Letusan Dahsyat Serupa Gunung Berapi Tambora Diklaim Akan Terjadi
loading...
A
A
A
WAHYU BUDI SANTOSO - Bumi menghadapi satu dari enam kemungkinan mengalami letusan gunung berapi besar pada abad ini jika manusia tidak mempunyai rencana untuk menghadapinya, para ilmuwan telah memperingatkan.
Pakar iklim, Profesor Dr. Markus Stoffel mengatakan peristiwa seperti itu dapat memicu kekacauan iklim serupa dengan letusan Gunung Tambora di Indonesia pada tahun 1815, lapor portal berita MailOnline.
Letusan tersebut melepaskan 100 kilometer kubik gas, debu, dan batu ke atmosfer, menyebabkan suhu global anjlok.
Tanaman gagal tumbuh, kelaparan menyebar, penyakit melonjak dan puluhan ribu orang meninggal.
Berbeda dengan 'tahun tanpa musim panas' yang terjadi akibat letusan Tambora, megavolcano abad ke-21 akan menambah gangguan yang disebabkan oleh ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil.
“Efeknya mungkin lebih buruk dibandingkan tahun 1815,” jelas ilmuwan geologi, Dr. Michael Rampino.
“Dunia sekarang lebih tidak stabil,” tambahnya.
Pakar gunung api, Dr. Thomas Aubry mengatakan letusan gunung berapi di abad ke-21 akan berdampak pada dunia yang lebih kompak dan saling terhubung, dimana gangguan dramatis dapat terjadi dengan cara yang mematikan dan tidak terduga.
“Hujan yang lebih ekstrem yang meningkat akibat perubahan iklim, juga dapat menimbulkan ledakan seperti 'bom uap' karena uap air merembes jauh ke dalam celah-celah dekat gunung berapi aktif dan tidak aktif,” ujarnya.
Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa sekitar 716 gunung berapi di seluruh dunia, atau 58 persen di antaranya diketahui aktif dan berada di permukaan, dapat dipicu oleh curah hujan yang lebih ekstrem, jelas Aubry.
Dia mengatakan hal ini meningkatkan risiko Zaman Es mini yang berbahaya. “Oleh karena itu, kami memperkirakan risiko erupsi lebih besar lagi,” katanya.
Ledakan Gunung Tambora adalah yang terbesar yang pernah dicatat oleh manusia yang mencapai peringkat 7 atau super-kolosal pada Volcanic Explosivity Index, peringkat tertinggi kedua dalam indeks.
Gunung berapi yang masih aktif ini merupakan salah satu puncak tertinggi di kepulauan Indonesia.
Letusan mencapai puncaknya pada bulan April 1815, ketika meledak dengan sangat keras hingga terdengar di Pulau Sumatera, lebih dari 1.930 km jauhnya.
Korban tewas akibat letusan itu diperkirakan mencapai 71.000 orang dan awan abu tebal turun di banyak pulau yang berada sangat jauh dari gunung tersebut.
Pakar iklim, Profesor Dr. Markus Stoffel mengatakan peristiwa seperti itu dapat memicu kekacauan iklim serupa dengan letusan Gunung Tambora di Indonesia pada tahun 1815, lapor portal berita MailOnline.
Letusan tersebut melepaskan 100 kilometer kubik gas, debu, dan batu ke atmosfer, menyebabkan suhu global anjlok.
Tanaman gagal tumbuh, kelaparan menyebar, penyakit melonjak dan puluhan ribu orang meninggal.
Berbeda dengan 'tahun tanpa musim panas' yang terjadi akibat letusan Tambora, megavolcano abad ke-21 akan menambah gangguan yang disebabkan oleh ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil.
“Efeknya mungkin lebih buruk dibandingkan tahun 1815,” jelas ilmuwan geologi, Dr. Michael Rampino.
“Dunia sekarang lebih tidak stabil,” tambahnya.
Pakar gunung api, Dr. Thomas Aubry mengatakan letusan gunung berapi di abad ke-21 akan berdampak pada dunia yang lebih kompak dan saling terhubung, dimana gangguan dramatis dapat terjadi dengan cara yang mematikan dan tidak terduga.
“Hujan yang lebih ekstrem yang meningkat akibat perubahan iklim, juga dapat menimbulkan ledakan seperti 'bom uap' karena uap air merembes jauh ke dalam celah-celah dekat gunung berapi aktif dan tidak aktif,” ujarnya.
Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa sekitar 716 gunung berapi di seluruh dunia, atau 58 persen di antaranya diketahui aktif dan berada di permukaan, dapat dipicu oleh curah hujan yang lebih ekstrem, jelas Aubry.
Dia mengatakan hal ini meningkatkan risiko Zaman Es mini yang berbahaya. “Oleh karena itu, kami memperkirakan risiko erupsi lebih besar lagi,” katanya.
Ledakan Gunung Tambora adalah yang terbesar yang pernah dicatat oleh manusia yang mencapai peringkat 7 atau super-kolosal pada Volcanic Explosivity Index, peringkat tertinggi kedua dalam indeks.
Gunung berapi yang masih aktif ini merupakan salah satu puncak tertinggi di kepulauan Indonesia.
Letusan mencapai puncaknya pada bulan April 1815, ketika meledak dengan sangat keras hingga terdengar di Pulau Sumatera, lebih dari 1.930 km jauhnya.
Korban tewas akibat letusan itu diperkirakan mencapai 71.000 orang dan awan abu tebal turun di banyak pulau yang berada sangat jauh dari gunung tersebut.
(wbs)