Luruskan Arah Kiblat saat Fenomena Tanpa Bayangan Tak Berarti Kiblat Berubah
Sabtu, 30 Januari 2021 - 15:08 WIB
JAKARTA - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, memastikan fenomena Malam Tanpa Bayangan Bulan (MTBB) atau ketika Bulan berada tepat di atas Kakbah tidak berpengaruh pada Bumi.
Adapun imbas dari fenomena ini hanyalah kenaikan air laut , karena pada saat bersamaan juga terjadi Bulan Purnama. Kenaikan air laut ini pun biasa terjadi setiap Purnama datang.
"Keistimewaannya (fenomena tanpa bayangan) karena jarang Purnama penuh bersamaan dengan posisinya (Bulan) di lintang Mekkah, sehingga memungkinkan dijadikan sebagai pedoman arah kiblat," kata Thomas, saat dihubungi MNC Portal Indonesia.
MTBB adalah fenomena ketika Bulan memasuki fase Purnama dan posisi Bulan tepat berada di atas zenit, atau secara awam tepat di atas kepala kita. Fenomena ini menjadi momen untuk meluruskan arah kiblat, bagi umat Muslim di belahan dunia yang mengalami malam hari sebelum Bulan terbenam.
Yang jelas Thomas memastikan bukan berarti kiblat umat Islam berubah. Perlunya penyempurnan atau pemeriksaan ulang arah kiblat, dikarenakan sebagian besar Masjid atau Musala arah kiblatnya ditentukan sekadar perkiraan, dengan mengacu secara kasar arah kiblat Masjid yang sudah ada atau dengan menggunakan kompas yang tidak akurat.
Selain MTBB, Hari Tanpa Bayangan Mataharo (HTBM) juga bisa menjadi momen untuk meluruskan arah kiblat. Sebab saat itu Matahari tepat berada di atas Kakbah.
Fenomena HTBM terjadi dua kali setiap tahunnya. Di tahun 2021, fenomena ini akan terjadi pada 27 Mei pukul 16.17.52 WIB dan 15 Juli pukul 16.26.43 WIB.
Thomas menjelaskan, dengan bayangan Matahari pada saat-saat tertentu, arah kiblat dapat lebih mudah dan lebih akurat ditentukan. Arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela atau pintu, atau sisi bangunan.
Pada saat HTBM terjadi di Mekkah, Arab Saudi, wilayah yang akan mengalami siang bersamaan adalah Indonesia Barat, Asia Tengah, Eropa, dan Afrika. Sementara wilayah Indonesia Timur, Pasifik, dan benua Amerika, mengalami siang yang berlawaan dengan Mekkah.
"Untuk luruskan arah kiblat gunakan benda tegak, misalnya kusen jendela, untuk menentukan bayangannya pada waktu yang ditentukan," ujar Thomas.
"Beri tanda arah bayangan, misalnya dengan sajadah. Buat garis shaf baru berdasarkan arah yang telah ditentukan. Jangan ragu menyempurnakan arah kiblat demi kebenaran," pungkasnya.
Adapun imbas dari fenomena ini hanyalah kenaikan air laut , karena pada saat bersamaan juga terjadi Bulan Purnama. Kenaikan air laut ini pun biasa terjadi setiap Purnama datang.
"Keistimewaannya (fenomena tanpa bayangan) karena jarang Purnama penuh bersamaan dengan posisinya (Bulan) di lintang Mekkah, sehingga memungkinkan dijadikan sebagai pedoman arah kiblat," kata Thomas, saat dihubungi MNC Portal Indonesia.
MTBB adalah fenomena ketika Bulan memasuki fase Purnama dan posisi Bulan tepat berada di atas zenit, atau secara awam tepat di atas kepala kita. Fenomena ini menjadi momen untuk meluruskan arah kiblat, bagi umat Muslim di belahan dunia yang mengalami malam hari sebelum Bulan terbenam.
Yang jelas Thomas memastikan bukan berarti kiblat umat Islam berubah. Perlunya penyempurnan atau pemeriksaan ulang arah kiblat, dikarenakan sebagian besar Masjid atau Musala arah kiblatnya ditentukan sekadar perkiraan, dengan mengacu secara kasar arah kiblat Masjid yang sudah ada atau dengan menggunakan kompas yang tidak akurat.
Selain MTBB, Hari Tanpa Bayangan Mataharo (HTBM) juga bisa menjadi momen untuk meluruskan arah kiblat. Sebab saat itu Matahari tepat berada di atas Kakbah.
Fenomena HTBM terjadi dua kali setiap tahunnya. Di tahun 2021, fenomena ini akan terjadi pada 27 Mei pukul 16.17.52 WIB dan 15 Juli pukul 16.26.43 WIB.
Thomas menjelaskan, dengan bayangan Matahari pada saat-saat tertentu, arah kiblat dapat lebih mudah dan lebih akurat ditentukan. Arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela atau pintu, atau sisi bangunan.
Pada saat HTBM terjadi di Mekkah, Arab Saudi, wilayah yang akan mengalami siang bersamaan adalah Indonesia Barat, Asia Tengah, Eropa, dan Afrika. Sementara wilayah Indonesia Timur, Pasifik, dan benua Amerika, mengalami siang yang berlawaan dengan Mekkah.
"Untuk luruskan arah kiblat gunakan benda tegak, misalnya kusen jendela, untuk menentukan bayangannya pada waktu yang ditentukan," ujar Thomas.
"Beri tanda arah bayangan, misalnya dengan sajadah. Buat garis shaf baru berdasarkan arah yang telah ditentukan. Jangan ragu menyempurnakan arah kiblat demi kebenaran," pungkasnya.
(iqb)
Lihat Juga :
tulis komentar anda