIT lain. Mereka dibantu insinyur dari Mitsubishi Electric Research Laboratories dan Commonwealth Fusion Systems, serta Profesor Dennis Whyte , direktur Plasma Science dan Fusion Center MIT, yang mengajar kelas ini.
Whyte menjelaskan bahwa penumpahan panas dari dalam pabrik fusi dapat dibandingkan dengan sistem pembuangan di dalam mobil. Pipa knalpot yang lebih panjang dan lebih lebar dapat melemparkan panas yang tidak diinginkan.
Dalam pelaksanaannya, mereka membutuhkan alternatif desain yang memungkinkan. Analisis kompleks diperlukan untuk menyajikan data dan hasil. Sebagian besar energi yang dihasilkan di dalam reaktor fusi dipancarkan dalam bentuk neutron. Itu memanaskan material yang mengelilingi plasma fusi.
Di pembangkit listrik, selimut yang dipanaskan akan digunakan untuk menggerakkan turbin listrik. Namun, sekitar 20% energi dihasilkan dalam bentuk panas, dalam plasma itu sendiri. Hal ini harus dihilangkan agar tidak mencairkan bahanbahan yang membentuk ruangan.
Saat ini belum ada bahan yang cukup kuat untuk menahan panas plasma. Suhu yang dikeluarkan mencapai jutaan derajat Celsius.
Plasma ditahan di tempat oleh magnet yang sangat kuat. Tujuannya agar tidak pernah bersentuhan langsung dengan dinding bagian dalam yang berbentuk donat.
Dalam desain fusi yang khas, set magnet yang terpisah dimanfaatkan sebagai ruang samping atau divertor . Ruangan itu difungsikan untuk mengalirkan panas berlebih, tetapi tidak cukup untuk panas tinggi di pabrik.
Salah satu fitur yang diinginkan adalah canggih, kuat, dan ringkas, atau disebut ARC. ARC menghasilkan daya lebih kecil daripada yang dibutuhkan reaktor konvensional dengan output yang sama.
Ini berarti lebih banyak kekuatan terbatas di ruang yang lebih kecil. Panas hasil reaksi fusi akan dihilangkan lebih banyak. “Jika kita tidak melakukan apa-apa tentang pembuangan panas, mekanisme akan terpisah,” kata Kuang, dikutip dari Scitechdaily.
Dalam desain reaktor fusi konvensional, kumparan magnetik sekunder membuat divertor terletak di luar kumparan primer. Alasannya, tidak ada cara untuk menempatkan kumparan magnetik sekunder di dalam kumparan primer padat.
Desain ARC dari MIT memiliki fitur magnet yang dibangun di beberapa bagian, sehingga dapat dilepas untuk diperbaiki. Hal ini memungkinkan untuk mengakses seluruh interior dan menempatkan magnet sekunder di dalam kumparan utama.
“Hanya dengan memindahkan mereka lebih dekat (ke plasma) ukurannya dapat dikurangi secara signifikan,” tambah mahasiswa pascasarjana itu.
Saat pelajaran Prinsip Rekayasa Fusi, para mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim untuk mengatasi berbagai aspek tantangan penolakan panas. Setiap tim memulai dengan pencarian literatur untuk melihat konsep yang sudah dicoba.
Hasil percobaan dituangkan dalam sesi diskusi untuk menghilangkan konsep yang tidak berhasil. Simulasi menunjukkan ada efektivitas desain baru yang mereka pilih. “Apa yang kami temukan itu benar-benar menarik,” kata Whyte.
Hasilnya adalah pengalih yang lebih panjang dan lebih besar sehingga menjaga plasma lebih terkontrol. Hasilnya, mereka dapat menangani beban panas intens yang diharapkan. “Anda ingin membuat ‘pipa knalpot’ sebesar mungkin,” kata Whyte, saat menjelaskan bahwa penempatan magnet sekunder di dalam kumparan utama.
Whyte mengatakan bahwa ini merupakan revolusi untuk pembangkit listrik. Tidak hanya superkonduktor suhu tinggi, melainkan yang bertenaga tinggi dan kuat juga digunakan dalam magnet desain ARC. “Mereka menyediakan banyak pilihan untuk mengoptimalkan desain dengan berbagai cara, termasuk desain divertor baru,” katanya.
