Larva Ubah Sampah Organik Bernilai Ekonomis

Sabtu, 21 Desember 2019 - 11:15 WIB
Larva Ubah Sampah Organik Bernilai Ekonomis
Larva Ubah Sampah Organik Bernilai Ekonomis
A A A
Mengubah sampah organik menjadi nilai ekonomis rasanya mustahil bagi sebagian orang. Namun, hal itu justru tidak berlaku bagi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang mampu mengubah sampah organik menjadi nilai ekonomis dengan memanfaatkan larva untuk memakan sampah organik dan sebagai pakan hewan ternak.

Bagi sebagian orang, sampah adalah sesuatu menjijikkan dengan bau menyengat yang tidak sedap. Sampah-sampah ini kemudian dibuang begitu saja ke tempat penampungan sampah tanpa ada kesadaran untuk mengelolanya.

Kali ini, para mahasiswa dari ITS Surabaya membuat inovasi yang dapat mengurangi jumlah sampah. Mereka menyebutnya dengan Nyampah Corp yang berkonsentrasi mengolah sampah organik menjadi bernilai ekonomis.

Abu Muslim Aljauhari atau yang dikenal dengan Aal, CEO Perusahaan Rexic, menjelaskan bahwa Nyampah Corp merupakan program wirausaha sosial (socialenterprise). Perusahaan Rexic sendiri merupakan binaan dari unit Pelaksana Teknis (UPT) Inkubator ITS dan Subdirektorat Pengembangan Karier dan Kewirausahaan Mahasiswa (PK2M) ITS.

“Nyampah Corp ini sebenarnya pengelolaan sampah organik di permukiman, dirukun warga dalam skala kecil untuk rumah, jadi nyasarke perumahan,” kata Aal.

Aal menuturkan bahwa warga bisa mengelola sampah di rumah masing-masing, yang pada setiap kotak sampah sudah diberikan bibit larva. “Jadi, kami pakai larva organik blacksoldierfly (BSF) untuk memakan sampah organik yang dikasihkan warga di kotak itu, 10 hari kemudian akan dipanen dan dijual ke kami,” tambahnya.

Sebagian besar masyarakat belum mengenal apa itu larva lalat tentara hitam atau BSF. Aal dan kawan-kawan memberikan edukasi kepada masyarakat sebelum menjalankan program pengelolaan sampah.

“Kami memberikan pelatihan tentang program ini karena banyak masyarakat yang tidak mengetahui program ini, apalagi larvakan belum banyak yang tahu, sehingga perlu dikenalkan kepada masyarakat sekitar,” katanya.

Aal cukup memberikan pelatihan sekali kepada masyarakat karena jika berdasarkan teori, ini mudah untuk dilakukan. Namun pada kenyataannya, praktik membutuhkan waktu yang lebih lama karena harus memberikan pelatihan secara teknis.

Setelah pelatihan, Aal dan tim akan melakukan pengecekan minimal seminggu sekali untuk melihat perkembangan larva dan sampah. Pengecekan ini untuk mengetahui apakah masyarakat sudah melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang telah diberikan.

Larva sebagai pemakan sampah organik telah diketahui sejak lama. Namun, larva digunakan sebagai pakan ternak baru-baru ini ditemukan. Penemuan ini telah dilakukan di Swiss sekitar 3 sampai 4 bulan lalu. Mereka menggunakan inkubator untuk membudidayakan larva ini.

“Ternyata resep ini cocoknya di tropis, kalau di Swiss kan harus pakai inkubator harus kontan, jadi mereka lebih banyak cost-nya,” ungkapnya.

Aal menceritakan saat salah satu pendiri program ini yang merupakan seorang pengusaha lele merasa harga pakan lele sangatlah mahal. Bukan hanya dia, sebagian besar peternak lele, ayam, dan bebek merasakan hal yang sama dengan tingginya harga pakan.

“Kadang juga mahal karena impor,sehingga harganya itu ikut dolar. Itu menjadi masalah tersendiri bagi peternak ayam, bebek atau yang lainnya,” tambah pria asal Lamongan itu.

Mahalnya harga pakan ternak membuat mahasiswa ITS itu mencaripakan alternatif. Mereka mencari diinternet dan menemukan “larva” sebagai pakan pengganti pabrikan.“Banyak yang mencari (larva) secara manual, yaitu mencari di alam dan di pekarangan (rumah), termasuk cara menangkapnya juga secara manual,” katanya.

Aal juga melihat banyaknya usaha ayam yang tutup karena tidak terlalu menguntungkan akibat harga pakan tinggi. Pakan mempengaruhi 70% keberhasilan dari panen. “Ternyata pakan yang paling mahal itu di proteinnya, dan ketika protein itu murah maka pakan juga akan murah lagi,” tambah Aal.

Larva memiliki kandungan protein yang melimpah bagi hewan ternak dan harganya pun lebih murah dari pakan yang dijual dipasaran. Pakan ternak di pasaran biasanya hanya memiliki kandungan protein sebesar 20%, sedangkan protein pada larva BSF bisa mencapai 40%, sehingga bisa digunakan untuk campuran pelet.

