Diyakini Pernah Dipakai Raja Daud, Arkeolog Temukan Potongan Kain Berusia 3.000 Tahun
Selasa, 02 Februari 2021 - 15:33 WIB
JAKARTA - Pakar arkeolog Israel menemukan potongan kain berwarna ungu yang ditaksir berusia 3.000 tahun di Lembah Timna di Israel selatan. Berdasarkan alkitab, warna ungu disediakan untuk bangsawan dan keluarga kerajaan sehingga arkeolog meyakini kalau kain itu pernah dipakai Raja Daud atau Raja Solomo.
Pakar barang antik Israel, Dr Naama Sukenik menjelaskan, bagaimana mereka menemukan tiga sampel kain ungu di situs peleburan tembaga Zaman Besi, yang masing-masing diwarnai dengan pewarna yang terbuat dari moluska Mediterania. (Baca: Temuan Prasasti Ini Ungkap Kerajaan Misterius di Turki)
"Ini adalah bagian pertama dari tekstil yang pernah ditemukan dari zaman Raja Daud dan Raja Sulaiman yang diwarnai dengan pewarna ungu," jelas Sukenik. Arkeolog menemukan tekstil langka itu saat menggali situs bernama Bukit Budak di Lembah Timna di Israel selatan.
Di zaman kuno, pakaian ungu dikaitkan dengan bangsawan, pendeta, dan keluarga kerajaan. Penanggalan radiokarbon mengkonfirmasi bahwa kain tersebut berusia sekitar 3.000 tahun. Terdiri dari sepotong kain tenun, rumbai, dan gumpalan serat wol. "Sampelnya sangat cocok dengan kerajaan alkitabiah Daud dan Sulaiman - keduanya muncul di Perjanjian Lama dengan bercak ungu," katanya.
Bedasarkan dokumen yang ditulis penulis Romawi Pliny the Elder, diketahui bahwa pewarna ungu dihasilkan dari pigmen yang ditemukan pada tiga spesies siput laut yang berbeda: Banded Dye-Murex (Hexaplex trunculus), Spiny Dye-Murex (Bolinus brandaris ), dan Cangkang Batu Mulut Merah (Stramonita haemastoma).
Menariknya, tidak ada spesies siput laut yang menjadi bahan pembuatan pewarna ditemukan di Laut Merah, yang berbatasan dengan Israel. Sebaliknya, mereka menghuni perairan Mediterania, dan Timur Tengah. Hal itu menandakan adanya jalur perdagangan yang mapan di seluruh kawasan. (Baca juga: Benarkah Orang yang Divaksin Covid-19 Dilarang Donor Darah Selama Setahun)
Karena warna ungu hanya muncul dalam jumlah kecil pada siput laut, diperlukan tangkapan yang banyak untuk menghasilkan pakaian berwarna ungu kerajaan. Dengan menggabungkan tiga spesies yang berbeda, para ahli mengendalikan paparan cahaya selama proses produksi untuk menghasilkan rona merah atau biru.
Pakar barang antik Israel, Dr Naama Sukenik menjelaskan, bagaimana mereka menemukan tiga sampel kain ungu di situs peleburan tembaga Zaman Besi, yang masing-masing diwarnai dengan pewarna yang terbuat dari moluska Mediterania. (Baca: Temuan Prasasti Ini Ungkap Kerajaan Misterius di Turki)
"Ini adalah bagian pertama dari tekstil yang pernah ditemukan dari zaman Raja Daud dan Raja Sulaiman yang diwarnai dengan pewarna ungu," jelas Sukenik. Arkeolog menemukan tekstil langka itu saat menggali situs bernama Bukit Budak di Lembah Timna di Israel selatan.
Di zaman kuno, pakaian ungu dikaitkan dengan bangsawan, pendeta, dan keluarga kerajaan. Penanggalan radiokarbon mengkonfirmasi bahwa kain tersebut berusia sekitar 3.000 tahun. Terdiri dari sepotong kain tenun, rumbai, dan gumpalan serat wol. "Sampelnya sangat cocok dengan kerajaan alkitabiah Daud dan Sulaiman - keduanya muncul di Perjanjian Lama dengan bercak ungu," katanya.
Bedasarkan dokumen yang ditulis penulis Romawi Pliny the Elder, diketahui bahwa pewarna ungu dihasilkan dari pigmen yang ditemukan pada tiga spesies siput laut yang berbeda: Banded Dye-Murex (Hexaplex trunculus), Spiny Dye-Murex (Bolinus brandaris ), dan Cangkang Batu Mulut Merah (Stramonita haemastoma).
Menariknya, tidak ada spesies siput laut yang menjadi bahan pembuatan pewarna ditemukan di Laut Merah, yang berbatasan dengan Israel. Sebaliknya, mereka menghuni perairan Mediterania, dan Timur Tengah. Hal itu menandakan adanya jalur perdagangan yang mapan di seluruh kawasan. (Baca juga: Benarkah Orang yang Divaksin Covid-19 Dilarang Donor Darah Selama Setahun)
Karena warna ungu hanya muncul dalam jumlah kecil pada siput laut, diperlukan tangkapan yang banyak untuk menghasilkan pakaian berwarna ungu kerajaan. Dengan menggabungkan tiga spesies yang berbeda, para ahli mengendalikan paparan cahaya selama proses produksi untuk menghasilkan rona merah atau biru.
(ysw)
tulis komentar anda