Gelapkan Eropa, Letusan Dahsyat Gunung Samalas di Lombok Ubah Dunia
Minggu, 10 Oktober 2021 - 10:12 WIB
Menurut perhitungan tim Lavigne, Gunung Samalas -lah yang menjadi kandidat terkuat dari ‘erupsi misterius’ tersebut. Hal ini dikarenakan ada catatan erupsinya dalam historiografi tradisionalBabad Lombok. Di bait ke-274 dan ke-275 dari Babad Lombok ini adalah gambaran paling jelas tentang letusan Gunung Samalas pada 1257.
Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.
Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di Leneng, diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
Babad tersebut juga telah dikonfirmasi pula oleh dua sumber kronik sezaman dari Perancis dan Inggris. Dari kronik-kronik Eropa diketahui terjadinya anomali cuaca di Eropa bagian utara dan barat. Anomali itu berupa suhu kala musim panas dan menghangatkan cuaca di musim dingin sekitar tahun 1257 – 1258.
“Menghangatnya musim dingin di wilayah kontinen belahan utara jadi dikenali sebagai respon dinamis atmosfer tersebab lontaran sulfur pekat di daerah tropis, itu bukti atas perkiraan letusan pada 1257. Persebaran deposit tephra (lontaran material vulkanik saat erupsi) Gunung Samalas yang mengarah ke barat kompatibel dengan waktu berhembusnya angin timur yang biasa dimanfaatkan untuk pelayaran dagang yang terjadi selama musim kemarau. Data ini memberi perkiraan bahwa erupsi terjadi antara Mei hingga Oktober 1257,” tulis Tim Lavigne di bagian akhir makalahnya.
Sayangnya pada saat itu, data-data, dokumentasi, atau penelitian sejarah dan arkeologi di lingkungan kompleks Gunung Samalas atau Rinjadi sangat minim. Maka dari itu, temuan ini membuka kembali ide-ide penelitian tentang karakteristik letusan besar di kawasan tersebut.
Sehingga paling tidak dalam 1.000 tahun ke belakang harus diteliti lebih lanjut pola migrasi kerajaan, kebudayaan, dan populasi penduduk di kawasan tersebut di masa lalu.
Dalam kasus Gunung Samalas , kita bisa melihat bagaimana letusan yang terjadi mengakibatkan bencana hingga ke benua Eropa. Tidak hanya Eropa, belahan bumi lain juga mungkin mengalami hal serupa. Namun belum ada penelitian yang membuktikannya
Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.
Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di Leneng, diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
Babad tersebut juga telah dikonfirmasi pula oleh dua sumber kronik sezaman dari Perancis dan Inggris. Dari kronik-kronik Eropa diketahui terjadinya anomali cuaca di Eropa bagian utara dan barat. Anomali itu berupa suhu kala musim panas dan menghangatkan cuaca di musim dingin sekitar tahun 1257 – 1258.
“Menghangatnya musim dingin di wilayah kontinen belahan utara jadi dikenali sebagai respon dinamis atmosfer tersebab lontaran sulfur pekat di daerah tropis, itu bukti atas perkiraan letusan pada 1257. Persebaran deposit tephra (lontaran material vulkanik saat erupsi) Gunung Samalas yang mengarah ke barat kompatibel dengan waktu berhembusnya angin timur yang biasa dimanfaatkan untuk pelayaran dagang yang terjadi selama musim kemarau. Data ini memberi perkiraan bahwa erupsi terjadi antara Mei hingga Oktober 1257,” tulis Tim Lavigne di bagian akhir makalahnya.
Sayangnya pada saat itu, data-data, dokumentasi, atau penelitian sejarah dan arkeologi di lingkungan kompleks Gunung Samalas atau Rinjadi sangat minim. Maka dari itu, temuan ini membuka kembali ide-ide penelitian tentang karakteristik letusan besar di kawasan tersebut.
Sehingga paling tidak dalam 1.000 tahun ke belakang harus diteliti lebih lanjut pola migrasi kerajaan, kebudayaan, dan populasi penduduk di kawasan tersebut di masa lalu.
Dalam kasus Gunung Samalas , kita bisa melihat bagaimana letusan yang terjadi mengakibatkan bencana hingga ke benua Eropa. Tidak hanya Eropa, belahan bumi lain juga mungkin mengalami hal serupa. Namun belum ada penelitian yang membuktikannya
(wbs)
tulis komentar anda