COVID-19 Diam-diam Menyebar Lagi di Wuhan, Pemerintah China Berbohong?
Minggu, 10 Januari 2021 - 23:41 WIB
WUHAN - COVID-19 diduga terus menyebar secara diam-diam di Wuhan , China , selama musim semi 2020. Bahkan setelah penghitungan resmi pemerintah menunjukkan virus Corona telah diberantas . Dugaan ini bersumber dari sebuah studi baru yang dikutip, Live Science.
SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, pertama kali ditemukan di Wuhan pada Desember 2019, dan kota itu segera menjadi pusat pandemik. Kasus memuncak di Wuhan pada Februari 2020 tapi segera menurun dengan cepat, dengan hanya beberapa kasus yang dilaporkan pada akhir Maret. Pada awal April, penguncian kota telah berakhir dan di akhir bulan itu Wuhan dinyatakan bebas virus Corona. (Baca juga: Pejabat Tinggi AS: Virus Corona Bocor dari Lab Wuhan Teori Kredibel )
Namun studi baru, yang diterbitkan Kamis (7 Januari) di jurnal PLOS Neglected Tropical Diseases, menceritakan kisah yang berbeda. "Para peneliti, dari Universitas Wuhan, menganalisis lebih dari 63.000 sampel darah yang dikumpulkan di China -terutama di Wuhan- antara 6 Maret dan 3 Mei 2020. Semua peserta yang jadi objek penelitian tersebut sehat dan menjalani skrining sebelum kembali bekerja," kata para peneliti, tulis Live Science.
Sampel darah diuji antibodi terhadap SARS-CoV-2. Secara khusus, para peneliti mencari antibodi IgG, sejenis antibodi tahan lama yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan SARS-CoV-2. Dan antibodi IgM, antibodi berumur relatif pendek yang menunjukkan infeksi virus baru-baru ini.
Di Wuhan, persentase peserta dengan salah satu antibodi ini adalah 1,7%. Itu jauh lebih tinggi daripada persentase yang terlihat di daerah di luar Provinsi Hubei, termasuk Wuhan, yakni sekitar 0,4%.
Terlebih lagi, para peneliti menemukan bahwa tingkat kepositifan IgM -yang menunjukkan infeksi aktif atau baru-baru ini- di Wuhan hampir 0,5%, dibandingkan 0,07% di bagian lain dari wilayah China.
Berdasarkan tingkat antibodi IgM yang terlihat di Wuhan pada musim semi 2020, para peneliti memperkirakan bahwa ribuan orang terinfeksi tanpa gejala selama periode itu. "Kami menyimpulkan bahwa... sejumlah besar pembawa SARS-CoV-2 asimtomatik ada setelah eliminasi kasus klinis COVID-19 di Kota Wuhan," tulis para peneliti.
Berdasarkan jumlah antibodi dari penelitian tersebut, para peneliti memperkirakan bahwa di Wuhan, kota berpenduduk sekitar 10 juta orang, sekitar 168.000 orang telah terinfeksi secara keseluruhan di Wuhan pada waktu itu -lebih tinggi sekitar 50.000 kasus dari yang telah dilaporkan.
Para penulis mencatat sejak 14 Mei hingga 1 Juni 2020, pejabat di Wuhan melakukan pengujian massal COVID-19 terhadap 9,9 juta orang. Hasilnya, tingkat infeksi tanpa gejala hanya 0,3 per 10.000 orang berdasarkan pengujian PCR untuk materi genetik SARS-CoV- 2.
Tetapi tingkat yang ditemukan dalam studi saat ini, berdasarkan pengujian IgM, ratusan kali lebih tinggi, kata para peneliti. "Perbedaan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk sensitivitas yang lebih besar dari tes antibodi darah dibandingkan dengan tes PCR dan tanggal pengumpulan yang lebih awal dalam studi saat ini dibandingkan tes pengawasan oleh pejabat kota," ungkap para peneliti. (Baca juga: Galaxy A02s, Ponsel Rp1 Jutaan yang Bisa Bikin Sehat saat PSBB Jawa Bali )
SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, pertama kali ditemukan di Wuhan pada Desember 2019, dan kota itu segera menjadi pusat pandemik. Kasus memuncak di Wuhan pada Februari 2020 tapi segera menurun dengan cepat, dengan hanya beberapa kasus yang dilaporkan pada akhir Maret. Pada awal April, penguncian kota telah berakhir dan di akhir bulan itu Wuhan dinyatakan bebas virus Corona. (Baca juga: Pejabat Tinggi AS: Virus Corona Bocor dari Lab Wuhan Teori Kredibel )
Namun studi baru, yang diterbitkan Kamis (7 Januari) di jurnal PLOS Neglected Tropical Diseases, menceritakan kisah yang berbeda. "Para peneliti, dari Universitas Wuhan, menganalisis lebih dari 63.000 sampel darah yang dikumpulkan di China -terutama di Wuhan- antara 6 Maret dan 3 Mei 2020. Semua peserta yang jadi objek penelitian tersebut sehat dan menjalani skrining sebelum kembali bekerja," kata para peneliti, tulis Live Science.
Sampel darah diuji antibodi terhadap SARS-CoV-2. Secara khusus, para peneliti mencari antibodi IgG, sejenis antibodi tahan lama yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan SARS-CoV-2. Dan antibodi IgM, antibodi berumur relatif pendek yang menunjukkan infeksi virus baru-baru ini.
Di Wuhan, persentase peserta dengan salah satu antibodi ini adalah 1,7%. Itu jauh lebih tinggi daripada persentase yang terlihat di daerah di luar Provinsi Hubei, termasuk Wuhan, yakni sekitar 0,4%.
Terlebih lagi, para peneliti menemukan bahwa tingkat kepositifan IgM -yang menunjukkan infeksi aktif atau baru-baru ini- di Wuhan hampir 0,5%, dibandingkan 0,07% di bagian lain dari wilayah China.
Berdasarkan tingkat antibodi IgM yang terlihat di Wuhan pada musim semi 2020, para peneliti memperkirakan bahwa ribuan orang terinfeksi tanpa gejala selama periode itu. "Kami menyimpulkan bahwa... sejumlah besar pembawa SARS-CoV-2 asimtomatik ada setelah eliminasi kasus klinis COVID-19 di Kota Wuhan," tulis para peneliti.
Berdasarkan jumlah antibodi dari penelitian tersebut, para peneliti memperkirakan bahwa di Wuhan, kota berpenduduk sekitar 10 juta orang, sekitar 168.000 orang telah terinfeksi secara keseluruhan di Wuhan pada waktu itu -lebih tinggi sekitar 50.000 kasus dari yang telah dilaporkan.
Para penulis mencatat sejak 14 Mei hingga 1 Juni 2020, pejabat di Wuhan melakukan pengujian massal COVID-19 terhadap 9,9 juta orang. Hasilnya, tingkat infeksi tanpa gejala hanya 0,3 per 10.000 orang berdasarkan pengujian PCR untuk materi genetik SARS-CoV- 2.
Tetapi tingkat yang ditemukan dalam studi saat ini, berdasarkan pengujian IgM, ratusan kali lebih tinggi, kata para peneliti. "Perbedaan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk sensitivitas yang lebih besar dari tes antibodi darah dibandingkan dengan tes PCR dan tanggal pengumpulan yang lebih awal dalam studi saat ini dibandingkan tes pengawasan oleh pejabat kota," ungkap para peneliti. (Baca juga: Galaxy A02s, Ponsel Rp1 Jutaan yang Bisa Bikin Sehat saat PSBB Jawa Bali )
(iqb)
tulis komentar anda