Tahun 2027, Dunia Akan Dibanjiri 1,3 Triliun Sampah Plastik Sachet

Jum'at, 06 Maret 2020 - 16:15 WIB
Tahun 2027, Dunia Akan...
Tahun 2027, Dunia Akan Dibanjiri 1,3 Triliun Sampah Plastik Sachet
A A A
JAKARTA - Berdasarkan laporan terbaru Greenpeace berjudul “Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution Solutions”, sebanyak 855 miliar sachet terjual di pasar global pada tahun ini. Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50% dan diprediksi jumlah kemasan sachet yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada 2027.

Dalam diskusi Hari Peduli Sampah Nasional, Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, mengatakan, pada 2030, kemasan sachet ini sudah harus jadi monolayer dan mendorong produsen berinvestasi dalam penggunaan daur ulang.

“Karena plastik multilayer itu sulit di daur ulang. Inisiatif penggunaan kemasan daur ulang selama ini baru datang dari masyarakat, bukan dari produsen. Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan,” ungkap Atha.

Dia menjelaskan, perilaku konsumsi masyarakat sendiri dibentuk oleh industri. Produsen selalu beralasan mereka memproduksi kemasan sachet karena daya beli konsumen adalah sachet. Sementara sampah sachet atau plastik multilayer nilai ekonomisnya sangat rendah. Akibatnya, pemulung cenderung mengabaikan sampah jenis ini dan hanya memungut plastik jenis PET karena dapat dijual kembali dengan harga tinggi untuk industri daur ulang.

Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Pris Polly Lengkong, mengatakan, tidak berharganya sachet di mata pemulung mengingat belum ada pihak yang berniat mendirikan pabrik atau industri daur ulang untuk sampah sachet atau kemasan multilayer. IPI memprediksi sampah plastik jenis sachet akan menumpuk pada 2027 jika tak segera diatasi.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Justin Wiganda, mengatakan, kebutuhan industri daur ulang terhadap produk multilayer sangat kecil. "Kita tidak punya data yang pasti, tapi bisa dibilang angkanya kurang dari 1%," sebut Justin.

Padahal, beber dia, kebijakan pelarangan plastik sekali pakai seperti kantong kresek yang saat ini sedang digagas pemerintah kebutuhan daur ulangnya cukup besar. Sedangkan kemasan sachet atau multilayer yang kebutuhan daur ulangnya sangat kecil justru tidak dilarang.

Menimbang masalah ini, pengamat persampahan, Sri Bebassari, mengatakan, produsen memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah sachet yang mereka hasilkan. “Kita seharusnya mengacu pada Pasal 15 Undang-Undang No 18 tentang Pengelolaan Sampah. Di situ disebutkan bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan dari produk yang mereka buat,” tukas Sri.

Sri mencontohkan, salah satu produk mi instan diproduksi tiap tahun sebanyak 17 miliar. Yang harus dipikirkan bersama adalah bagaimana caranya supaya yang 17 miliar itu tidak ngalir ke tempat pembuangan akhir. Atau plastis tersebut bisa didaur ulang untuk digunakan kembali.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang memiliki wewenang dalam memberi izin produksi dinilai sebagai pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab. “Seharusnya, pada saat produsen meminta izin produksi, Kemenperin harus lebih dulu meminta semacam proposal dari industri tentang rencana atau strategi setelah barang mereka dikonsumsi,” cetusnya.

Sarjana Teknik Lingkungan ITB menegaskan, strategi ini harus bisa menjawab solusi dari persoalan potensi sampah yang akan dihasilkan produknya. Jika produsen tidak punya strategi, maka Kemenperin seharusnya tidak memberikan izin produksi kepada mereka.

Kemenperin harus didorong menjadi garda paling depan dalam meminimalisir potensi sampah dari kemasan sachet. Jadi seharusnya Kemenperin sejak awal menjaga betul tentang tanggung jawab produsen ini.

“Supaya mereka itu tidak cuma asal jualan, tapi pikirkan juga dong apa yang harus dilakukan dengan kemasan plastik yang mereka produksi,” ujarnya.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1467 seconds (0.1#10.140)