Letusan Gunung Tonga Begitu Dahsyat, Ilmuwan Selandia Baru Ungkap Faktanya
Sabtu, 22 Januari 2022 - 12:35 WIB
WELLINGTON - Letusan Gunung Berapi Tonga begitu dahsyat sehingga menyebabkan tsunami, semburan awan jamur vulkanik, dan dentuman suara yang menggelegar. Bahkan ilmuwan menyebutkan letusan Gunung Berapi Tonga sebagai yang terbesar dalam 30 tahun terakhir.
Ilmuwan Selandia Baru, Profesor Shane Cronin, seorang vulkanologi dari University of Auckland dan Emily Lane, seorang ahli tsunami dari National Institute of Water and Atmospheric Research, mengungkapan sejumlah fakta untuk menjelaskan mengapa letusan Gunung Berapi Tonga begitu dahsyat.
Cronin mengatakan, salah satu penyebab letusan Gunung Tongan begitu dahsyat karena magma di dalam gunung berapi berada mendapat tekanan yang sangat besar dan banyak gas yang terperangkap di dalamnya. Fraktur di batu menyebabkan penurunan tekanan secara tiba-tiba, memungkinkan gas mengembang dan meledakkan magma.
Cronin menjelaskan, kawah itu berada sekitar 200 meter (650 kaki) di bawah permukaan laut, semacam kedalaman Goldilocks untuk ledakan besar. “Di mana air laut mengalir ke gunung berapi dan langsung berubah menjadi uap, menambah ekspansi cepat dan energi ledakan,” katanya kepada AP news dikutip SINDOnews dari laman phys.com, Sabtu (22/1/2022).
Cronin menambahkan, letusan Gunung Berapi Tonga sangat eksplosif tetapi juga relatif singkat. Gumpalan awan vulkanik naik ke udara lebih dari 30 kilometer (19 mil) tetapi letusan hanya berlangsung sekitar 10 menit, tidak seperti beberapa letusan besar gunung berapi lain yang dapat berlanjut selama berjam-jam.
Meksipun demikian, Cronin mengatakan, kekuatan letusan gunung berapi Hunga Tonga Hunga Ha'apai termasuk yang terbesar di dunia selama 30 tahun terakhir. Ketinggian awan vulkanik, uap, dan gas sebanding dengan letusan besar Gunung Pinatubo tahun 1991 di Filipina, yang menewaskan ratus orang.
Banyak ilmuwan terkejut bahwa satu letusan dapat menghasilkan tsunami seluas Pasifik sekitar 1 meter (3 kaki) yang menghancurkan perahu di Selandia Baru dan menyebabkan tumpahan minyak, di Peru dua kapal tenggelam. (Baca juga; Foto Luar Angkasa, Awan Vulkanik Letusan Gunung Tonga Tersebar hingga 2.000 Km di Atas Selandia Baru )
Emily Lane mengatakan bahwa tsunami di seluruh lautan biasanya dipicu oleh gempa bumi yang meluas dan melintasi wilayah yang luas, bukan dari satu gunung berapi. Faktor-faktor lain mungkin berperan, seperti sisi bawah air dari gunung berapi ada bagian yang runtuh dan memindahkan air.
Dia mengatakan satu teori yang menarik adalah bahwa gelombang kejut atau ledakan sonik, dari gunung berapi Tonga berkontribusi pada terjadinya gelombang tsunami.Suaranya yang keras mungkin telah memompa lebih banyak kekuatan ke dalam gelombang tsunami.
Selah letusan dahsyat Gunung Berapi Tonga, ada dua skenario yang diperkirakan bakal terjadi. Pertama, kondisi magma akan stabilselama 10 hingga 20 tahun ke depan karena sudah habis dimuntahkan. Kedua, magma baru naik dengan cepat menggantikan yang sudah meletus, kemungkinan ada letusan berkelanjutan, meskipun tidak sebesar letusan pertama.
