AS Rampungkan Konstruksi Radar Anti-Rudal Balistik, Ini Kehebatannya
Sabtu, 11 Desember 2021 - 15:44 WIB
WASHINGTON - Badan Pertahanan Rudal Amerika Serikat atau Missile Defense Agency (MDA) mengumumkan telah menyelesaikan konstruksi dan memulai program radar anti-rudal balistik. Program yang diberi nama Long Range Discrimination Radar (LRDR) untuk melindungi wilayah AS dari serangan rudal balistik maupun rudal hipersonik.
Radar ini ditempatkan di stasiun radar Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat (Clear Space Force Station/CSFS) di Alaska dan akan diserahkan ke Space Force setelah menyelesaikan pengujian. Radar utama s-band ini mampu membedakan antara rudal balistik antarbenua yang diluncurkan oleh negara-negara musuh dan rudal pengecoh (umpan) yang tidak berbahaya ketika bergerak melalui ruang angkasa.
Gelombang s-band adalah gelombang mikro dari spektrum elektromagnetik untuk radio dengan frekuensi yang berkisar dari 2 sampai 4 GHz, melintasi dibatas konvensional antara UHF dan SHF di 3,0 GHz. Biasa digunakan untuk radar cuaca, radar kapal permukaan, dan beberapa satelit komunikasi.
Kemampuan untuk mendeteksi antara rudal balistik asli yang ditembakan dengan rudal pengecoh, sangat membantu pasokan rudal pencegat berharga Pentagon, seperti disebut THAAD (Terminal High Altitude Area Defense). (Baca juga; Korsel Luncurkan Model Rudal Hipersonik, Perlombaan Senjata Memanas )
Tujuan akhir dari program radar baru ini adalah agar Pentagon menciptakan titik pandang yang luas dan menyatukan informasi dengan baik, sehingga di mana pun rudal diluncurkan dapat segera ditemukan. Kemudian melacak, mengidentifikasikan, dan menetralisir ancaman rudal yang sesungguhnya.
“Radar LRDR akan memungkinkan Komando Utara (di Alaska) untuk mempertahankan Amerika Serikat dari ancaman rudal balistik dan hipersonik secara lebih baik,” kata Wakil Direktur MDA Laksamana Jon Hill dalam sebuah pernyataan dikutip SINDOnews dari laman breakingdefense, Sabtu (11/12/2021).
Radar LRDR disertai beberapa teknologi berbasis darat dan laut lainnya yang digunakan di seluruh dunia. Semua teknologi ini mengirim informasi kembali ke komponen Ground-based Midcourse Defense (GMD) Fire Control di Colorado. (Baca juga; Jenderal Amerika: AS Tertinggal dari China dan Rusia soal Rudal Hipersonik )
Radar yang dibangun Lockheed Martin diperkirakan menelan biaya USD1,5 miliar atau Rp21,5 triliun. Pada September 2020, transisi dan transfer akhir LRDR ke Space Force dijadwalkan untuk kuartal ketiga tahun fiskal 2023.
Radar ini ditempatkan di stasiun radar Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat (Clear Space Force Station/CSFS) di Alaska dan akan diserahkan ke Space Force setelah menyelesaikan pengujian. Radar utama s-band ini mampu membedakan antara rudal balistik antarbenua yang diluncurkan oleh negara-negara musuh dan rudal pengecoh (umpan) yang tidak berbahaya ketika bergerak melalui ruang angkasa.
Gelombang s-band adalah gelombang mikro dari spektrum elektromagnetik untuk radio dengan frekuensi yang berkisar dari 2 sampai 4 GHz, melintasi dibatas konvensional antara UHF dan SHF di 3,0 GHz. Biasa digunakan untuk radar cuaca, radar kapal permukaan, dan beberapa satelit komunikasi.
Kemampuan untuk mendeteksi antara rudal balistik asli yang ditembakan dengan rudal pengecoh, sangat membantu pasokan rudal pencegat berharga Pentagon, seperti disebut THAAD (Terminal High Altitude Area Defense). (Baca juga; Korsel Luncurkan Model Rudal Hipersonik, Perlombaan Senjata Memanas )
Tujuan akhir dari program radar baru ini adalah agar Pentagon menciptakan titik pandang yang luas dan menyatukan informasi dengan baik, sehingga di mana pun rudal diluncurkan dapat segera ditemukan. Kemudian melacak, mengidentifikasikan, dan menetralisir ancaman rudal yang sesungguhnya.
“Radar LRDR akan memungkinkan Komando Utara (di Alaska) untuk mempertahankan Amerika Serikat dari ancaman rudal balistik dan hipersonik secara lebih baik,” kata Wakil Direktur MDA Laksamana Jon Hill dalam sebuah pernyataan dikutip SINDOnews dari laman breakingdefense, Sabtu (11/12/2021).
Radar LRDR disertai beberapa teknologi berbasis darat dan laut lainnya yang digunakan di seluruh dunia. Semua teknologi ini mengirim informasi kembali ke komponen Ground-based Midcourse Defense (GMD) Fire Control di Colorado. (Baca juga; Jenderal Amerika: AS Tertinggal dari China dan Rusia soal Rudal Hipersonik )
Radar yang dibangun Lockheed Martin diperkirakan menelan biaya USD1,5 miliar atau Rp21,5 triliun. Pada September 2020, transisi dan transfer akhir LRDR ke Space Force dijadwalkan untuk kuartal ketiga tahun fiskal 2023.
(wib)
tulis komentar anda