Waspada, Sindrom Patah Hati Meningkat Sejak 2006, Khususnya di Kalangan Wanita

Minggu, 14 November 2021 - 10:27 WIB
Sindrom patah hati yang dibahas ini bukan soal perasaan yang terluka, kecewa, dan kehilangan, seperti dalam drama romantik. Tapi suatu kondisi gangguan kesehatan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
NEW YORK - Kalau kita mengalami patah hati , bagaimana mengobatinya? Tentu harus mendapat perawatan medis di rumah sakit. Loh, kok patah hati harus mendapat perawatan medis, bukannya ini soal perasaan.

Sindrom patah hati yang dibahas ini bukan soal perasaan yang terluka, kecewa, dan kehilangan, seperti dalam drama romantik. Tapi suatu kondisi gangguan kesehatan yang dalam istilah medis dikenal dengan Kardiomiopati Takotsubo atau Kardiomiopati akibat stres.

Secara populer dikenal dengan Sindrom Patah Hati, kadang disebut juga Sindrom Takotsubo (TTS). Kenapa populer disebut Sindrom Patah Hati, karena penyebab gangguan kesehatan ini berhubungan erat dengan emosi. (Baca juga; Hari Kesehatan Nasional, Anies Ajak Warga Jakarta Terapkan Gaya Hidup Sehat )



Sindrom Takotsubo (TTS) dipicu kondisi stres emosional yang menyebabkan tubuh melepaskan adrenalin dan hormon lainnya secara berlebihan. Biasanya berupa emosi yang bersifat negatif, seperti kehilangan orang yang dicintai, perasaan kesepian, atau mengalami pelecehan di tempat kerja.

Dorongan hormonal yang dihasilkan kemudian dapat merangsang dan membanjiri otot-otot jantung. Stimulasi berlebihan ini dapat menyebabkan otot jantung tidak berfungsi. Kondisi ini mengakibatkan gejala seperti nyeri dada, sesak napas, berkeringat, dan pusing.

Bisa dikatakan sangat mirip dengan gejala serangan jantung, makanya penderita Sindrom Patah Hati harus mendapat perawatan medis. Informasi dari Journal of American Heart Association (JAHA), yang dikutip dari laman forbes, Minggu (14/11/2021), Sindrom Patah Hati bisa memicu serangan jantung, meskipun peluangnya kecil sekitar 2%.

Namun, berbeda dengan serangan jantung, Kardiomiopati akibat stres (Sindrom Takotsubo) biasanya tidak menyebabkan kerusakan permanen. Makanya, Sindrom Patah Hati ini kurang mendapat perhatian masyarakat secara luas. (Baca juga; Jadi Pusat Metabolisme Tubuh, Jaga Selalu Kesehatan Liver Anda )

Padahal Journal of American Heart Association (JAHA) menyebutkan sejak 2006 hingga 2017 kasus Sindrom Patah Hati semakin meningkat. Data dari Tim Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles dan University of Southern California sejak 2006-2017 ada 135.463 kasus Sindrom Patah Hati yang terdokumentasi. Dari angka tersebut, sebanyak 88,3% dialami wanita.

Angka ini mencerminkan peningkatan secara terus-menerus tekanan atau stres yang berpengaruh pada emosi seseorang. Juga menunjukkan bagaimana kapasitas individu mengelola stres yang dialami. Contoh sederhana, bagaimana mengatasi masalah kesepian.

Lalu, mengapa Sindrom Patah Hati banyak dialami wanita dibandingkan pria? Dari penelitian yang diterbitkan Scientific Reports menyebutkan, salah satu pemicunya adalah faktor hormon. Tapi belum diketahui detail bagaimana faktor hormon itu berperan. Jadi tidak bisa diklaim ini akibat wanita lebih emosional dari pria.

Jadi pelajaran yang biasa diambil dari Sindrom Patah Hati ini, kuncinya adalah meningkatkan kemampuan mengelola emosi dan merespons secara positif berbagai tekanan di lingkungan kita. Kalau tidak, kita bisa mendapat perawatan medis untuk menurunkan tekanan darah dan menormalkan kembali kinerja maupun detak jantung kita.
(wib)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More