Sekarang, konsep dasar telah dikembangkan dan ada banyak ruang untuk pengembangan dan optimalisasi lebih lanjut. Ke depan, bentuk dan penempatan yang tepat dari magnet sekunder ini akan disempurnakan.
“Ini membuka jalur baru dalam berpikir tentang divertor dan manajemen panas dalam perangkat fusi,” kata Whyte. Profesor fisika di York University, Inggris, Bruce Lipschultz, mengapresiasi penelitian tersebut. Dia berpendapat bahwa seluruh pekerjaan ARC telah membuka mata dan merangsang cara-cara baru dalam memandang reaktor fusi tokamak.
“Studi ARC dari konsep extended leg divertor menunjukkan bahwa aplikasi ke reaktor bukan tidak mungkin, seperti yang dikatakan orang lain,” kata Lipzchultz.
Lipschultz berharap pengembangan ini merangsang penelitian baru di tempat lain. Penelitian berkualitas sangat tinggi dari mahasiswa MIT telah menunjukkan jalan ke depan untuk reaktor tokamak.
Awal tahun ini, proposal MIT untuk jenis baru pabrik fusi akan dikeluarkan. Mereka membuat tujuan daya fusi praktis seperti dalam jangkauan.
Pekerjaan ini didukung oleh Departemen Sains dan Rekayasa Nuklir MIT, Departemen Energi, Yayasan Sains Nasional, dan Laboratorium Penelitian Listrik Mitsubishi. (Fandy)
Para peneliti telah melakukan berbagai uji coba untuk mereduksi kelebihan panas hasil reaksi fusi nuklir. Sebagian besar hasil penelitian masih mengeluarkan panas yang dapat menyebabkan kerusakan struktural pada pabrik.
Peneliti di MIT menggunakan pendekatan inovatif untuk reaktor fusi padat, yaitu magnet super-konduktor suhu tinggi. Metode ini menjadi dasar penelitian yang akan diluncurkan awal tahun ini.
Desain fusi termonuklir ini tidak seperti pabrik fusi biasa. Ruang internal perangkat akan memungkinkan untuk dibuka dan mengganti komponen penting.
Adam Kuang, mahasiswa pascasarjana, melakukan penelitian bersama dengan 14 mahasiswa MIT lain. Mereka dibantu insinyur dari Mitsubishi Electric Research Laboratories dan Commonwealth Fusion Systems, serta Profesor Dennis Whyte , direktur Plasma Science dan Fusion Center MIT, yang mengajar kelas ini.
Whyte menjelaskan bahwa penumpahan panas dari dalam pabrik fusi dapat dibandingkan dengan sistem pembuangan di dalam mobil. Pipa knalpot yang lebih panjang dan lebih lebar dapat melemparkan panas yang tidak diinginkan.
Dalam pelaksanaannya, mereka membutuhkan alternatif desain yang memungkinkan. Analisis kompleks diperlukan untuk menyajikan data dan hasil. Sebagian besar energi yang dihasilkan di dalam reaktor fusi dipancarkan dalam bentuk neutron. Itu memanaskan material yang mengelilingi plasma fusi.
Di pembangkit listrik, selimut yang dipanaskan akan digunakan untuk menggerakkan turbin listrik. Namun, sekitar 20% energi dihasilkan dalam bentuk panas, dalam plasma itu sendiri. Hal ini harus dihilangkan agar tidak mencairkan bahanbahan yang membentuk ruangan.
Saat ini belum ada bahan yang cukup kuat untuk menahan panas plasma. Suhu yang dikeluarkan mencapai jutaan derajat Celsius.
Plasma ditahan di tempat oleh magnet yang sangat kuat. Tujuannya agar tidak pernah bersentuhan langsung dengan dinding bagian dalam yang berbentuk donat.
Dalam desain fusi yang khas, set magnet yang terpisah dimanfaatkan sebagai ruang samping atau divertor . Ruangan itu difungsikan untuk mengalirkan panas berlebih, tetapi tidak cukup untuk panas tinggi di pabrik.
