Pembersih Sampah Plastik di Lautan Mulai Beroperasi

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 12:05 WIB
Pembersih Sampah Plastik...
Pembersih Sampah Plastik di Lautan Mulai Beroperasi
A A A
ROTTERDAM - Sistem pengumpul sampah berukuran besar yang didesain untuk membersihkan plastik yang mengambang di Samudera Pasifik akhirnya mulai beroperasi kemarin.

Lembaga nonprofit asal Belanda, Ocean Cleanup menyatakan prototype terbaru itu dapat menangkap dan mengumpulkan sampah berbagai ukuran, mulai yang berukuran besar, potongan jaring nelayan, hingga mikroplastik kecil yang berukuran 1 milimeter.

“Hari ini, saya sangat bangga berbagi dengan Anda bahwa kami sekarang mengumpulkan plastik,” tutur pendiri dan CEO Ocean Cleanup Boyan Slat saat konferensi pers di Rotterdam.

Ocean Cleanup membuat peralatan penghalang berbentuk U dengan rok seperti jaring yang tergantung ke bawah permukaan laut. Peralatan itu bergerak bersama arus laut dan mengumpulkan sampah-sampah plastik yang berada di sepanjang jalurnya. Ikan dan binatang laut lainnya dapat berenang ke bawah alat itu agar tak terperangkap.

Desain baru itu ditambah dengan jangkar parasut untuk memperlambat pergerakan alat dan menambah ukuran garis gabus di bagian atas rok untuk menjaga plastik tetap terkumpul di dalam alat itu. Peralatan itu telah dikerahkan di Great Pacific Garbage Patch atau Tempat Sampah Pasifik Besar yakni konsentrasi sampah yang berada di antara Hawaii dan California yang berukuran dua kali luas wilayah Texas atau tiga kali luas negara Prancis.

Ocean Cleanup berencana membangun armada peralatan itu dan memprediksi dapat mengurangi jumlah sampah hingga setengahnya setiap lima tahun. “Kumpulan sampah itu terbentuk oleh arus laut yang disebut “pilin” yang menarik sampah di laut ke satu lokasi,” ungkap Badan Lautan dan Atmosfer Nasional (NOAA). Beberapa kumpulan sampah itu ada di berbagai samudera di dunia.

Selama pengembangan alat itu terjadi beberapa kendala sejak sistem itu berlayar dari San Francisco pada September 2018. Pada Desember, kelompok itu mengumumkan bahwa sistem itu tidak dapat mengumpulkan sampah.

Lalu salah satu bagian alat itu terlepas pada Januari dan seluruh peralatan harus ditarik kembali ke pantai, bersama sampah 2 ton yang sudah terkumpul. Sistem baru kemudian diluncurkan pada Juni dan setelah beberapa kali uji coba, peralatan itu pun dapat beroperasi seperti yang diinginkan.

“Kami sekarang memiliki sistem mandiri di Tempat Sampah Pasifik Besar yang menggunakan kekuatan laut alami untuk secara pasif menangkap dan mengumpulkan plastik, itulah prinsip paling penting di balik sistem pembersih lautan,” tutur Slat.

Meski demikian, masih ada beberapa kendala yang harus diatasi sebelum sistem itu dapat ditingkatkan skalanya. “Sistem akhir harus dapat bertahan selama beberapa tahun dalam kondisi lautan yang sulit dan dapat menahan plastik selama beberapa bulan selama pengumpulan sampah, agar rencana itu dapat layak secara keuangan,” ungkap Slat.

Tujuan teknologi ini ialah membersihkan jutaan ton sampah plastik di samudra. Meski demikian, teknologi ini didesain untuk secara kreatif membiarkan lautan membersihkan dirinya sendiri.

“Mengatasi masalah sampah lautan dunia merupakan salah satu tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi umat manusia hari ini,” papar Slat di laman Ocean Cleanup. “Ini tidak hanya akan menjadi pembersihan pertama yang berkontribusi pada perairan dan pantai yang lebih bersih, tapi secara simultan menjadi langkah penting ke depan dari tujuan kita membersihkan Great Pacific Garbage Patch,” papar Slat. “Pengembangan ini akan memungkinkan kita mempelajari sistem itu secara efisien dan memiliki daya tahan sepanjang waktu,” ungkap Slat.

Saat sampah plastik tertangkap, peralatan akan memusatkannya di permukaan air di sepanjang dinding agar dapat dengan mudah diambil dan didaur ulang. Perusahaan itu memperkirakan jaring pembersih sepanjang 100 kilometer dapat memindahkan 42% Great Pacific Garbage Patch selama 10 tahun, atau total sampah plastik 70.320.000 kilogram.

Peralatan ini dapat dipasang di penjuru dunia untuk mengatasi delapan juta ton sampah plastik di samudra.

Slat memiliki tim yang terdiri atas 100 pakar laut, insinyur angkatan laut, penerjemah dan desainer untuk mengembangkan teknologi tersebut. Dia memulai Ocean Cleanup dengan kampanye crowd funding yang mengumpulkan dana USD2 juta.

Para pakar telah memperingatkan bahaya sampah plastik bagi binatang laut. “Kita tenggelam oleh sampah kita sendiri dan ini berbahaya bagi kehidupan laut,” ungkap peneliti dari Universitas Georgia di Amerika Serikat (AS) Dr Jenna Jambeck.

Kura-kura dapat menganggap kantung plastik sebagai ubur-ubur dan memakannya. Kantong plastik itu kemudian mengganggu pencernaannya dan mengakibatkan kura-kura itu mati.

Burung-burung laut juga sering menganggap plastik yang mengapung sebagai makanan. Lebih dari 90% burung camar yang ditemukan mati di sekitar Laut Utara memiliki plastik di perutnya.

Sampah plastik juga dikhawatirkan merusak kesehatan manusia yang memakan ikan yang mengonsumsi plastik. Banyak peneliti di berbagai universitas memperkirakan antara 4,7 juta dan 12,7 juta ton plastik ada di lautan dunia pada 2010.

Perkiraan terbaik ialah sampah plastik di laut mencapai 8 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah setiap tahun. Antara 2010 dan 2025, sekitar 155 juta ton plastik dibuang di lautan. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1394 seconds (0.1#10.140)