Batan-Kimia Farma Hasilkan Obat Pengganti Morfin Berbasis Nuklir
A
A
A
BANDUNG - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan PT Kimia Farma Tbk menemukan obat penghilang rasa sakit pengganti morfin bagi penderita kanker. Obat bernama T Bone Kaef itu dihasilkan dari senyawa nuklir.
Business Development Director Kimia Farma, Pujianto mengatakan, produk tersebut merupakan hasil pengembangan Kimia Farma bersama Batan. T Bone Kaef diteliti dan dikembangkan selama 10 tahun hingga mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Kami selalu mengembangkan produk baru kerja sama dengan lembaga penelitian atau perguruan tinggi, termasuk Batan. Hasilnya sudah ada lima produk hasil penelitian Batan yang kami komersialisasi. Yang terbaru adalah T Bone Kaef ini,” ungkap Pujianto di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/9/2018).
Setelah diteliti 10 tahun, produk sudah bisa diproduksi massal dan dikomersialkan. Walau pun di Indonesia baru bisa dipasok ke tiga rumah sakit di Jakarta dan satu di Bandung. Keterbatasan itu lantaran obat membutuhkan ketersediaan alat penyimpanan khusus mengingat menggunakan bahan nuklir.
“Satu dosis Rp3 juta tapi bisa untuk 40 hari. Berbeda dengan morfin, murah tapi sering. Ini sekali pakai tapi harganya mahal. Sama saja dan Ini lebih efektif. Selain itu, obat ini aman. Kalau morfin dosisnya naik terus, obat ini enggak,” ucap.
Deputy Chairman for Nuclear Technology Utilization, Hendig Winarso mengaku, T bone kaef diteliti dan dikembangkan Batan sejak 2008. Obat tersebut merupakan hasil karya anak bangsa. Walau pun di beberapa negara maju sudah banyak digunakan, tapi karena waktu paruh nuklir yang pendek, obat ini sulit diimpor.
“Ini dipakai sebagai pengganti morfin bagi penderita kanker yang sudah metastasis ke tulang. Itu biasanya nyeri luar biasa, sehingga harus di morfin dengan dosis yang terus meningkat. Jaraknya satu sampai dua hari. Tetapi ketika pakai ini (T Bone Kaef), bisa bertahan atau hingga 2 Bulan. Tergantung dosis,” beber dia.
Business Development Director Kimia Farma, Pujianto mengatakan, produk tersebut merupakan hasil pengembangan Kimia Farma bersama Batan. T Bone Kaef diteliti dan dikembangkan selama 10 tahun hingga mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Kami selalu mengembangkan produk baru kerja sama dengan lembaga penelitian atau perguruan tinggi, termasuk Batan. Hasilnya sudah ada lima produk hasil penelitian Batan yang kami komersialisasi. Yang terbaru adalah T Bone Kaef ini,” ungkap Pujianto di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/9/2018).
Setelah diteliti 10 tahun, produk sudah bisa diproduksi massal dan dikomersialkan. Walau pun di Indonesia baru bisa dipasok ke tiga rumah sakit di Jakarta dan satu di Bandung. Keterbatasan itu lantaran obat membutuhkan ketersediaan alat penyimpanan khusus mengingat menggunakan bahan nuklir.
“Satu dosis Rp3 juta tapi bisa untuk 40 hari. Berbeda dengan morfin, murah tapi sering. Ini sekali pakai tapi harganya mahal. Sama saja dan Ini lebih efektif. Selain itu, obat ini aman. Kalau morfin dosisnya naik terus, obat ini enggak,” ucap.
Deputy Chairman for Nuclear Technology Utilization, Hendig Winarso mengaku, T bone kaef diteliti dan dikembangkan Batan sejak 2008. Obat tersebut merupakan hasil karya anak bangsa. Walau pun di beberapa negara maju sudah banyak digunakan, tapi karena waktu paruh nuklir yang pendek, obat ini sulit diimpor.
“Ini dipakai sebagai pengganti morfin bagi penderita kanker yang sudah metastasis ke tulang. Itu biasanya nyeri luar biasa, sehingga harus di morfin dengan dosis yang terus meningkat. Jaraknya satu sampai dua hari. Tetapi ketika pakai ini (T Bone Kaef), bisa bertahan atau hingga 2 Bulan. Tergantung dosis,” beber dia.
(mim)