Ilmuwan Kelabakan Memahami Cuaca Super-Ekstrem yang Terjadi di China

Jum'at, 23 September 2022 - 10:31 WIB
Cuaca super-ekstrem yang terjadi di China kini mulai semakin mengkhawatirkan dan membingungkan ilmuwan. Foto/Financial Times
JAKARTA - Ilmuwan berusaha keras memahami cuaca super-ekstrem yang terjadi di China . Cuaca tersebut membuat dataran di China kekeringan dan terbakar.

Cuaca ekstrem yang ada di China memang benar-benar luar biasa. Banyak wilayah di China berhasil mencetak rekor gelombang panas tertinggi di dunia selama dua bulan belakangan ini. Kondisi itu membuat beberapa wilayah di China mengalami kekeringan terburuk dalam hampir 40 tahun belakangan ini.

Para peneliti sekarang mencoba memahami kondisi yang memicu peristiwa ekstrem seperti itu, karena banyak proyeksi yang gagal. “Kami tidak memperkirakan bahwa intensitasnya akan begitu tinggi,” kata Sun Shao, ahli iklim di Akademi Ilmu Meteorologi China di Beijing dikutip Nature.







Tingkat keparahan gelombang panas dan kekeringan yang terjadi di China memang memaksa para ilmuwan dengan cepat memahami peristiwa ekstrem yang terjadi bersamaan itu. Diperlukan pemahaman model iklim untuk menilai dampaknya dengan lebih baik. Misalnya, kekeringan di lembah Sungai Yangtze memburuk dengan cepat karena efek gabungan dari suhu tinggi dan kurangnya hujan.

“Peristiwa gabungan menyebabkan lebih banyak bencana,” kata Wang Aihui, ilmuwan atmosfer di Institute of Atmospheric Physics, Chinese Academy of Sciences di Beijing.





Diketahui dari pertengahan Juni hingga akhir Agustus tahun ini, gelombang panas menyebar di China tengah, timur dan selatan. Gelombang panas itu merupakan yang terpanjang dan paling intens sejak pencatatan dimulai pada tahun 1961. Hampir satu miliar orang mengalami suhu melebihi 35 derajat celcius, dan 360 juta merasakan suhu lebih dari 40 derajat celcius di beberapa titik selama gelombang panas.

Saat ini sepanjang Juli dan Agustus, lembah Sungai Yangtze di China selatan mengalami kekeringan terburuk sejak 1972. Kekeringan ekstrem juga permukaan air di danau air tawar terbesar di China, Danau Poyang, turun dari 19 meter pada bulan Juni menjadi 9 meter pada akhir Agustus.

Tren ekstrem ini diselingi dengan kebakaran hutan di luar musim dan kantong regional hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang. “Ini adalah tahun yang sangat tidak normal,” kata Fang Keyan, seorang ilmuwan iklim di Fujian Normal University di Fuzhou, Cina.
(wsb)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More