Universitas Oxford Ciptakan Vaksin Covid-19

Sabtu, 21 November 2020 - 10:15 WIB
loading...
Universitas Oxford Ciptakan Vaksin Covid-19
Para peneliti di Universitas Oxford, Inggris, telah mengonfirmasi bahwa kandidat vaksin mereka memicu respons kekebalan tubuh pada orang tua--yang paling berisiko terkena Covid-19 parah. Foto/Koran SINDO
A A A
PARA peneliti di Universitas Oxford, Inggris, telah mengonfirmasi bahwa kandidat vaksin mereka memicu respons kekebalan tubuh pada orang tua--yang paling berisiko terkena Covid-19 parah. Mereka melakukan uji vaksin tanpa menemukan masalah keamanan apa pun. Kebutuhan akan vaksin sebagai bentuk perlawanan terhadap Covid-19 sudah ditunggu masyarakat dunia. Meski begitu, tidak mudah untuk menentukan, apakah vaksin tersebut dapat digunakan secara luas.

Universitas Oxford Ciptakan Vaksin Covid-19


Di Inggris, vaksin buatan Universitas Oxford dianggap sebagai salah satu harapan terbesar bagi Inggris untuk mengakhiri pandemi ini. Banyak masyarakat Inggris yang ingin memesan vaksin tersebut sebelum Natal namun masih terhalang izin edar. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)

Profesor Andrew Pollard, Direktur Oxford Vaccine Group, optimistis terhadap penelitian yang sedang dikembangkan untuk menunjukkan seberapa baik perlindungan terhadap Covid-19 sebelum Natal. Dia terus mendorong pihak berwenang untuk dapat segera mengeluarkan izin edar vaksin setelah uji coba tahap ke-3.

“Prosedur untuk mendapatkan lisensi dan kemudian dikirim ke klinik, bagaimanapun tidak di bawah kendali kami, dan bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan lebih lama sehingga ada kemungkinan dilakukan tahun depan,” kata Pollard, dikutip Dailymail.

Para peneliti menemukan dua dosis yang menciptakan tanda-tanda kekebalan kuat pada 99% orang di semua kelompok umur. Ini berdasarkan hasil penelitian yang melibatkan beberapa sukarelawan pada tahap kedua. Penelitian ini menambah data yang diterbitkan pada Juli lalu yang menunjukkan aman digunakan oleh orang di bawah 55 tahun. Adapun penelitian terhadap orang dengan kesehatan yang serius masih berlangsung. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)

Vaksin Covid-19 buatan Universitas Oxford menandai terobosan lain dalam pengembangan vaksin setelah Moderna dan Pfizer-BioNTech. Keduanya terungkap memiliki tingkat efektif sekitar 95% dalam seminggu terakhir. Penemuan vaksin oleh Universitas Oxford membuat pemerintah Inggris ingin memesan 100 juta dosis suntikan yang dibuat dengan perusahaan farmasi AstraZeneca. Pemerintah Inggris berharap vaksin dapat bekerja efektif dan dapat diproduksi cukup cepat untuk melindungi mayoritas penduduk Inggris.

Ada perbedaan harga dalam sekali suntikan vaksin antara Oxford dan dua lainnya. Biaya suntik vaksin Oxford diperkirakan hanya 2 poundsterling per dosis dibandingkan Pfizer dan Moderna yang memiliki harga 15-28 poundsterling. “Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan tetapi ini adalah serangkaian temuan yang sangat menggembirakan,” kata Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock, dalam sebuah tweet.

Vaksin tersebut telah menghasilkan satu set data lengkap dari uji coba fase tiga yang melibatkan puluhan ribu orang. Ini akan digunakan regulator dalam mempertimbangkan pemberian izin untuk digunakan. “Kami yakin bahwa kami akan mendapatkan hasil tahap ketiga sebelum Natal tapi langkah selanjutnya berada di luar kendali kami,” kata Profesor Pollard. (Baca juga: Jangan Kendor, Olahraga Harus Tetap Dilakukan Pada Masa Pandemi)

Di Inggris, Badan Pengawas Obat dan Kesehatan (MHRA) sudah melakukan tinjauan bergulir tentang uji klinis Universitas Oxford. Mereka akan melihat semua data yang ada untuk memutuskan, apakah vaksin tersebut aman dan dapat digunakan secara umum. “Kami tidak terburu-buru dalam pengembangan vaksin karena ini bukanlah sebuah persaingan, justru kerja sama yang dikedepankan,” tambah Pollard.

Dalam penelitiannya, para peneliti telah mencoba sebaik mungkin dan ingin memberi kepastian tentang hasil uji coba. Mereka hanya tinggal menunggu setelah semua data berhasil dikumpulkan. Salah satu pengembang vaksin, Profesor Sarah Gilbert, mengungkapkan bahwa pemberian data kepada regulator obat tidak hanya menunggu data terakhir.

Pemberian data dapat dilakukan saat ini agar mereka dapat menilai bahwa ada banyak informasi yang harus dilalui. “Proses itu sudah dimulai dengan banyak regulator untuk mempercepat aplikasi, seperti yang kami katakan. Kami harapkan sebelum Natal sudah diterima hasilnya,” kata Gilbert.

Oxford memberikan nama vaksinnya sebagai ChAdOx1 nCov-2019. Vaksin diujikan pada mereka yang terbagi dalam tiga kelompok usia 15-55 tahun, 56-69 tahun, dan 70 tahun ke atas. Pengamatan terhadap 560 orang dewasa, termasuk 240 di antaranya berusia di atas 70 tahun, menunjukkan vaksin dapat ditoleransi dan menyebabkan efek samping yang lebih sedikit. Berita ini menjadi langkah maju yang besar karena sebagian besar orang lanjut usia paling berisiko terkena Covid-19 parah bahkan kematian. (Baca juga: Jelang Coblosan Pilkada, Pemerintah dan Penyelenggara Diminta Awasi ASN)

Pejabat kesehatan di Inggris telah menyarankan bahwa vaksin untuk orang dewasa agar lebih diprioritaskan pada usia remaja dan anak-anak. Ini didasari oleh banyaknya kasus kematian pada orang dewasa di atas 50 tahun akibat Covid-19 . “Meskipun ini adalah studi yang sedang berlangsung, hasil awalnya menggembirakan. Vaksin tampaknya dapat ditoleransi dengan baik di semua kelompok umur meskipun orang yang lebih tua mendapatkan sedikit efek samping,” kata Profesor Deborah Dunn-Walters.

Ketua British Society for Immunology Dr Gillies O'Bryan-Tear dari Fakultas Kedokteran Farmasi juga menanggapi pembuatan vaksin Covid-19. Ia mengungkapkan bahwa penuaan sistem kekebalan pada orang tua dapat menyebabkan kemanjuran vaksin yang lebih rendah. Salah satu petunjuk dari penelitian saat ini bahwa orang tua bereaksi lebih sedikit terhadap vaksin. Efek samping yang ditimbulkan bisa berupa demam, rasa sakit, dan pembengkakan di tempat suntikan meskipun hanya sedikit. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta usai Belajar Daring 4 Jam)

Namun, yang menggembirakan adalah adanya peningkatan sistem kekebalan tubuh. Tidak ada perbedaan imun tubuh antara pasien lebih tua dan pasien yang lebih muda. “Ini menunjukkan tetapi belum membuktikan bahwa perlindungan terhadap suatu penyakit akan sama pada orang tua dan orang muda,” kata Gilies. (Fandy)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2235 seconds (0.1#10.140)