Kehebatan Jet Tempur J-10C China, Bikin Mesir Berpaling dari F-16 Amerika
loading...
A
A
A
JAKARTA - China memberikan pukulan telak bagi Amerika, setelah Mesir lebih memilih membeli jet tempur J-10C Vigorous Dragon untuk mengganti armada F-16 Amerika yang sudah tua ketimbang mengambil tipe serupa meski dengan tawaran varian terbaru.
Keputusan ini secara resmi diumumkan dalam pameran udara internasional pertama Mesir. Langkah ini bisa dimaknai sebagai upaya Kairo mendiversifikasi sumber peralatan militernya, sehingga mengurangi ketergantungan pada sistem pertahanan AS. Di sisi lain, pilihan ini juga merujuk pada teknologi China yang belum banyak diketahui Israel. Sudah menjadi rahasia umum, relasi Mesir dan Israel tidak baik-baik saja.
Army Recognition melansir, Rabu (11/9/2024), Chengdu J-10C adalah jet tempur multirole yang dilengkapi satu mesin, sayap delta, dan konfigurasi canard. Dikenal karena kelincahan dan keserbagunaannya, J-10C menawarkan kemampuan canggih dengan biaya kompetitif, menjadikannya alternatif menarik dibandingkan F-16V Amerika, yang telah diusulkan sebagai peningkatan untuk armada Mesir.
Dikembangkan Chengdu Aircraft Industry Corporation (CAC), J-10C dilengkapi sistem peperangan elektronik canggih dan radar AESA (Active Electronically Scanned Array). Ia mendukung operasi multirole dengan pod penargetan, bom berpemandu laser, dan rudal udara-ke-udara.
Secara resmi memasuki layanan pada Desember 2017, jet tempur J-10C saat ini dioperasikan oleh China dan Pakistan. J-10C dirancang dengan tata letak aerodinamis yang meningkatkan kelincahan dan daya angkatnya. Ia didukung oleh mesin turbofan Lyulka-Saturn AL-31FN Rusia, yang mampu mencapai kecepatan maksimum 2.200 km/jam dan jarak tempuh 3.200 km.
Selain itu, ia dilengkapi dengan avionik modern, termasuk sensor IRST dan berbagai pod avionik yang dipasang secara eksternal untuk navigasi, penargetan, dan misi pengintaian elektronik.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mesir juga telah memperoleh peralatan pertahanan dari Rusia dan Prancis, termasuk MiG-29M dan Dassault Rafale. J-10C China akan menjadi bagian kunci dari persenjataan Mesir yang terdiversifikasi.
Perkembangan ini juga mencerminkan hubungan ekonomi dan strategis yang berkembang antara Mesir dan China. Partisipasi China dalam pameran udara Mesir di El Alamein adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat kehadirannya di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pengaruh industri militer China di kawasan ini telah berkembang secara signifikan, didukung oleh hubungan ekonominya yang berkembang, terutama melalui impor energi.
Meski mengadopsi jet tempur China, Mesir terus mempertahankan hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat, sebagaimana dibuktikan oleh perjanjian baru-baru ini untuk memperoleh dua pesawat angkut C-130J Hercules melalui program Penjualan Militer Asing AS. Namun, transisi ke J-10C merupakan pergeseran signifikan, karena F-16 Amerika Mesir, yang telah membentuk tulang punggung Angkatan Udara Mesir sejak 1980-an, kini dianggap ketinggalan zaman dalam menghadapi sistem pertahanan udara modern.
Beberapa faktor kemungkinan mempengaruhi keputusan Mesir, termasuk biaya efektif J-10C dan kemampuan tempurnya yang canggih. Selain itu, kekhawatiran Mesir terhadap kebijakan AS di kawasan ini, terutama dukungannya terhadap operasi Israel di Gaza, mungkin telah berperan dalam pergeseran menuju teknologi pertahanan China. Dengan pembelian ini, Mesir menjadi negara kedua setelah Pakistan yang mengoperasikan J-10C Vigorous Dragon.
Minat Mesir terhadap jet tempur China tidak hanya terbatas pada J-10C, tetapi juga pada J-31, jet tempur siluman generasi kelima. J-31 dipandang sebagai aset strategis untuk melawan F-35 Israel.
Fitur siluman canggih J-31, kemampuan menghindari radar, dan sistem persenjataannya yang modern menjadikannya kandidat serius untuk memodernisasi kemampuan udara Mesir dan mempertahankan keseimbangan kekuatan di kawasan ini. Kemampuannya untuk melakukan pengeboman, interdiksi, dan dukungan udara jarak dekat semakin memperkuat minat Mesir, terutama dalam konteks geopolitik di mana negara ini berusaha mendiversifikasi sumber pertahanannya sebagai tanggapan terhadap sanksi terhadap Rusia dan hubungan AS-Israel.
Kemitraan pertahanan China dan Mesir memiliki sejarah panjang, dimulai sejak tahun 1970-an. Selama beberapa dekade, kemitraan ini telah menjadi lebih kuat dengan pasokan berbagai peralatan militer China, termasuk kapal selam, kapal perusak, kapal rudal, dan pesawat terbang.
Kebijakan non-interferensi China dan pendekatan strategisnya terhadap ekspor senjata, bebas dari syarat politik, menjadikan kerja sama ini sangat menarik bagi Mesir. Selain itu, China menawarkan harga kompetitif dan transfer teknologi canggih, memfasilitasi proyek produksi bersama. Hal ini memungkinkan Mesir terus memodernisasi angkatan bersenjatanya sambil mendiversifikasi kemitraan internasionalnya.
