Endus Ambisi China Menguasai Bulan, NASA Kirim Peringatan

Senin, 18 Juli 2022 - 08:11 WIB
loading...
Endus Ambisi China Menguasai Bulan, NASA Kirim Peringatan
China dan Amerika Serikat (AS) sama-sama memiliki rencana besar untuk melakukan eksplorasi di bulan. Namun, tidak akan ada negara yang benar-benar dapat mengklaim kepemilikan tanah di sana. Foto/3dScultor/Space.com
A A A
FLORIDA - Administrator NASA Bill Nelson menyatakan keprihatinan atas tujuan China melakukan eksplorasi di luar angkasa. Apalagi, China, dalam beberapa cara, terdeteksi mengklaim kepemilikan atas bulan dan menghentikan negara lain untuk menjelajahinya.

Ketegangan antara administrator NASA dan pejabat pemerintah China ini terjadi pada saat kedua negara secara aktif mengerjakan misi ke bulan. China pun tidak malu-malu mengungkapkan rencananya melakukan berbagai eksplorasi di bulannya.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman, Nelson memperingatkan bahwa “kita harus sangat khawatir bahwa China mendarat di bulan dan mengatakan: 'Ini milik kita sekarang dan Anda tetap di luar.'" China segera mengecam tuduhan tersebut sebagai sebuah “kebohongan.”



Dikutip SINDOnews dari laman Space.com, Senin (18/7/2022), China menjadi negara pertama yang mendaratkan pesawat luar angkasa di sisi terjauh bulan pada tahun 2019. Pada tahun yang sama, China dan Rusia mengumumkan rencana bersama untuk mencapai Kutub Selatan bulan pada tahun 2026.

Beberapa pejabat China dan dokumen pemerintah telah menunjukkan niat untuk membangun Stasiun Penelitian Bulan Internasional yang permanen dan berawak pada tahun 2027. Dua ilmuwan yang mempelajari keamanan ruang angkasa dan program luar angkasa, Svetla Ben-Itzhak dan R. Lincoln Hines, dari Air University menilai China tidak bisa menguasai Bulan.

“Kami percaya bahwa baik China maupun negara lain tidak mungkin mengambil alih bulan dalam waktu dekat. Tindakan Ini tidak hanya ilegal, tetapi juga menakutkan secara teknologi. Biaya dari upaya semacam itu akan sangat tinggi, sementara potensi imbalannya tidak pasti,” kata keduanya kepada Space.com.



Dengan luas permukaan hampir 39 juta kilometer persegi, atau hampir lima kali luas Australia, kontrol atas bulan hanya akan bersifat sementara dan terlokalisasi. Kemungkinan yang masuk akal, China hanya dapat mencoba untuk mengamankan kontrol wilayah tertentu di Bulan yang bernilai strategis, seperti kawah bulan dengan konsentrasi es air yang lebih tinggi.

Es di bulan penting karena akan menyediakan air bagi manusia yang tidak perlu dikirim dari Bumi. Es juga dapat berfungsi sebagai sumber vital oksigen dan hidrogen, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar roket. Singkatnya, air es sangat penting untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang dan kemampuan bertahan dari misi apa pun ke bulan atau di luarnya.

Mengamankan dan menegakkan kontrol wilayah bulan yang strategis akan membutuhkan investasi keuangan yang besar dan upaya jangka panjang. Dan tidak ada negara yang bisa melakukan ini dengan diam-diam. “Pergi ke bulan itu mahal; dan mengambil alih bulan akan lebih dari itu,” kata dua ilmuwan Air University.

Jika China mengambil alih kendali atas beberapa bagian bulan, itu akan menjadi tindakan yang berisiko, mahal, dan sangat provokatif. China akan mengambil risiko lebih jauh menodai citra internasionalnya dengan melanggar hukum internasional, dan itu dapat mengundang pembalasan.

Diketahui China berinvestasi besar-besaran untuk eksplorasi di luar angkasa. Pada tahun 2021, China sudah melakukan peluncuran orbital sebanyak 55 kali,jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan AS sebanyak 51 kali.

China juga berada di tiga besar dalam penyebaran pesawat ruang angkasa untuk tahun 2021. Perusahaan antariksa StarNet bagian dari pemerintah China sedang merencanakan membuat megakonstelasi 12.992 satelit dan negara tersebut hampir selesai membangun stasiun luar angkasa Tiangong.

Anggaran luar angkasa China diperkirakan USD13 miliar pada tahun 2020, hanya sekitar setengah dari anggaran NASA. Baik AS dan China meningkatkan anggaran luar angkasa mereka pada tahun 2020, AS sebesar 5,6% dan China sebesar 17,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2806 seconds (0.1#10.140)