Riset Efek Pemberian Platelet-Rich Plasma dengan Stem Cell Penderita Diabetes
A
A
A
JAKARTA - Sidang promosi dokteral Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengukuhan sebagai Doktor kepada Dr. dr. Karina, SpBP-RE, dengan mempertahankan disertasinya berjudul Efek Pemberian Platelet-Rich Plasma terhadap Angiogenesis Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cell Penderita Diabetes Melitus Tipe 2: Tinjauan In Vitro pada VEGF.
Penelitian mengenai efek pemberian Platelet-Rich Plasma terhadap Angiogenesis Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cell kepada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 tersebut, memiliki makna yang besar bagi dunia kedokteran di Indonesia mengingat
Data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun 2013.
“Diabetes melitus (DM) seperti kita ketahui bersama adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. WHO menempatkan DM sebagai penyakit nomor empat penyebab kematian terbanyak di dunia setelah penyakit kardiovaskular, kanker, dan penyakit pernafasan kronis. Berbagai penelitian epidemiologi memperkirakan jumlah penyandang DM akan terus meningkat di seluruh penjuru dunia,” tutur Dr. dr. Karina, SpBP-RE, di FKUI, Salemba Jakarta.
Sekitar 95% dari total kasus DM global adalah DM tipe 2. Terapi terstandar untuk DM tipe 2, dijelaskan oleh Dr. dr. Karina, SpBP-RE, meliputi perubahan pola hidup penderita yang dapat berlanjut ke terapi medikamentosa (obat). Keseluruhan terapi ini difokuskan untuk mencapai target glikemik, di mana pemeriksaan laboratorium berupa angka HbA1C dipakai sebagai acuan.
Pemanfaatan stem cell (sel punca) pada terapi DM sudah banyak dilakukan di seluruh dunia, dan sudah mulai banyak dilakukan di Indonesia. Meskipun demikian, penggunaan stem cell autologus untuk aplikasi klinis masih dianggap layak karena stem cell dapat diperoleh dalam jumlah banyak dengan mudah dari jaringan lemak tubuh pasien, serta meniadakan reaksi penolakan dari tubuh pasien.
Sebagai seorang klinisi bedah plastik yang bertanggung jawab atas pengambilan lemak dari tubuh pasien sebagai bahan sumber terapi stromal vascular fraction (stem cell tanpa kultur) autologus, Dr. dr. Karina, SpBP-RE mulai mencermati adanya perbedaan dari sel stromal pasien DM dibanding dengan pasien non DM.
Penelitian dimulai dengan membandingkan platelet rich plasma (PRP) dari donor sehat, donor DM, dan darah PMI yang sudah dianggap kadaluarsa, mengingat penelitian ini akan membutuhkan PRP dalam jumlah banyak sehingga lebih memungkinkan bila PRP diproses dari darah PMI.
“Di dunia medis, PRP sudah banyak digunakan untuk terapi kecantikan, anti aging dan penyembuhan luka, namun mengingat bahwa PRP yang diproses dengan baik adalah sumber berbagai faktor pertumbuhan (growth factors), maka dipikirkan untuk mencoba melakukan penambahan PRP dengan berbagai konsentrasi ke dalam medium kultur stem cell. Efek yang diharapkan terjadi adalah peningkatan jumlah dan kualitas stem cell, baik dari daya ketahanan hidup (survival), daya memperbanyak diri (proliferasi), ekspresi penanda stem cell, serta kemampuan stem cell untuk membentuk melakukan angiogenesis yang dilihat di Matrigel.” tegas Karenina.
Pada akhir penelitian ini diketahui bahwa pemberian PRP 15% ke dalam medium kultur stem cell DM, dapat meningkatkan kemampuan angiogenesis stem cell DM yang dilihat secara in vitro (di luar tubuh manusia), sehingga menjadi sebanding dengan stem cell non DM, namun dengan waktu pembentukan pembuluh darah yang lebih panjang.
Penelitian mengenai efek pemberian Platelet-Rich Plasma terhadap Angiogenesis Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cell kepada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 tersebut, memiliki makna yang besar bagi dunia kedokteran di Indonesia mengingat
Data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun 2013.
“Diabetes melitus (DM) seperti kita ketahui bersama adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. WHO menempatkan DM sebagai penyakit nomor empat penyebab kematian terbanyak di dunia setelah penyakit kardiovaskular, kanker, dan penyakit pernafasan kronis. Berbagai penelitian epidemiologi memperkirakan jumlah penyandang DM akan terus meningkat di seluruh penjuru dunia,” tutur Dr. dr. Karina, SpBP-RE, di FKUI, Salemba Jakarta.
Sekitar 95% dari total kasus DM global adalah DM tipe 2. Terapi terstandar untuk DM tipe 2, dijelaskan oleh Dr. dr. Karina, SpBP-RE, meliputi perubahan pola hidup penderita yang dapat berlanjut ke terapi medikamentosa (obat). Keseluruhan terapi ini difokuskan untuk mencapai target glikemik, di mana pemeriksaan laboratorium berupa angka HbA1C dipakai sebagai acuan.
Pemanfaatan stem cell (sel punca) pada terapi DM sudah banyak dilakukan di seluruh dunia, dan sudah mulai banyak dilakukan di Indonesia. Meskipun demikian, penggunaan stem cell autologus untuk aplikasi klinis masih dianggap layak karena stem cell dapat diperoleh dalam jumlah banyak dengan mudah dari jaringan lemak tubuh pasien, serta meniadakan reaksi penolakan dari tubuh pasien.
Sebagai seorang klinisi bedah plastik yang bertanggung jawab atas pengambilan lemak dari tubuh pasien sebagai bahan sumber terapi stromal vascular fraction (stem cell tanpa kultur) autologus, Dr. dr. Karina, SpBP-RE mulai mencermati adanya perbedaan dari sel stromal pasien DM dibanding dengan pasien non DM.
Penelitian dimulai dengan membandingkan platelet rich plasma (PRP) dari donor sehat, donor DM, dan darah PMI yang sudah dianggap kadaluarsa, mengingat penelitian ini akan membutuhkan PRP dalam jumlah banyak sehingga lebih memungkinkan bila PRP diproses dari darah PMI.
“Di dunia medis, PRP sudah banyak digunakan untuk terapi kecantikan, anti aging dan penyembuhan luka, namun mengingat bahwa PRP yang diproses dengan baik adalah sumber berbagai faktor pertumbuhan (growth factors), maka dipikirkan untuk mencoba melakukan penambahan PRP dengan berbagai konsentrasi ke dalam medium kultur stem cell. Efek yang diharapkan terjadi adalah peningkatan jumlah dan kualitas stem cell, baik dari daya ketahanan hidup (survival), daya memperbanyak diri (proliferasi), ekspresi penanda stem cell, serta kemampuan stem cell untuk membentuk melakukan angiogenesis yang dilihat di Matrigel.” tegas Karenina.
Pada akhir penelitian ini diketahui bahwa pemberian PRP 15% ke dalam medium kultur stem cell DM, dapat meningkatkan kemampuan angiogenesis stem cell DM yang dilihat secara in vitro (di luar tubuh manusia), sehingga menjadi sebanding dengan stem cell non DM, namun dengan waktu pembentukan pembuluh darah yang lebih panjang.
(wbs)