Salah satu fitur yang diinginkan adalah canggih, kuat, dan ringkas, atau disebut ARC. ARC menghasilkan daya lebih kecil daripada yang dibutuhkan reaktor konvensional dengan output yang sama.
Ini berarti lebih banyak kekuatan terbatas di ruang yang lebih kecil. Panas hasil reaksi fusi akan dihilangkan lebih banyak. “Jika kita tidak melakukan apa-apa tentang pembuangan panas, mekanisme akan terpisah,” kata Kuang, dikutip dari Scitechdaily.
Dalam desain reaktor fusi konvensional, kumparan magnetik sekunder membuat divertor terletak di luar kumparan primer. Alasannya, tidak ada cara untuk menempatkan kumparan magnetik sekunder di dalam kumparan primer padat.
Desain ARC dari MIT memiliki fitur magnet yang dibangun di beberapa bagian, sehingga dapat dilepas untuk diperbaiki. Hal ini memungkinkan untuk mengakses seluruh interior dan menempatkan magnet sekunder di dalam kumparan utama.
“Hanya dengan memindahkan mereka lebih dekat (ke plasma) ukurannya dapat dikurangi secara signifikan,” tambah mahasiswa pascasarjana itu.
Saat pelajaran Prinsip Rekayasa Fusi, para mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim untuk mengatasi berbagai aspek tantangan penolakan panas. Setiap tim memulai dengan pencarian literatur untuk melihat konsep yang sudah dicoba.
Hasil percobaan dituangkan dalam sesi diskusi untuk menghilangkan konsep yang tidak berhasil. Simulasi menunjukkan ada efektivitas desain baru yang mereka pilih. “Apa yang kami temukan itu benar-benar menarik,” kata Whyte.
Hasilnya adalah pengalih yang lebih panjang dan lebih besar sehingga menjaga plasma lebih terkontrol. Hasilnya, mereka dapat menangani beban panas intens yang diharapkan. “Anda ingin membuat ‘pipa knalpot’ sebesar mungkin,” kata Whyte, saat menjelaskan bahwa penempatan magnet sekunder di dalam kumparan utama.
Whyte mengatakan bahwa ini merupakan revolusi untuk pembangkit listrik. Tidak hanya superkonduktor suhu tinggi, melainkan yang bertenaga tinggi dan kuat juga digunakan dalam magnet desain ARC. “Mereka menyediakan banyak pilihan untuk mengoptimalkan desain dengan berbagai cara, termasuk desain divertor baru,” katanya.
Sekarang, konsep dasar telah dikembangkan dan ada banyak ruang untuk pengembangan dan optimalisasi lebih lanjut. Ke depan, bentuk dan penempatan yang tepat dari magnet sekunder ini akan disempurnakan.
“Ini membuka jalur baru dalam berpikir tentang divertor dan manajemen panas dalam perangkat fusi,” kata Whyte. Profesor fisika di York University, Inggris, Bruce Lipschultz, mengapresiasi penelitian tersebut. Dia berpendapat bahwa seluruh pekerjaan ARC telah membuka mata dan merangsang cara-cara baru dalam memandang reaktor fusi tokamak.
“Studi ARC dari konsep extended leg divertor menunjukkan bahwa aplikasi ke reaktor bukan tidak mungkin, seperti yang dikatakan orang lain,” kata Lipzchultz.
Lipschultz berharap pengembangan ini merangsang penelitian baru di tempat lain. Penelitian berkualitas sangat tinggi dari mahasiswa MIT telah menunjukkan jalan ke depan untuk reaktor tokamak.
Awal tahun ini, proposal MIT untuk jenis baru pabrik fusi akan dikeluarkan. Mereka membuat tujuan daya fusi praktis seperti dalam jangkauan.
Pekerjaan ini didukung oleh Departemen Sains dan Rekayasa Nuklir MIT, Departemen Energi, Yayasan Sains Nasional, dan Laboratorium Penelitian Listrik Mitsubishi. (Fandy)
(nfl)