Ilmuwan Ungkap Bakteri E. coli Bisa Mengingat dan Mewariskan Kenangan
loading...
A
A
A
LONDON - Bakteri Escherichia coli atau E. coli menjadi salah satu mikroorganisme yang paling banyak dipelajari. Dan penelitian terbaru menyatakan bahwa ia bisa mengingat serta mewariskan kenangan kepada generasi berikutnya.
Para peneliti di Universitas Texas dan Universitas Delaware baru-baru ini telah menemukan sistem memori potensial yang memungkinkan E. coli mengingat pengalaman masa lalu selama beberapa jam dan mewariskannya.
Penelitian mengatakan memori semacam ini belum pernah ditemukan sebelumnya. Meskipun ingatannya tidak sama dengan manusia, fenomena ini tetap menarik karena bisa menentukan pengambilan keputusan bakteri.
“Bakteri tidak memiliki otak, namun mereka dapat mengumpulkan informasi dari lingkungannya," jelas peneliti utama bioscientist molekuler Souvik Bhattacharyya sebagaimana dikutip dari Science Alert, Jumat (24/11/2023).
"Dan jika mereka sering bertemu dengan lingkungan tersebut, mereka dapat menyimpan informasi tersebut dan dengan cepat mengaksesnya nanti untuk kepentingan mereka,” ungkapnya menambahkan.
Temuan Bhattacharyya dan tim mereka didasarkan pada hubungan yang kuat dari lebih dari 10.000 tes 'swarming' bakteri. Eksperimen ini menguji untuk melihat apakah sel-sel E. coli pada satu pelat akan berkumpul menjadi satu massa yang bermigrasi dan bergerak dengan motor yang sama.
Perilaku seperti itu umumnya menunjukkan bahwa sel-sel bergabung untuk mencari lingkungan yang sesuai secara efisien. Di sisi lain, ketika sel-sel E. coli menggumpal menjadi biofilm yang lengket, itulah cara sel-sel tersebut mengkolonisasi permukaan yang bergizi.
Dalam percobaan awal, para peneliti memaparkan sel-sel E. coli ke beberapa faktor lingkungan yang berbeda untuk melihat kondisi mana yang paling cepat memicu perkembangbiakan.
Pada akhirnya, tim menemukan bahwa zat besi intraseluler adalah prediktor terkuat apakah bakteri berpindah atau bertahan.
Kadar zat besi yang rendah dikaitkan dengan perkembangbiakan yang lebih cepat dan efisien, sedangkan kadar zat besi yang lebih tinggi menyebabkan gaya hidup yang lebih menetap. Di antara sel E. coli generasi pertama, hal ini tampaknya merupakan respons intuitif.
Namun setelah hanya mengalami satu peristiwa pengerumunan, sel-sel yang mengalami kadar zat besi rendah di kemudian hari menjadi lebih cepat dan lebih efisien dalam pengerumunan dibandingkan sebelumnya.
Terlebih lagi, memori besi ini diteruskan ke setidaknya empat generasi sel anak berturut-turut, yang terbentuk dari sel induk yang membelah menjadi dua sel baru. Pada sel anak generasi ketujuh, memori zat besi tersebut secara alami hilang.
Para penulis di balik penelitian ini belum mengidentifikasi mekanisme molekuler di balik sistem memori potensial atau kemampuan pewarisannya, namun hubungan yang kuat antara zat besi intraseluler dan perilaku gerombolan antargenerasi menunjukkan bahwa ada tingkat pengondisian yang terus-menerus yang berperan.
Para peneliti di Universitas Texas dan Universitas Delaware baru-baru ini telah menemukan sistem memori potensial yang memungkinkan E. coli mengingat pengalaman masa lalu selama beberapa jam dan mewariskannya.
Penelitian mengatakan memori semacam ini belum pernah ditemukan sebelumnya. Meskipun ingatannya tidak sama dengan manusia, fenomena ini tetap menarik karena bisa menentukan pengambilan keputusan bakteri.
“Bakteri tidak memiliki otak, namun mereka dapat mengumpulkan informasi dari lingkungannya," jelas peneliti utama bioscientist molekuler Souvik Bhattacharyya sebagaimana dikutip dari Science Alert, Jumat (24/11/2023).
"Dan jika mereka sering bertemu dengan lingkungan tersebut, mereka dapat menyimpan informasi tersebut dan dengan cepat mengaksesnya nanti untuk kepentingan mereka,” ungkapnya menambahkan.
Temuan Bhattacharyya dan tim mereka didasarkan pada hubungan yang kuat dari lebih dari 10.000 tes 'swarming' bakteri. Eksperimen ini menguji untuk melihat apakah sel-sel E. coli pada satu pelat akan berkumpul menjadi satu massa yang bermigrasi dan bergerak dengan motor yang sama.
Perilaku seperti itu umumnya menunjukkan bahwa sel-sel bergabung untuk mencari lingkungan yang sesuai secara efisien. Di sisi lain, ketika sel-sel E. coli menggumpal menjadi biofilm yang lengket, itulah cara sel-sel tersebut mengkolonisasi permukaan yang bergizi.
Dalam percobaan awal, para peneliti memaparkan sel-sel E. coli ke beberapa faktor lingkungan yang berbeda untuk melihat kondisi mana yang paling cepat memicu perkembangbiakan.
Pada akhirnya, tim menemukan bahwa zat besi intraseluler adalah prediktor terkuat apakah bakteri berpindah atau bertahan.
Kadar zat besi yang rendah dikaitkan dengan perkembangbiakan yang lebih cepat dan efisien, sedangkan kadar zat besi yang lebih tinggi menyebabkan gaya hidup yang lebih menetap. Di antara sel E. coli generasi pertama, hal ini tampaknya merupakan respons intuitif.
Namun setelah hanya mengalami satu peristiwa pengerumunan, sel-sel yang mengalami kadar zat besi rendah di kemudian hari menjadi lebih cepat dan lebih efisien dalam pengerumunan dibandingkan sebelumnya.
Terlebih lagi, memori besi ini diteruskan ke setidaknya empat generasi sel anak berturut-turut, yang terbentuk dari sel induk yang membelah menjadi dua sel baru. Pada sel anak generasi ketujuh, memori zat besi tersebut secara alami hilang.
Para penulis di balik penelitian ini belum mengidentifikasi mekanisme molekuler di balik sistem memori potensial atau kemampuan pewarisannya, namun hubungan yang kuat antara zat besi intraseluler dan perilaku gerombolan antargenerasi menunjukkan bahwa ada tingkat pengondisian yang terus-menerus yang berperan.
(wbs)