Untuk itu, Cronin dan Lane sepakat perlu ada pemantauan gunung berapi yang jauh lebih baik, terutama yang berada di sekitar Tonga, untuk membantu memprediksi kejadian di masa depan dengan lebih baik. (Baca juga; Diameter Awan Vulkanik Gunung Tonga Mencapai 650 Km, Mampu Lenyapkan Korut dan Korsel )
Ilmuwan Selandia Baru, Profesor Shane Cronin, seorang vulkanologi dari University of Auckland dan Emily Lane, seorang ahli tsunami dari National Institute of Water and Atmospheric Research, mengungkapan sejumlah fakta untuk menjelaskan mengapa letusan Gunung Berapi Tonga begitu dahsyat.
Cronin mengatakan, salah satu penyebab letusan Gunung Tongan begitu dahsyat karena magma di dalam gunung berapi berada mendapat tekanan yang sangat besar dan banyak gas yang terperangkap di dalamnya. Fraktur di batu menyebabkan penurunan tekanan secara tiba-tiba, memungkinkan gas mengembang dan meledakkan magma.
Cronin menjelaskan, kawah itu berada sekitar 200 meter (650 kaki) di bawah permukaan laut, semacam kedalaman Goldilocks untuk ledakan besar. “Di mana air laut mengalir ke gunung berapi dan langsung berubah menjadi uap, menambah ekspansi cepat dan energi ledakan,” katanya kepada AP news dikutip SINDOnews dari laman phys.com, Sabtu (22/1/2022).
Cronin menambahkan, letusan Gunung Berapi Tonga sangat eksplosif tetapi juga relatif singkat. Gumpalan awan vulkanik naik ke udara lebih dari 30 kilometer (19 mil) tetapi letusan hanya berlangsung sekitar 10 menit, tidak seperti beberapa letusan besar gunung berapi lain yang dapat berlanjut selama berjam-jam.
Meksipun demikian, Cronin mengatakan, kekuatan letusan gunung berapi Hunga Tonga Hunga Ha'apai termasuk yang terbesar di dunia selama 30 tahun terakhir. Ketinggian awan vulkanik, uap, dan gas sebanding dengan letusan besar Gunung Pinatubo tahun 1991 di Filipina, yang menewaskan ratus orang.
Banyak ilmuwan terkejut bahwa satu letusan dapat menghasilkan tsunami seluas Pasifik sekitar 1 meter (3 kaki) yang menghancurkan perahu di Selandia Baru dan menyebabkan tumpahan minyak, di Peru dua kapal tenggelam. (Baca juga; Foto Luar Angkasa, Awan Vulkanik Letusan Gunung Tonga Tersebar hingga 2.000 Km di Atas Selandia Baru )
Emily Lane mengatakan bahwa tsunami di seluruh lautan biasanya dipicu oleh gempa bumi yang meluas dan melintasi wilayah yang luas, bukan dari satu gunung berapi. Faktor-faktor lain mungkin berperan, seperti sisi bawah air dari gunung berapi ada bagian yang runtuh dan memindahkan air.
Dia mengatakan satu teori yang menarik adalah bahwa gelombang kejut atau ledakan sonik, dari gunung berapi Tonga berkontribusi pada terjadinya gelombang tsunami.Suaranya yang keras mungkin telah memompa lebih banyak kekuatan ke dalam gelombang tsunami.
Selah letusan dahsyat Gunung Berapi Tonga, ada dua skenario yang diperkirakan bakal terjadi. Pertama, kondisi magma akan stabilselama 10 hingga 20 tahun ke depan karena sudah habis dimuntahkan. Kedua, magma baru naik dengan cepat menggantikan yang sudah meletus, kemungkinan ada letusan berkelanjutan, meskipun tidak sebesar letusan pertama.
Untuk itu, Cronin dan Lane sepakat perlu ada pemantauan gunung berapi yang jauh lebih baik, terutama yang berada di sekitar Tonga, untuk membantu memprediksi kejadian di masa depan dengan lebih baik. (Baca juga; Diameter Awan Vulkanik Gunung Tonga Mencapai 650 Km, Mampu Lenyapkan Korut dan Korsel )
(wib)
tulis komentar anda