Keputusan ini secara resmi diumumkan dalam pameran udara internasional pertama Mesir. Langkah ini bisa dimaknai sebagai upaya Kairo mendiversifikasi sumber peralatan militernya, sehingga mengurangi ketergantungan pada sistem pertahanan AS. Di sisi lain, pilihan ini juga merujuk pada teknologi China yang belum banyak diketahui Israel. Sudah menjadi rahasia umum, relasi Mesir dan Israel tidak baik-baik saja.
Army Recognition melansir, Rabu (11/9/2024), Chengdu J-10C adalah jet tempur multirole yang dilengkapi satu mesin, sayap delta, dan konfigurasi canard. Dikenal karena kelincahan dan keserbagunaannya, J-10C menawarkan kemampuan canggih dengan biaya kompetitif, menjadikannya alternatif menarik dibandingkan F-16V Amerika, yang telah diusulkan sebagai peningkatan untuk armada Mesir.
Dikembangkan Chengdu Aircraft Industry Corporation (CAC), J-10C dilengkapi sistem peperangan elektronik canggih dan radar AESA (Active Electronically Scanned Array). Ia mendukung operasi multirole dengan pod penargetan, bom berpemandu laser, dan rudal udara-ke-udara.
Secara resmi memasuki layanan pada Desember 2017, jet tempur J-10C saat ini dioperasikan oleh China dan Pakistan. J-10C dirancang dengan tata letak aerodinamis yang meningkatkan kelincahan dan daya angkatnya. Ia didukung oleh mesin turbofan Lyulka-Saturn AL-31FN Rusia, yang mampu mencapai kecepatan maksimum 2.200 km/jam dan jarak tempuh 3.200 km.
Selain itu, ia dilengkapi dengan avionik modern, termasuk sensor IRST dan berbagai pod avionik yang dipasang secara eksternal untuk navigasi, penargetan, dan misi pengintaian elektronik.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mesir juga telah memperoleh peralatan pertahanan dari Rusia dan Prancis, termasuk MiG-29M dan Dassault Rafale. J-10C China akan menjadi bagian kunci dari persenjataan Mesir yang terdiversifikasi.
Perkembangan ini juga mencerminkan hubungan ekonomi dan strategis yang berkembang antara Mesir dan China. Partisipasi China dalam pameran udara Mesir di El Alamein adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat kehadirannya di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pengaruh industri militer China di kawasan ini telah berkembang secara signifikan, didukung oleh hubungan ekonominya yang berkembang, terutama melalui impor energi.
Meski mengadopsi jet tempur China, Mesir terus mempertahankan hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat, sebagaimana dibuktikan oleh perjanjian baru-baru ini untuk memperoleh dua pesawat angkut C-130J Hercules melalui program Penjualan Militer Asing AS. Namun, transisi ke J-10C merupakan pergeseran signifikan, karena F-16 Amerika Mesir, yang telah membentuk tulang punggung Angkatan Udara Mesir sejak 1980-an, kini dianggap ketinggalan zaman dalam menghadapi sistem pertahanan udara modern.
Beberapa faktor kemungkinan mempengaruhi keputusan Mesir, termasuk biaya efektif J-10C dan kemampuan tempurnya yang canggih. Selain itu, kekhawatiran Mesir terhadap kebijakan AS di kawasan ini, terutama dukungannya terhadap operasi Israel di Gaza, mungkin telah berperan dalam pergeseran menuju teknologi pertahanan China. Dengan pembelian ini, Mesir menjadi negara kedua setelah Pakistan yang mengoperasikan J-10C Vigorous Dragon.
Minat Mesir terhadap jet tempur China tidak hanya terbatas pada J-10C, tetapi juga pada J-31, jet tempur siluman generasi kelima. J-31 dipandang sebagai aset strategis untuk melawan F-35 Israel.
Fitur siluman canggih J-31, kemampuan menghindari radar, dan sistem persenjataannya yang modern menjadikannya kandidat serius untuk memodernisasi kemampuan udara Mesir dan mempertahankan keseimbangan kekuatan di kawasan ini. Kemampuannya untuk melakukan pengeboman, interdiksi, dan dukungan udara jarak dekat semakin memperkuat minat Mesir, terutama dalam konteks geopolitik di mana negara ini berusaha mendiversifikasi sumber pertahanannya sebagai tanggapan terhadap sanksi terhadap Rusia dan hubungan AS-Israel.
Kemitraan pertahanan China dan Mesir memiliki sejarah panjang, dimulai sejak tahun 1970-an. Selama beberapa dekade, kemitraan ini telah menjadi lebih kuat dengan pasokan berbagai peralatan militer China, termasuk kapal selam, kapal perusak, kapal rudal, dan pesawat terbang.
Kebijakan non-interferensi China dan pendekatan strategisnya terhadap ekspor senjata, bebas dari syarat politik, menjadikan kerja sama ini sangat menarik bagi Mesir. Selain itu, China menawarkan harga kompetitif dan transfer teknologi canggih, memfasilitasi proyek produksi bersama. Hal ini memungkinkan Mesir terus memodernisasi angkatan bersenjatanya sambil mendiversifikasi kemitraan internasionalnya.
(msf)