Mahasiswa ITS Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik Untuk Bantu UMKM
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil menciptakan sebuah prototipe untuk mengolah limbah batik yang sering menjadi masalah bagi lingkungan sekitar. Melaluiprogram pengabdian masyarakat, sejumlah mahasiswa dan dosen ITS membantu para pengrajin batik dalam mengolah limbah batik berbahaya sebelum dibuang ke lingkungan.
Batik merupakan salah satu warisan nusantara yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki motif batik berbeda-beda yangmenggambarkan asal batik tersebut. Sebagai salah satu warisan budaya, beberapa pelaku usaha memproduksi batik untuk meningkatkan ekonomi dan menjaga warisan budaya tersebut. Namun, dalam proses pembuatan batik sering kali mengalami keterbatasan dalam mengolah limbahnya, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Limbah kimia hasil proses pewarnaan batik sangat berbahaya bagi lingkungan. Berkaca dari hal tersebut, mahasiswa ITS bertekat membantu para pengrajin batik dalam mengatasi limbah produksi batik. Mereka menciptakan alat pengolah limbah batik untuk pelaku UMKM. (Baca: Robot Sepak Bola ITS Adu Tangkas di Taiwan dan Vietnam)
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITS mengadakan kuliah lapangan berbasis pengabdian masyarakat. Salah satu produk yang diluncurkan adalah prototipe pengolah limbah batik karya kelompok tiga yang diberikan ke UMKM San Ros Batik pada akhir 2019 lalu.
Aditya Mardiansyah, mahasiswa sekaligus ketua kelompok menjelaskan, para pengrajin batik harus melalui proses pewarnaan menggunakan pewarna tekstil dalam proses produksi batik. “Penggunaan pewarna tekstil sintetis dan proses lainnya, seperti proses penghilangan lilin, perendaman, serta pembilasan akan menghasilkan zat-zat sisa seperti ceceran sisa lilin maupun sisa air pewarnaan,” kata Aditya.
Zat sisa tersebut, katanya, menghasilkan limbah residu kaya pewarna reaktif dan bahan kimia yang bisa mencemari lingkungan. Karena itu, pengolahan limbah diperlukan sebelum zat tersebut dibuang begitu saja ke lingkungansekitar.
“Ada suatu kasus di mana pohon pepaya yang secara tidak sengaja tersirami air limbah batik menjadi pahit rasa buahnya, padahal sebelumnya rasa buahnya tidak demikian,” ungkapnya.
Melihat dampak limbah batik, sebanyak 27 mahasiswa berkontribusi dalam pembuatan alat pengolah limbah yang bisa memecahsenyawa kompleks dalam limbah menjadi senyawa sederhana, yaitu H2O (air) dan CO2 (karbon dioksida), yang sudah aman jika dibuang langsung ke lingkungan. Mereka dibimbing oleh dosen Dr Eng Widiyastuti, ST,MT, dan Dr Suci Madhania, ST, MT.
Mahasiswa ITS membuat alat pengolah limbah yang mudah digunakan oleh pengrajin batik UMKM. Rancangan yang dibuat menggunakan metode elektro degradasi, yaitu perlakuan terhadap polutan yang bisa memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. “Kami menggunakan prinsip elektrolisis, di mana perlu elektrolit, elektroda dan sumber listrik,” kata Aditya.
Cara kerja alat ini tidak rumit, karena pengguna hanya memasukkan limbah ke dalam tabung akrilik. Setelah itu, elektroda dalam alat akan bekerja mendegradasikan limbah.
“Lamanya pengolahan bervariasi tergantung banyaknya limbah yang dituang, paling cepat 2-3 jam, kalau banyak bisa ditinggal semalaman,” katanya.
Ada perbedaan yang menunjukkan limbah batik sebelum dan setelah diolah. Limbah yang sebelumnya berwarna hijau dengan lapisan lilin di dalamnya berubah menjadi keruh setelah diolah. Perubahan warna dan menghasilkan endapan merupakan tanda bahwa limbah sudah tidak lagi berbahaya bagi lingkungan atau layak dibuang.
