UGM Ciptakan Papan Partikel Berbahan Dasar Limbah

Sabtu, 07 Desember 2019 - 13:30 WIB
UGM Ciptakan Papan Partikel...
UGM Ciptakan Papan Partikel Berbahan Dasar Limbah
A A A
YOGYAKARTA - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil menciptakan prototipe papan partikel berbahan dasar limbah bulu ayam dan botol plastik sekali pakai. Produk inovatif tersebut dibuat sebagai salah satu solusi untuk mencegah banyaknya limbah yang sulit terurai.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 mencacat bahwa produksi ayam ras pedaging di Indonesia pada 2018 mencapai 2.144.013 ton. Ditambah denganjumlah limbah plastik yang semakin meningkat setiap tahunnya dan merupakan yang terbesar kedua di dunia.

Produksi bulu ayam broiler perekor adalah 9,6% sehingga dapat diproyeksikan volume bulu ayam dalam setahun. Sementara sampah plastik berada pada tahap serius, yakni 64 juta ton per tahun.

Berkaca dari jumlah limbah di atas, tiga mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) UGM angkatan 2016 memiliki ide inovatif membuat papan partikel dari bahan tersebut. Mahasiswa ini adalah Imaniar Rusyadi, Fahmi Arrasyid,dan Dian Setya Budi.

Imaniar Rusyadi selaku ketua peneliti produk inovatif tersebut mengatakan, kedua limbah (plastik dan bulu ayam) belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengganti produk papan partikel. Umumnya, papan partikel memiliki bahan dari kayu hutan dengan perekat sintetis.

Melihat banyaknya kebutuhan kayu hutan, Imaniar menilai ada dampak negatif yang ditimbulkan. Kebutuhan yang tinggi terhadap produk olahan kayu menyebabkan penurunan luas lahan hutan secara drastis.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia mengungkapkan bahwa penurunanluas lahan hutan mencapai 0,82 juta Ha pada 2014 hingga 2015. Kemudian, bahan perekat sintetis yang banyak digunakan berasal dari olahan minyak bumi adalah formaldehida.

Melihat sumber bahan bakunya semakin berkurang dan emisi formaldehida yang perlu dipertimbangkan, mahasiswa UGM memproduksi papan kayu darilimbah bulu ayam dan plastik adalah untuk mengurangi limbah yang sulit didekomposisi secara alami. Ketersediaan limbah ini juga sangat melimpah.

Bulu ayam memiliki protein keratin yang berfungsi sebagai filler. Filler merupakan bahan pemberi volume dan kekuatan pada papan.

“Sifat-sifat serat keratin ialah non-abrasif, ramah lingkungan,dapat diuraikan secara alam, murah, tidak larut pada pelarut organik, memiliki kekuatan mekanik yang baik, densitas rendah, dan antiair. Limbah botolplastik yang tersusun atas Polypropylene Therephthalate (PET) berfungsi sebagai perekat atau matriks,” kata Imaniar.

Dalam pembuatan papan, tim ini menggunakan perbandingan antara filler dan matriks sebesar 75:25. Perbandingan dibuat karenakebutuhan filler lebih banyak dibandingkan dengan matriks yang sifatnya hanya untuk merekatkan.

Lebih lanjut, kata Imaniar, papan partikel yang dinamakan sebagai Eco-palapa ini menawarkan beberapa keuntungan, yaitu ramah lingkungan dan tahan air. Keratin pada bulu ayam dan PET memiliki sifat hidrofobik dan tidak disukai rayap.

Papan partikel ini juga ringan, tersusun oleh keratin dan PET botol plastik sekali pakai yang telah melalui proses hidrasi selama penempaan panas. Berbeda dengan papan partikel berbahan kayu yang mudah lapuk jika terkena air.

“Keuntungan lainnya, tahan panas. Eco-Palapa tersusun oleh jalinan padat bulu ayam dan PET yang memiliki ketahanan tinggi terhadap panas,” tambahnya.

Eco-Palapa, menurut Imaniar, dapat memenuhi kemanfaatan tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Produk tersebut mampu memberikan laba dalam penjualannya.

Selain itu, produk buatan mahasiswa UGM mampu meningkatkan pemasukan bagi rumah pemotongan ayam dan pengolah sampah plastik.
Kedua supplier ini dapat bekerja sama menjual bahan baku berupa limbah bulu ayam dan cacahan botol plastik sekali pakai.

Dari sisi sosial akan terjalin relasi baru antara distributor bahan baku,produsen, distributor papan partikel jadi dan konsumen. Ditinjau dari aspek lingkungan, Eco-Palapa membantu menekan penumpukan sampah organik dan anorganik yang mengganggu keseimbangan lingkungan. “Produk ini berhasil meraih juaraketiga dalam Universitas Teuku Umar (UTU) Awards dengan kategori Produk Inovatif Berbasis Pertanian dan Kelautan pada pertengahan November 2019,” kata Imaniar.

Eco-Palapa merupakan salah satu produk inovatif yang belum mendapatkan paten. Produk ini dapat dipatenkan karena memilikisifat baru, inventif, aplikatif, dan mudah diterapkan dalam industri. Eco-Palapa juga dapat diproduksi secara berkelanjutan, mengingat melimpahnya limbah bulu ayam dan botol plastik. (Fandy)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1146 seconds (0.1#10.140)