Amerika Siapkan Senjata Pemusnah Massal Rahasia untuk Perang Dunia III
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amerika berupaya memiliki modal yang kuat buat menatap perang duniaIII dengan menyiapkan senjata pemusnah massal rahasia bernama AMASS (Autonomous Multi-Domain Adaptive Swarms-of-Swarms). Jika diterjemahkan secara bebas AMASS adalah kelompok besar multi-domain otonom yang bergerak adaptif.
Senjata itu disebut kelompok besar yang otonom dan adaptif karena berupa ribuan drone yang akan menyerang lewat udara, darat, dan juga laut. Ribuan drone itu akan bergerak cepat menghancurkan pertahanan lawan.
Disebutkan Daily Mail, AMASS akan jadi model nyata peperangan otomatis dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Keberadaan drone kecil yang dilengkapi dengan senjata serta alat untuk navigasi dan komunikasi itu diyakini bakal jadi senjata yang sangat mematikan sekaligus modal sebagai persiapan perang duniaIII jika memang harus terjadi.
Ukuran yang kompak membuat ribuan drone itu bisa lepas dari pantau radar. Drone juga diyakini efektif untuk meluncurkan serangan mematikan dalam skala besar. Pasalnya DARPA akan menyerang dalam jumlah yang sangat besar.
Saat ini AMASS memang masih dalam tahap perencanaan.Hanya saja DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) atau Badan Proyek Riset Lanjut Pertahanan Amerika Serikat telah menerima banyak penawaran untuk menjalankan proyek rahasia senilai USD78 juta atau mencapai Rp1,18 triliun itu.
Juru bicara DARPA dikutip Daily Mail mengatakan kepada SWNS bahwa dibuatnya AMASS adalah untuk memudahkan otoritas dalam melakukan keputusan penting. Terutama untuk melakukan pengambilan keputusan penting dengan cepat.
Hal itu sejalan dengan kebijakan Departemen Pertahanan AS tentang senjata otonom yang dikenal sebagai Directive 3000.09. Dalam aturan itu disebutkan sistem senjata otonom dan semi-otonom akan dirancang untuk memungkinkan komandan dan operator melakukan tingkat penilaian manusia yang sesuai atas penggunaan kekuatan.
Kebijakan itu membuat militer Amerika Serikat mulai mengembangkan senjata tempur berupa kendaraan udara tak berawak sejak 2001. Sejak saat itu drone telah berevulosi dari segi ukuran dan kemampuan.
Drone yang digunakan militer Amerika Serikat tidak hanya digunakan utuk mendeteksi satu wilayah tertentu tapi juga menghancurkan dan mengganggu teknologi lawan. Hal itu akan ditingkatkan lagi dengan AMASS yang berupa ribuan drone yang bisa berperang tanpa campur tangan manusia.
Meski jadi terobosan baru, kehadiran AMASS justru ditentang oleh banyak pihak. Zachary Kallenborn, peneliti kebijakan di George Mason University di Virginia mengatakan AMASS yang datang dalam jumlah besar akan sangat sulit dikendalikan oleh manusia.
Dia mengatakan drone akan sangat mudah dikendalikan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Namun jika sudah mencapai ribuan maka dibutuhkan satu teknologi baru untuk mengendalikannya.
"Hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mengatur senjata itu. Dibutuhkan kecerdasan buatan baru yang bisa mengendalikannya," jelas Zachary Kallenborn.
Sejatinya menurut Paul Lushenko AMASS dibuat bukan untuk melakukan serangan mematikan tapi merusak kemampuan non teknis yang dimiliki musuh. Dia tidak yakin AMASS dibuat untuk menyerang dan membunuh lawan. "Kurasa itu tidak mungkin," jelasnya.
Senjata itu disebut kelompok besar yang otonom dan adaptif karena berupa ribuan drone yang akan menyerang lewat udara, darat, dan juga laut. Ribuan drone itu akan bergerak cepat menghancurkan pertahanan lawan.
Disebutkan Daily Mail, AMASS akan jadi model nyata peperangan otomatis dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Keberadaan drone kecil yang dilengkapi dengan senjata serta alat untuk navigasi dan komunikasi itu diyakini bakal jadi senjata yang sangat mematikan sekaligus modal sebagai persiapan perang duniaIII jika memang harus terjadi.
Ukuran yang kompak membuat ribuan drone itu bisa lepas dari pantau radar. Drone juga diyakini efektif untuk meluncurkan serangan mematikan dalam skala besar. Pasalnya DARPA akan menyerang dalam jumlah yang sangat besar.
Saat ini AMASS memang masih dalam tahap perencanaan.Hanya saja DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) atau Badan Proyek Riset Lanjut Pertahanan Amerika Serikat telah menerima banyak penawaran untuk menjalankan proyek rahasia senilai USD78 juta atau mencapai Rp1,18 triliun itu.
Juru bicara DARPA dikutip Daily Mail mengatakan kepada SWNS bahwa dibuatnya AMASS adalah untuk memudahkan otoritas dalam melakukan keputusan penting. Terutama untuk melakukan pengambilan keputusan penting dengan cepat.
Hal itu sejalan dengan kebijakan Departemen Pertahanan AS tentang senjata otonom yang dikenal sebagai Directive 3000.09. Dalam aturan itu disebutkan sistem senjata otonom dan semi-otonom akan dirancang untuk memungkinkan komandan dan operator melakukan tingkat penilaian manusia yang sesuai atas penggunaan kekuatan.
Kebijakan itu membuat militer Amerika Serikat mulai mengembangkan senjata tempur berupa kendaraan udara tak berawak sejak 2001. Sejak saat itu drone telah berevulosi dari segi ukuran dan kemampuan.
Drone yang digunakan militer Amerika Serikat tidak hanya digunakan utuk mendeteksi satu wilayah tertentu tapi juga menghancurkan dan mengganggu teknologi lawan. Hal itu akan ditingkatkan lagi dengan AMASS yang berupa ribuan drone yang bisa berperang tanpa campur tangan manusia.
Meski jadi terobosan baru, kehadiran AMASS justru ditentang oleh banyak pihak. Zachary Kallenborn, peneliti kebijakan di George Mason University di Virginia mengatakan AMASS yang datang dalam jumlah besar akan sangat sulit dikendalikan oleh manusia.
Dia mengatakan drone akan sangat mudah dikendalikan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Namun jika sudah mencapai ribuan maka dibutuhkan satu teknologi baru untuk mengendalikannya.
"Hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mengatur senjata itu. Dibutuhkan kecerdasan buatan baru yang bisa mengendalikannya," jelas Zachary Kallenborn.
Sejatinya menurut Paul Lushenko AMASS dibuat bukan untuk melakukan serangan mematikan tapi merusak kemampuan non teknis yang dimiliki musuh. Dia tidak yakin AMASS dibuat untuk menyerang dan membunuh lawan. "Kurasa itu tidak mungkin," jelasnya.
(wsb)