Saat ini permintaan larva di Jawa Timur mencapai 1,5 ton per hari. Banyaknya permintaan ini masih belum dapat dipenuhi karena perusahaan tersebut masih dalam tahap pengembangan.

Larva BSF merupakan hal baru bagi para peternak hewan, sehingga banyak yangingin mencoba membudidayakan atau hanya membeli bibitnya.Berbeda dengan perusahaan yang didirikan mahasiswa ITS ini, yang mampu menjual bibit BSF ke orang lain.

“Banyak sekali orang yang punya banyak sampah, tapi mereka tidak bisa membibitkannya. Pokoknya susah banget. Karena tidak mau ribet, mereka tinggal beli larvanya saja,” katanya.

Baik bibit maupun larva yang siap panen memiliki harga yang beragam disetiap daerah. Para petani larva dapat menentukan harganya sendiri karena belum ada market leader dalam skala besar, seperti harga di Jawa Barat lebih mahal dibandingkan harga di Jawa Timur.

“Bibit larva ini kami jual dalam bentuk telur dengan harga per gramnya Rp5.000. Di Jawa Timur, kalau beli skala besar Rp5.000,kalau cuma satu atau dua gram saja harganya Rp15.000,” tambahnya.

Perusahaan Rexic dimulai dari usaha mahasiswa yang ingin menggeluti bidang lingkungan. Namun, pada saat mereka butuh modal, mereka mengikuti lomba yang diselenggarakan beberapa kampus, mulai ITS, inkubator, hingga internasional. Rexic memiliki komisaris yang mempunyai tugas untuk mencari investor.

“Nah, selesai lomba karena banyak investor yang banyak masuk, ya memang saat ini banyak yang mau mendanai proyek kita, dan kami punterima,” kata mahasiswa ITS itu.

Rexic telah mengelola sampah organik didua tempat, yakni Surabaya dan Malang. Kedua tempat ini masih menjadi fokus perusahaan karena masih dalam tahap pengembangan.“Fokus kami itu di pembibitan dan menyuplai bibit-bibit di proyek-proyek kami, kandi sejumlah proyek itu butuh bibit. Nah, kami menyuplai bibit saja dan dari proyek-proyek itu kanmenghasilkan larva-larva, itu kami beli lagi dan kami jual lagi," tambahnya.

Dalam mengelola bisnis skala besar, Rexic membuat tempat penampungan dalam jumlah banyak dan bertingkat. Jumlah itu disesuaikan dengan kebutuhan penampungan sampah yang mencapai tiga ton per hari.

Aal mencontohkan jika ada sampah sebanyak satu ton, larva akan memakan sampah sebanyak 80% dan sisanya berbentuk kompos. Satu ton sampah akan menghasilkan 200 kg larva dan 200 kg kompos.

“Kami buat rak-rakan, satu rak itu bisa menampung hingga 250 kg larva, jadi total sampai 10 hari itu bisa sampai 1 ton larva,” katanya.

Pengelolaan sampah bukanlah sesuatuyang mudah dilakukan. Semuanya membutuhkan tenaga, peralatan, lahan, investasi, dan pemasaran. Aal mendapatkan berbagai penawaran di beberapa daerah untuk mengelola sampah organik, termasuk dari rekannya sendiri yang menjadi suplai bahan pokok untuk partnernya.

Namun, dia masih fokus untuk menjalankan program ini di rumah pemotongan hewan. “Dia (teman Aal) juga kan main disuplaibahan pokok mitranya dan setiap mitranya kan pasti buang sampah, ditawarin di Bekasi,” ungkapnya.

Aal mengungkapkan bahwa rumah pemotongan hewan (RPH) sendiri memiliki anggaran pengelolaan sampah sebesar Rp350 juta. “Itu Cuma dikirim saja ke tempat pembuangan akhir,” tambah Aal.

Nyampah Corp sudah mengalami pergantian anggota beberapa kali, namun bukan berarti Nyampah Corp semakin lemah. Aal justru percaya bahwa pergantian anggota merupakan hal yang wajar untuk sebuah startup dan membuat Nyampah Corp semakin matang.

Aal menjalankan program Nyampah Corp bersama dengan rekan-rekannya yang memiliki kepedulian terhadap masalah lingkungan. Mereka ingin adanya perubahan yang lebih besar dalam mengembangkan bisnis larva BSF. Mereka tentu pernah mengalami kesulitan dalam membangun program Nyampah Corp.

Namun berkat bimbingan PK2M ITS, UPT Inkubator, dan alumni ITS, Nyampah Corp mampu bertahan dan berkembang hingga saat ini. “Kedepannya, kami berharap Nyampah Corp mampu memperluas kebermanfaatan dan memperbanyak jaringan kemitraan dan kerja sama,” tutupnya. (Fandy)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7732 seconds (0.1#10.140)