Perubahan Iklim, Madagaskar Diambang Kelaparan karena Curah Hujan Berubah

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 12:02 WIB
loading...
Perubahan Iklim, Madagaskar Diambang Kelaparan karena Curah Hujan Berubah
Perubahan iklim membuat warga Madagaskar berada di ambang wabah kelaparan. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perubahan iklim membuat warga Madagaskar berada di ambang wabah kelaparan. Banyak dari anak-anak di Madagaskar kini mengalami mal nutrisi dan warga bertahan hidup dari makan buah kaktus.

Dilansir dari IFL Science, Sabtu (28/8/2021), sejumlah besar orang di Madagaskar berada di ambang kelaparan setelah empat tahun curah hujan yang sangat rendah, dengan perubahan iklim telah diidentifikasi sebagai satu-satunya penyebab utama bencana tersebut.

Secara historis, kelaparan telah dihasilkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti hama, bencana alam, konflik manusia, dan korupsi politik, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi kemanusiaan lainnya mengatakan bahwa ini adalah yang pertama dihasilkan semata-mata oleh efek dari emisi gas rumah kaca.



Bencana paling parah dirasakan arga di wilayah Grand Sud di selatan pulau itu, di mana 1,14 juta orang saat ini rawan pangan. Menurut PBB, jumlah orang yang hidup dalam kondisi "bencana" tingkat lima - kategori risiko paling parah - dapat mencapai 28.000 orang pada Oktober, sementara 110.000 anak menghadapi prospek kekurangan gizi dan "kerusakan permanen" pada pertumbuhan dan perkembangan mereka.

“Ini bukan karena perang atau konflik, ini karena perubahan iklim ,” jelas David Beasley, direktur eksekutif Program Pangan Dunia PBB (WFP).

Demikian juga, Issa Sanogo, Koordinator Residen PBB di Madagaskar, mengatakan bahwa “seperti inilah konsekuensi nyata dari perubahan iklim. Madagaskar menyumbang kurang dari 0,01 persen emisi gas rumah kaca global.

Fakta bahwa Madagaskar sekarang menjadi korban utama perubahan iklim tampaknya sangat tidak adil. “Warga menderita setiap hari dari konsekuensi bencana dari krisis yang tidak mereka ciptakan,” kata Sanogo.



Laporan dari mereka yang berada di Grand Sud menggambarkan betawa mengerikannya situasi di sana. Banyak yang brusaha hidup dengan makan yang ada di sekitarnya. “Keluarga telah hidup dari buah kaktus merah mentah, daun liar dan belalang selama berbulan-bulan,” kata Beasley.

Sementara itu, juru bicara WFP Shelley Thakral mengatakan bahwa "jumlah anak yang dirawat karena malnutrisi akut parah di Grand Sud antara Januari dan Maret adalah empat kali lipat dari rata-rata lima tahun, menurut angka pemerintah terbaru."

Kondisi ini makin mengkhawatirkan karena bisa jadi lebih buruk. Musim tanam berikutnya kurang dari dua bulan lagi dan perkiraan produksi pangan suram karena tanah tertutup pasir; tidak ada air dan sedikit kemungkinan hujan.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1249 seconds (0.1#10.140)