Rahasia Semut Jadi Hewan dengan Jumlah Terbesar di Dunia Terungkap
loading...
A
A
A
JAKARTA - Semut adalah hewan yang berada di hampir seluruh permukaan dunia. Saat ini ada lebih dari 14.000 spesies semut yang tersebat di setiap benua kecuali Antarktika.
Jumlah semut juga sangat besar yakni mencapai 20 kuadriliun. Jika digambarkan dengan angka jumlah semut adalah 20.000.000.000.000.000. Dari situlah diyakini semut adalah hewan dengan jumlah terbesar di dunia.
Lalu mengapa semut bisa sebanyak itu di saat hewan-hewan lain justru ada yang hampir punah? Pertanyaan itu sebelumnya selalu jadi misteri.
Baru-baru ini sebuah studi yang ada dalam Evolution Letters jurnal menjawab misteri tersebut. Dalam laporan itu para ilmuwan berupaya mencari tahu mengapa semut miliki jumlah yang sangat besar.
Caranya dengan mengombinasikan fosil, DNA, dan data tentang preferensi habitat spesies moderen. Dari situ diketahui semut ternyata memiliki kaian erat dengan tumbuhan selama 60 juta tahun terakhir.
Dalam laporan itu ditemukan adanya kaitan antara semut dengan tumbuhan . Jumlah semut justru terus bertambah mengikuti penyebaran tumbuhan dari hutan hingga ke tempat-tempat lainnya. Dari situlah ribuan spesies semut yang hidup hari ini terus berevolusi.
"Ketika Anda melihat ke seluruh dunia hari ini, Anda dapat melihat semut di hampir setiap benua dan menempati semua habitat yang berbeda. Kami mencoba untuk memahami bagaimana mereka dapat melakukan diversifikasi dari satu nenek moyang yang sama untuk menempati semua ruang yang berbeda ini," kata Matthew Nelsen, peneliti dari Field Museum di Chicago dan penulis utama makalah tersebut.
Sebelumnya para ilmuwan memang telah mengetahui bahwa semut dan tumbuhan berbunga, atau angiospermae, keduanya berasal sekitar 140 juta tahun yang lalu. Kedua organisme itu kemudian jadi lebih umum dan menyebar ke habitat baru.
Dalam laporan itu disebutkan pada awalnya, 60 juta tahun lalu, semut hidup di hutan dan membangun sarangnya di bawah tanah. Seiring waktu tumbuhan di hutan berevolusi mengeluarkan lebih banyak uap air melalui lubang-lubang kecil di daunnya. "Kondisi itu membuat seluruh tempat menjadi lebih basah, sehingga lingkungan menjadi lebih seperti hutan hujan," kata Matthew Nelsen.
Di lingkungan yang lebih basah ini, beberapa semut mulai memindahkan sarangnya dari bawah tanah ke pepohonan. Beberapa tumbuhan berbunga yang hidup di hutan ini mulai menyebar ke luar, beringsut ke daerah yang lebih gersang dan beradaptasi untuk berkembang dalam kondisi yang lebih kering.
Dalam penelitiannya Matthew Nelsen melihat semut-semut mulai bergerak pindah mengikuti tumbuhan yang meninggalkan hutan. Diduga tumbuhan memberikan insentif bagi semut dalam bentuk makanan. Dan ketika semut mengambil benih untuk mendapatkan elaiosom, mereka membantu menyebarkannya, yang merupakan kemenangan bagi tanaman induk.
"Ilmuwan lain telah menunjukkan bahwa tumbuhan di habitat gersang ini mengembangkan cara membuat makanan bagi semut—termasuk hal-hal seperti elaiosom, yang seperti pelengkap berdaging pada biji," kata Nelsen.
Tumbuhan itu kemudian selalu membantu semut untuk bertahan menjalani evolusi. Termasuk saat semut dan tumbuhan sama-sama menghadapi krisis iklum dan keanekaragaman hayati.
