Ini Senjata Biologis Buatan China yang Dicurigai Intelijen AS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Senjata biologis buatan China ternyata sudah dikembangkan sejak lama melalui sejumlah laboratorium rahasia di beberapa provinsi. Intelijen Amerika Serikat mencurigai China telah membuat senjata biologis untuk menghadapi Perang Dunia III.
China sengaja megembangkan senjata biologis karena negara tersebut punya catatan buruk di mana pada Perang Dunia II wilayahnya diserang dengan senjata biologis oleh Jepang.
Dikutip dari Orfonline.org, diperkirakan saat ini ada 17 negara yang mengembangkan senjata biologis, yakni Kanada, China, Kuba, Prancis, Jerman, Iran, Irak, Israel, Jepang, Libya, Korea Utara, Rusia, Afrika Selatan, Suriah, Taiwan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Melihat buruknya dampak senjata biologi bagi kemanusiaan, China sebenarnya menyetujui Konvensi Senjata Biologis (BWC) yang secara efektif melarang pengembangan, produksi, akuisisi, transfer, penimbunan, dan penggunaan senjata biologis dan racun.
Namun pada tahun 1993, intelijen AS menilai dua pusat penelitian biologi yang dikelola sipil telah memproduksi dan menyimpan senjata biologis untuk dikendalikan oleh militer China. Saat itu, AS menyatakan secara terbuka bahwa China belum menghapus program senjata biologisnya.
Setahun berikutnya atau tahun 1994, China tak menyangkal program senjata biologisnya. Kepala Unit Peperangan Anti-Biologis Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) Fu Gemming mengakui laboratorium penelitian militernya. Namun senjata biologis yang dikembangkannya bersifat defensif.
Fu Gemming mengatakan, PLA tidak memiliki unit perang biologis atau unit perang bakteriologis yang ofensif. Secara resmi, unit ini hanya berupa Institut Kedokteran Militer dan bertugas mempelajari penyakit menular.
Namun bukti lain menyebutkan kalau China memang telah mengembangkan senjata biologis. Ken Alibek, mantan Wakil Direktur Pertama Biopreparat Soviet mengungkapkan 'kecelakaan' di laboratorium Xinjiang dekat lokasi pengujian nuklir China. Pada 1980-an, dimana dua edpidemi demam berdarah bocor dari laboratorium.
Pada tahun 1999, Departemen Pertahanan AS menilai China memiliki senjata biologis yang berbahaya. Senjata itu melengkapi teknologi perang China yang meliputi rudal balistik, rudal jelajah, berbagai pesawat tempur, pembom, helikopter, artileri, roket, mortir, dan penyemprot.
Dalam laporan tahun 2001, AS menambahkan bahwa China memiliki infrastruktur bioteknologi canggih serta kemampuan produksi amunisi yang diperlukan. China juga dikatakan telah meneliti agen snjata biologis potensial, seperti agen penyebab tularemia, demam Q, wabah, antraks, ensefalitis kuda, dan psittacosis.
Ada juga kemungkinan bahwa China telah mempersenjatai risin, racun botulinum, dan agen penyebab antraks, kolera, wabah, dan tularemia. Virus yang sangat ganas seperti SARS, influenza H5N1, ensefalitis Jepang, dan demam berdarah telah dipelajari di Institut Virologi Wuhan.
China juga diketahui telah mengembangkan senjata biologis aerosol dan sudah dilakukan eksperimen skala laboratorium. Li Yimin, seorang spesialis senjata biologis China, telah memuji aerosol agen BW karena efektivitasnya di area yang sangat luas juga.
Sebuah studi tahun 2015 telah menemukan, ada sekitar 12 fasilitas yang berafiliasi dengan lembaga pertahanan pemerintah dan 30 fasilitas yang berafiliasi dengan PLA untuk terlibat dalam penelitian, pengembangan, produksi, pengujian, atau penyimpanan senjata biologis.