Aditya menuturkan, alat yang dibangun selama kurang lebih empat bulan ini diklaim memiliki banyak keuntungan dengan menggunakan teknologi elektrolisis dibandingkan dengan teknologi lainnya. Metode ini memiliki nilai kompatibel terhadap lingkungan, efisien energi, aman, dan biayanya terjangkau, sehingga dinilai pas untuk digunakan para pelaku UMKM.
Selain mudah digunakan, perawatan alat pengolah limbah batik juga mudah dilakukan. Pengguna cukup menguras tangki dan membersihkan dengan peralatan yang mudah dijumpai, seperti kain pembersih.
Berbicara masalah listrik, pengguna tidak perlu takut dengan beban listrik akibat penggunaan alat ini. Pasalnya, daya listrik yang digunakan sangatlah rendah, hanya 10 watt. “Jadi, bisa diibaratkan pengrajin batik seperti memasang satu lampu tambahan saja di rumahnya,” kata pemuda asal Malang ini.
Salah satu pengrajin batik UMKM, Roestiniangsih, mengaku senang dan terbantu dengan inovasi ITS untuk membantu masyarakat. Ia merasa beruntung karena telah didatangi oleh tim dari ITS. “Bermanfaat sekali. Dengan adanya alat ini saya bisa membuang limbah saya tanpa takut mengganggu lingkungan sekitar,” katanya.
Roestianingsih yang bermukim di Sutorejo, Surabaya, ini telah mengawali usaha batik sejak 2012 lalu. Ia berharap karya mahasiswa ITS tersebut bisa terus dikembangkan, mengingat industri batik yang memang sulit dipisahkan dengan proses yang menghasilkan limbah.
Ke depan, Aditya mengatakan, timnya ingin melakukan pengembangan alat pengolah limbah batik untuk meningkatkan efisiensi alat dan menambah fitur otomatis pada alat. Ia juga berharap bahwa alat ciptaan timnya ini bisa membantu UMKM dalam proses usaha mereka dan memberikan kontribusi untuk menjaga lingkungan. “Karena ini masih prototipe, kami harap ke depannya alat ini dapat disempurnakan lagi,” katanya. (Fandy)
Batik merupakan salah satu warisan nusantara yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia. Setiap daerah di Indonesia memiliki motif batik berbeda-beda yangmenggambarkan asal batik tersebut. Sebagai salah satu warisan budaya, beberapa pelaku usaha memproduksi batik untuk meningkatkan ekonomi dan menjaga warisan budaya tersebut. Namun, dalam proses pembuatan batik sering kali mengalami keterbatasan dalam mengolah limbahnya, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Limbah kimia hasil proses pewarnaan batik sangat berbahaya bagi lingkungan. Berkaca dari hal tersebut, mahasiswa ITS bertekat membantu para pengrajin batik dalam mengatasi limbah produksi batik. Mereka menciptakan alat pengolah limbah batik untuk pelaku UMKM. (Baca: Robot Sepak Bola ITS Adu Tangkas di Taiwan dan Vietnam)
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITS mengadakan kuliah lapangan berbasis pengabdian masyarakat. Salah satu produk yang diluncurkan adalah prototipe pengolah limbah batik karya kelompok tiga yang diberikan ke UMKM San Ros Batik pada akhir 2019 lalu.
Aditya Mardiansyah, mahasiswa sekaligus ketua kelompok menjelaskan, para pengrajin batik harus melalui proses pewarnaan menggunakan pewarna tekstil dalam proses produksi batik. “Penggunaan pewarna tekstil sintetis dan proses lainnya, seperti proses penghilangan lilin, perendaman, serta pembilasan akan menghasilkan zat-zat sisa seperti ceceran sisa lilin maupun sisa air pewarnaan,” kata Aditya.
Zat sisa tersebut, katanya, menghasilkan limbah residu kaya pewarna reaktif dan bahan kimia yang bisa mencemari lingkungan. Karena itu, pengolahan limbah diperlukan sebelum zat tersebut dibuang begitu saja ke lingkungansekitar.
