Pentagon Batal Gunakan Rudal Hipersonik ARRW, Beralih ke Senjata Baru
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) memastikan tidak akan menggunakan rudal hipersonik AGM-183 Air-launched Rapid Response Weapon (ARRW) setelah serangkaian tes yang bermasalah. Pentagon mencari alternatif senjata hipersonik lain, yaitu Hypersonic Attack Cruise Missile (HACM).
Padahal rudal hipersonik ARRW (Panah) seharusnya menjadi senjata hipersonik pertama militer AS yang mencapai status operasional tahun ini. Apalagi untuk menyelesaikan pembuatan prototipe rudal hipersonik ARRW, Angkatan Udara AS meminta anggaran USD150,3 juta (Rp2,25 triliun) untuk Penelitian, Pengembangan, Pengujian, dan Evaluasi (RDT&E) sebagai bagian dari anggaran kepresidenan Tahun Anggaran 2024.
Penilaian prototipe rudal hipersonik ARRW akan berlanjut, tetapi Angkatan Udara AS tidak akan membeli rudal buatan Lockheed Martin itu setelah serangkaian tes yang bermasalah. “Angkatan Udara tidak berniat untuk mengejar pengadaan tindak lanjut ARRW setelah program prototyping selesai,” kata Asisten Sekretaris Angkatan Udara untuk Akuisisi Andrew Hunter, dikutip dari laman The War Zone, Sabtu (1/4/2023).
Pentagon pun harus mencari alternatif lain untuk pengembangan senjata hipersonik karena telah berulang kali diingatkan politisi AS. Mengingat Rusia dan China sudah memiliki senjata semacam itu yang siap digunakan.
Program rudal hipersonik ARRW yang dibatalkan bukan satu-satunya program hipersonik yang dikembangkan Amerika Serikat. Badan Proyek Riset Lanjut Pertahanan AS atau Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memiliki Hypersonic Air-breathing Weapon Concept (HAWC) yang juga menguji prototipe, termasuk satu dari Lockheed.
Rudal hipersonik HACM yang dikembangkan Raytheon. Foto/Raytheon
Selain itu, masih ada Hypersonic Attack Cruise Missile (HACM) yang dikembangkan Raytheon dan sama-sama diluncurkan dari udara. Keduanya (ARRW dan HACM) adalah senjata hipersonik, yang didefinisikan mampu terbang dengan kecepatan Mach 5 atau lebih.
Perbedaannya pada sistem pengoperasian, rudal hipersonik ARRW menggunakan muatan kendaraan boost-glide. Sedangkan rudal hipersonik HACM adalah senjata bernapas udara dengan mesin mandiri.
Namun, rudal hipersonik HACM diperkirakan dapat bergabung dengan Angkatan Udara AS pada awal tahun 2027. “HACM adalah contoh kuat untuk mengembangkan dan mengintegrasikan kemampuan tempur bersama mitra kami sejak awal,” kata Kepala Staf Angkatan Udara Jenderal CQ Brown.
Rudal hipersonik AGM-183 ARRW buatan Lockheed Martin. Foto/Lockheed Martin
Sementara itu, Lockheed Martin mengatakan tetap berkomitmen untuk mengembangkan teknologi hipersonik dalam waktu yang dipercepat untuk memenuhi kebutuhan keamanan nasional yang kritis ini, meskipun tidak terpilih.
Padahal rudal hipersonik ARRW (Panah) seharusnya menjadi senjata hipersonik pertama militer AS yang mencapai status operasional tahun ini. Apalagi untuk menyelesaikan pembuatan prototipe rudal hipersonik ARRW, Angkatan Udara AS meminta anggaran USD150,3 juta (Rp2,25 triliun) untuk Penelitian, Pengembangan, Pengujian, dan Evaluasi (RDT&E) sebagai bagian dari anggaran kepresidenan Tahun Anggaran 2024.
Penilaian prototipe rudal hipersonik ARRW akan berlanjut, tetapi Angkatan Udara AS tidak akan membeli rudal buatan Lockheed Martin itu setelah serangkaian tes yang bermasalah. “Angkatan Udara tidak berniat untuk mengejar pengadaan tindak lanjut ARRW setelah program prototyping selesai,” kata Asisten Sekretaris Angkatan Udara untuk Akuisisi Andrew Hunter, dikutip dari laman The War Zone, Sabtu (1/4/2023).
Pentagon pun harus mencari alternatif lain untuk pengembangan senjata hipersonik karena telah berulang kali diingatkan politisi AS. Mengingat Rusia dan China sudah memiliki senjata semacam itu yang siap digunakan.
Program rudal hipersonik ARRW yang dibatalkan bukan satu-satunya program hipersonik yang dikembangkan Amerika Serikat. Badan Proyek Riset Lanjut Pertahanan AS atau Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memiliki Hypersonic Air-breathing Weapon Concept (HAWC) yang juga menguji prototipe, termasuk satu dari Lockheed.
Rudal hipersonik HACM yang dikembangkan Raytheon. Foto/Raytheon
Selain itu, masih ada Hypersonic Attack Cruise Missile (HACM) yang dikembangkan Raytheon dan sama-sama diluncurkan dari udara. Keduanya (ARRW dan HACM) adalah senjata hipersonik, yang didefinisikan mampu terbang dengan kecepatan Mach 5 atau lebih.
Perbedaannya pada sistem pengoperasian, rudal hipersonik ARRW menggunakan muatan kendaraan boost-glide. Sedangkan rudal hipersonik HACM adalah senjata bernapas udara dengan mesin mandiri.
Namun, rudal hipersonik HACM diperkirakan dapat bergabung dengan Angkatan Udara AS pada awal tahun 2027. “HACM adalah contoh kuat untuk mengembangkan dan mengintegrasikan kemampuan tempur bersama mitra kami sejak awal,” kata Kepala Staf Angkatan Udara Jenderal CQ Brown.
Rudal hipersonik AGM-183 ARRW buatan Lockheed Martin. Foto/Lockheed Martin
Sementara itu, Lockheed Martin mengatakan tetap berkomitmen untuk mengembangkan teknologi hipersonik dalam waktu yang dipercepat untuk memenuhi kebutuhan keamanan nasional yang kritis ini, meskipun tidak terpilih.
(wib)