Peneliti Sebut Virus Corona Kebal Perubahan Suhu Musiman
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 19:36 WIB
JAKARTA - Virus Corona kebal terhadap perubahan suhu musiman. Peneliti yang mempelajari tahap awal pandemik menyatakan, kedatangan musim semi dan musim panas tidak memperlambat penularan SARS-CoV-2. (Baca juga: Breaking News: Valentino Rossi Positif Terinfeksi Virus Corona )
Sebagai perbandingan, virus influenza bertahan lebih lama di luar tubuh di udara dingin dan kering daripada di lingkungan yang lebih hangat dan lembab. Kondisi ini memberi mereka kesempatan menginfeksi lebih banyak orang di musim dingin daripada di musim semi dan musim panas.
Penelitian telah memberikan gambaran yang beragam tentang apakah virus Corona baru menunjukkan perilaku serupa. Untuk melihat bagaimana perubahan musim memengaruhi penyebaran virus di China, Canelle Poirier dan Mauricio Santillana di Harvard Medical School di Boston, Massachusetts, dan rekan mereka membuat model yang menggabungkan data dari China yang dikumpulkan antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari.
Data tersebut mencakup jumlah kasus COVID-19, kondisi cuaca, dan informasi tentang perjalanan domestik. Model tersebut juga memperhitungkan lockdown yang dilakukan oleh pemerintah.
Tim menemukan bahwa cuaca saja tidak dapat menjelaskan variabilitas penyebaran virus, yang berlanjut di wilayah China dengan iklim tropis serta daerah dingin dan kering. (Baca juga: Keluhan Pemuda yang Mudah Terangsang: Beda Mani, Madzi, dan Wadi )
Sebagai perbandingan, virus influenza bertahan lebih lama di luar tubuh di udara dingin dan kering daripada di lingkungan yang lebih hangat dan lembab. Kondisi ini memberi mereka kesempatan menginfeksi lebih banyak orang di musim dingin daripada di musim semi dan musim panas.
Penelitian telah memberikan gambaran yang beragam tentang apakah virus Corona baru menunjukkan perilaku serupa. Untuk melihat bagaimana perubahan musim memengaruhi penyebaran virus di China, Canelle Poirier dan Mauricio Santillana di Harvard Medical School di Boston, Massachusetts, dan rekan mereka membuat model yang menggabungkan data dari China yang dikumpulkan antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari.
Data tersebut mencakup jumlah kasus COVID-19, kondisi cuaca, dan informasi tentang perjalanan domestik. Model tersebut juga memperhitungkan lockdown yang dilakukan oleh pemerintah.
Tim menemukan bahwa cuaca saja tidak dapat menjelaskan variabilitas penyebaran virus, yang berlanjut di wilayah China dengan iklim tropis serta daerah dingin dan kering. (Baca juga: Keluhan Pemuda yang Mudah Terangsang: Beda Mani, Madzi, dan Wadi )
(iqb)
tulis komentar anda