“Ada suatu kasus di mana pohon pepaya yang secara tidak sengaja tersirami air limbah batik menjadi pahit rasa buahnya, padahal sebelumnya rasa buahnya tidak demikian,” ungkapnya.
Melihat dampak limbah batik, sebanyak 27 mahasiswa berkontribusi dalam pembuatan alat pengolah limbah yang bisa memecahsenyawa kompleks dalam limbah menjadi senyawa sederhana, yaitu H2O (air) dan CO2 (karbon dioksida), yang sudah aman jika dibuang langsung ke lingkungan. Mereka dibimbing oleh dosen Dr Eng Widiyastuti, ST,MT, dan Dr Suci Madhania, ST, MT.
Mahasiswa ITS membuat alat pengolah limbah yang mudah digunakan oleh pengrajin batik UMKM. Rancangan yang dibuat menggunakan metode elektro degradasi, yaitu perlakuan terhadap polutan yang bisa memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. “Kami menggunakan prinsip elektrolisis, di mana perlu elektrolit, elektroda dan sumber listrik,” kata Aditya.
Cara kerja alat ini tidak rumit, karena pengguna hanya memasukkan limbah ke dalam tabung akrilik. Setelah itu, elektroda dalam alat akan bekerja mendegradasikan limbah.
“Lamanya pengolahan bervariasi tergantung banyaknya limbah yang dituang, paling cepat 2-3 jam, kalau banyak bisa ditinggal semalaman,” katanya.
Ada perbedaan yang menunjukkan limbah batik sebelum dan setelah diolah. Limbah yang sebelumnya berwarna hijau dengan lapisan lilin di dalamnya berubah menjadi keruh setelah diolah. Perubahan warna dan menghasilkan endapan merupakan tanda bahwa limbah sudah tidak lagi berbahaya bagi lingkungan atau layak dibuang.
Aditya menuturkan, alat yang dibangun selama kurang lebih empat bulan ini diklaim memiliki banyak keuntungan dengan menggunakan teknologi elektrolisis dibandingkan dengan teknologi lainnya. Metode ini memiliki nilai kompatibel terhadap lingkungan, efisien energi, aman, dan biayanya terjangkau, sehingga dinilai pas untuk digunakan para pelaku UMKM.
Selain mudah digunakan, perawatan alat pengolah limbah batik juga mudah dilakukan. Pengguna cukup menguras tangki dan membersihkan dengan peralatan yang mudah dijumpai, seperti kain pembersih.
Berbicara masalah listrik, pengguna tidak perlu takut dengan beban listrik akibat penggunaan alat ini. Pasalnya, daya listrik yang digunakan sangatlah rendah, hanya 10 watt. “Jadi, bisa diibaratkan pengrajin batik seperti memasang satu lampu tambahan saja di rumahnya,” kata pemuda asal Malang ini.
Salah satu pengrajin batik UMKM, Roestiniangsih, mengaku senang dan terbantu dengan inovasi ITS untuk membantu masyarakat. Ia merasa beruntung karena telah didatangi oleh tim dari ITS. “Bermanfaat sekali. Dengan adanya alat ini saya bisa membuang limbah saya tanpa takut mengganggu lingkungan sekitar,” katanya.
Roestianingsih yang bermukim di Sutorejo, Surabaya, ini telah mengawali usaha batik sejak 2012 lalu. Ia berharap karya mahasiswa ITS tersebut bisa terus dikembangkan, mengingat industri batik yang memang sulit dipisahkan dengan proses yang menghasilkan limbah.
Ke depan, Aditya mengatakan, timnya ingin melakukan pengembangan alat pengolah limbah batik untuk meningkatkan efisiensi alat dan menambah fitur otomatis pada alat. Ia juga berharap bahwa alat ciptaan timnya ini bisa membantu UMKM dalam proses usaha mereka dan memberikan kontribusi untuk menjaga lingkungan. “Karena ini masih prototipe, kami harap ke depannya alat ini dapat disempurnakan lagi,” katanya. (Fandy)
(ysw)