Perubahan Iklim Bikin Afrika Merana, Awal 2022 Berbagai Badai Menerjang Sejumlah Negara

Kamis, 14 April 2022 - 10:00 WIB
loading...
Perubahan Iklim Bikin Afrika Merana, Awal 2022 Berbagai Badai Menerjang Sejumlah Negara
Badai Tropis Ana menurunkan curah hujan yang tinggi akibat perubahan iklim, di seluruh Malawi, Mozambik, dan Madagaskar pada akhir Januari. Foto/sciencenews
A A A
MAPUTO - Perubahan iklim meningkatkan intensitas hujan di Afrika tenggara dan menewaskan ratusan orang pada awal 2022 saat dua badai dahsyat menerjang. Tetapi kelangkaan data regional membuat sulit untuk menentukan seberapa besar peran perubahan iklim.

Para peneliti dari konsorsium ilmuwan iklim dan pakar bencana jaringan Atribusi Cuaca Dunia menyebutkan, serangkaian badai tropis dan hujan lebat melanda Afrika tenggara secara berurutan dari Januari hingga Maret. Penemuan itu dijelaskan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan secara online pada 11 April 2022.

Untuk studi ini, para peneliti berfokus pada dua peristiwa: Badai Tropis Ana, yang menyebabkan banjir di Madagaskar utara, Malawi, dan Mozambik pada Januari dan menewaskan sedikitnya 70 orang. Kemudian Topan Batsirai yang menggenangi Madagaskar selatan pada Februari dan menyebabkan ratusan kematian lagi.



Untuk mencari jejak bukti perubahan iklim sebagai pemicu bencana ini, tim pertama-tama memilih periode hujan lebat selama tiga hari untuk setiap badai. Kemudian para peneliti mencoba mengumpulkan data pengamatan dari wilayah tersebut untuk merekonstruksi catatan curah hujan harian historis dari 1981 hingga 2022.

Hanya empat stasiun cuaca, semuanya di Mozambik, yang memiliki data berkualitas tinggi yang konsisten selama beberapa dekade. Namun, dengan menggunakan data yang ada, tim dapat membuat simulasi untuk wilayah yang mewakili iklim dengan dan tanpa emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia.

Izidine Pinto, seorang ahli iklim di Universitas Cape Town di Afrika Selatan mengatakan, dari simulasi tersebut mengungkapkan bahwa perubahan iklim memang berperan dalam mengintensifkan hujan. Tetapi dengan data curah hujan historis yang tidak mencukupi, tim “tidak dapat mengukur kontribusi yang tepat dari perubahan iklim,” kata Pinto dikutip SINDOnews dari laman sciencenews, Kamis (14/4/2022).

Studi ini menyoroti bagaimana informasi tentang peristiwa cuaca ekstrem “sangat bias terhadap Global North … [sementara] ada kesenjangan besar di Global South,” kata ilmuwan iklim Friedericke Otto dari Imperial College London.



Itu adalah masalah yang juga disorot oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim. IPCC mengutip data Belahan Selatan yang tidak mencukupi sebagai penghalang untuk menilai kemungkinan peningkatan frekuensi dan intensitas siklon tropis di luar Samudra Atlantik Utara.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3196 seconds (0.1#10.140)