Satelit Rekam Badai Mediterania yang Langka Penyebab Banjir Libya
Rabu, 13 September 2023 - 15:21 WIB
TRIPOLI - Badai Mediterania yang langka bernama Daniel terekam satelit berputar-putar di atas Gurun Sahara yang menyebabkan banjir di wilayah Libya. Badai Mediterania awalnya terbentuk di atas Yunani pada 4 September dan menumpahkan hujan selama 24 jam di Libya pada 10 September 2023.
Satelit pemantau Bumi Eropa Sentinel-3 dan satelit cuaca geostasioner Meteosat 11 keduanya menangkap gambar badai monster itu berputar di atas Gurun Sahara berwarna oranye. Selama menyeberangi Laut Mediterania, Badai Daniel memperoleh kekuatan dari perairan yang dihangatkan oleh suhu panas dan berkembang menjadi fenomena langka yang disebut medicane.
Medicanes mendekati intensitas badai Atlantik dan kadang-kadang bahkan menampilkan mata badai yang berbeda di pusatnya. Bagi Libya, serangan badai dahsyat yang tak terduga ini terbukti sangat menghancurkan.
Menurut Pusat Meteorologi Nasional Libya, intensitas angin Badai Daniel mencapai puncaknya pada Minggu 10 September 2023, dengan kecepatan 70 hingga 80 km/jam. Badai Daniel mencatat rekor curah hujan harian baru di negara itu sebesar 414,1 milimeter.
Menurut laporan, dua bendungan di dekat kota Derna gagal menahan aliran air hujan dan runtuh, sehingga menyebabkan bencana banjir besar. Ribuan orang diyakini telah kehilangan nyawa dalam bencana tersebut, sehingga mendorong pihak berwenang Libya mengumumkan keadaan darurat.
“Fenomena Medicane seperti Badai Daniel relatif jarang terjadi, dan cenderung lebih sering terjadi di bagian barat Laut Mediterania dibandingkan di garis pantai Libya yang gersang. Namun, sulit memahami potensi bencana ekstrem di iklim kering, di mana curah hujan sedang jarang terjadi,” kata Liz Stephens, profesor risiko dan ketahanan iklim di Reading University di Inggris dikutip SINDOnews dari laman Space, Rabu (13/9/2023).
Suzanne Gray, profesor meteorologi di Reading University mengatakan, biasanya hanya satu hingga tiga Medican terbentuk di kawasan Mediterania setiap tahunnya. Saat ini menjadi paradox, meningkatnya perubahan iklim, badai kemungkinan besar akan tumbuh lebih kuat dibandingkan di iklim yang lebih dingin.
“Perubahan iklim diperkirakan meningkatkan intensitas bencana yang paling parah. Kami yakin bahwa perubahan iklim meningkatkan curah hujan yang terkait dengan badai tersebut. Akan menarik untuk mengevaluasi apakah total curah hujan di Libya timur secara fisik tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim,” tambah Stephens.
Satelit pemantau Bumi Eropa Sentinel-3 dan satelit cuaca geostasioner Meteosat 11 keduanya menangkap gambar badai monster itu berputar di atas Gurun Sahara berwarna oranye. Selama menyeberangi Laut Mediterania, Badai Daniel memperoleh kekuatan dari perairan yang dihangatkan oleh suhu panas dan berkembang menjadi fenomena langka yang disebut medicane.
Medicanes mendekati intensitas badai Atlantik dan kadang-kadang bahkan menampilkan mata badai yang berbeda di pusatnya. Bagi Libya, serangan badai dahsyat yang tak terduga ini terbukti sangat menghancurkan.
Menurut Pusat Meteorologi Nasional Libya, intensitas angin Badai Daniel mencapai puncaknya pada Minggu 10 September 2023, dengan kecepatan 70 hingga 80 km/jam. Badai Daniel mencatat rekor curah hujan harian baru di negara itu sebesar 414,1 milimeter.
Menurut laporan, dua bendungan di dekat kota Derna gagal menahan aliran air hujan dan runtuh, sehingga menyebabkan bencana banjir besar. Ribuan orang diyakini telah kehilangan nyawa dalam bencana tersebut, sehingga mendorong pihak berwenang Libya mengumumkan keadaan darurat.
“Fenomena Medicane seperti Badai Daniel relatif jarang terjadi, dan cenderung lebih sering terjadi di bagian barat Laut Mediterania dibandingkan di garis pantai Libya yang gersang. Namun, sulit memahami potensi bencana ekstrem di iklim kering, di mana curah hujan sedang jarang terjadi,” kata Liz Stephens, profesor risiko dan ketahanan iklim di Reading University di Inggris dikutip SINDOnews dari laman Space, Rabu (13/9/2023).
Suzanne Gray, profesor meteorologi di Reading University mengatakan, biasanya hanya satu hingga tiga Medican terbentuk di kawasan Mediterania setiap tahunnya. Saat ini menjadi paradox, meningkatnya perubahan iklim, badai kemungkinan besar akan tumbuh lebih kuat dibandingkan di iklim yang lebih dingin.
“Perubahan iklim diperkirakan meningkatkan intensitas bencana yang paling parah. Kami yakin bahwa perubahan iklim meningkatkan curah hujan yang terkait dengan badai tersebut. Akan menarik untuk mengevaluasi apakah total curah hujan di Libya timur secara fisik tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim,” tambah Stephens.
(wib)
tulis komentar anda