Meskipun menilai kemampuan militer China terkenal sulit karena tingkat kerahasiaan yanng tinggi, namun kombinasi catatan sejarah, penilaian, dan studi soal laboratorium yang mereka miliki akan memberikan pandangan lain adanya senjata biologis di balik Tembok Besar China.
China sengaja megembangkan senjata biologis karena negara tersebut punya catatan buruk di mana pada Perang Dunia II wilayahnya diserang dengan senjata biologis oleh Jepang.
Dikutip dari Orfonline.org, diperkirakan saat ini ada 17 negara yang mengembangkan senjata biologis, yakni Kanada, China, Kuba, Prancis, Jerman, Iran, Irak, Israel, Jepang, Libya, Korea Utara, Rusia, Afrika Selatan, Suriah, Taiwan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Melihat buruknya dampak senjata biologi bagi kemanusiaan, China sebenarnya menyetujui Konvensi Senjata Biologis (BWC) yang secara efektif melarang pengembangan, produksi, akuisisi, transfer, penimbunan, dan penggunaan senjata biologis dan racun.
Namun pada tahun 1993, intelijen AS menilai dua pusat penelitian biologi yang dikelola sipil telah memproduksi dan menyimpan senjata biologis untuk dikendalikan oleh militer China. Saat itu, AS menyatakan secara terbuka bahwa China belum menghapus program senjata biologisnya.
Setahun berikutnya atau tahun 1994, China tak menyangkal program senjata biologisnya. Kepala Unit Peperangan Anti-Biologis Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) Fu Gemming mengakui laboratorium penelitian militernya. Namun senjata biologis yang dikembangkannya bersifat defensif.
Fu Gemming mengatakan, PLA tidak memiliki unit perang biologis atau unit perang bakteriologis yang ofensif. Secara resmi, unit ini hanya berupa Institut Kedokteran Militer dan bertugas mempelajari penyakit menular.
Namun bukti lain menyebutkan kalau China memang telah mengembangkan senjata biologis. Ken Alibek, mantan Wakil Direktur Pertama Biopreparat Soviet mengungkapkan 'kecelakaan' di laboratorium Xinjiang dekat lokasi pengujian nuklir China. Pada 1980-an, dimana dua edpidemi demam berdarah bocor dari laboratorium.
Pada tahun 1999, Departemen Pertahanan AS menilai China memiliki senjata biologis yang berbahaya. Senjata itu melengkapi teknologi perang China yang meliputi rudal balistik, rudal jelajah, berbagai pesawat tempur, pembom, helikopter, artileri, roket, mortir, dan penyemprot.
Dalam laporan tahun 2001, AS menambahkan bahwa China memiliki infrastruktur bioteknologi canggih serta kemampuan produksi amunisi yang diperlukan. China juga dikatakan telah meneliti agen snjata biologis potensial, seperti agen penyebab tularemia, demam Q, wabah, antraks, ensefalitis kuda, dan psittacosis.
Ada juga kemungkinan bahwa China telah mempersenjatai risin, racun botulinum, dan agen penyebab antraks, kolera, wabah, dan tularemia. Virus yang sangat ganas seperti SARS, influenza H5N1, ensefalitis Jepang, dan demam berdarah telah dipelajari di Institut Virologi Wuhan.
China juga diketahui telah mengembangkan senjata biologis aerosol dan sudah dilakukan eksperimen skala laboratorium. Li Yimin, seorang spesialis senjata biologis China, telah memuji aerosol agen BW karena efektivitasnya di area yang sangat luas juga.
Sebuah studi tahun 2015 telah menemukan, ada sekitar 12 fasilitas yang berafiliasi dengan lembaga pertahanan pemerintah dan 30 fasilitas yang berafiliasi dengan PLA untuk terlibat dalam penelitian, pengembangan, produksi, pengujian, atau penyimpanan senjata biologis.
Meskipun menilai kemampuan militer China terkenal sulit karena tingkat kerahasiaan yanng tinggi, namun kombinasi catatan sejarah, penilaian, dan studi soal laboratorium yang mereka miliki akan memberikan pandangan lain adanya senjata biologis di balik Tembok Besar China.
(ysw)