“Studi ini menunjukkan peran penting tanaman dalam membentuk ekosistem,” kata Matthew Nelsen. "Pergeseran dalam komunitas tumbuhan—seperti yang kita lihat sebagai konsekuensi dari perubahan iklim bersejarah dan modern—dapat mengalir dan berdampak pada hewan dan organisme lain yang bergantung pada tumbuhan ini," sambungnya.
Jumlah semut juga sangat besar yakni mencapai 20 kuadriliun. Jika digambarkan dengan angka jumlah semut adalah 20.000.000.000.000.000. Dari situlah diyakini semut adalah hewan dengan jumlah terbesar di dunia.
Lalu mengapa semut bisa sebanyak itu di saat hewan-hewan lain justru ada yang hampir punah? Pertanyaan itu sebelumnya selalu jadi misteri.
Baru-baru ini sebuah studi yang ada dalam Evolution Letters jurnal menjawab misteri tersebut. Dalam laporan itu para ilmuwan berupaya mencari tahu mengapa semut miliki jumlah yang sangat besar.
Caranya dengan mengombinasikan fosil, DNA, dan data tentang preferensi habitat spesies moderen. Dari situ diketahui semut ternyata memiliki kaian erat dengan tumbuhan selama 60 juta tahun terakhir.
Dalam laporan itu ditemukan adanya kaitan antara semut dengan tumbuhan . Jumlah semut justru terus bertambah mengikuti penyebaran tumbuhan dari hutan hingga ke tempat-tempat lainnya. Dari situlah ribuan spesies semut yang hidup hari ini terus berevolusi.
"Ketika Anda melihat ke seluruh dunia hari ini, Anda dapat melihat semut di hampir setiap benua dan menempati semua habitat yang berbeda. Kami mencoba untuk memahami bagaimana mereka dapat melakukan diversifikasi dari satu nenek moyang yang sama untuk menempati semua ruang yang berbeda ini," kata Matthew Nelsen, peneliti dari Field Museum di Chicago dan penulis utama makalah tersebut.
Sebelumnya para ilmuwan memang telah mengetahui bahwa semut dan tumbuhan berbunga, atau angiospermae, keduanya berasal sekitar 140 juta tahun yang lalu. Kedua organisme itu kemudian jadi lebih umum dan menyebar ke habitat baru.
Dalam laporan itu disebutkan pada awalnya, 60 juta tahun lalu, semut hidup di hutan dan membangun sarangnya di bawah tanah. Seiring waktu tumbuhan di hutan berevolusi mengeluarkan lebih banyak uap air melalui lubang-lubang kecil di daunnya. "Kondisi itu membuat seluruh tempat menjadi lebih basah, sehingga lingkungan menjadi lebih seperti hutan hujan," kata Matthew Nelsen.
Di lingkungan yang lebih basah ini, beberapa semut mulai memindahkan sarangnya dari bawah tanah ke pepohonan. Beberapa tumbuhan berbunga yang hidup di hutan ini mulai menyebar ke luar, beringsut ke daerah yang lebih gersang dan beradaptasi untuk berkembang dalam kondisi yang lebih kering.
Dalam penelitiannya Matthew Nelsen melihat semut-semut mulai bergerak pindah mengikuti tumbuhan yang meninggalkan hutan. Diduga tumbuhan memberikan insentif bagi semut dalam bentuk makanan. Dan ketika semut mengambil benih untuk mendapatkan elaiosom, mereka membantu menyebarkannya, yang merupakan kemenangan bagi tanaman induk.
"Ilmuwan lain telah menunjukkan bahwa tumbuhan di habitat gersang ini mengembangkan cara membuat makanan bagi semut—termasuk hal-hal seperti elaiosom, yang seperti pelengkap berdaging pada biji," kata Nelsen.
Tumbuhan itu kemudian selalu membantu semut untuk bertahan menjalani evolusi. Termasuk saat semut dan tumbuhan sama-sama menghadapi krisis iklum dan keanekaragaman hayati.
“Studi ini menunjukkan peran penting tanaman dalam membentuk ekosistem,” kata Matthew Nelsen. "Pergeseran dalam komunitas tumbuhan—seperti yang kita lihat sebagai konsekuensi dari perubahan iklim bersejarah dan modern—dapat mengalir dan berdampak pada hewan dan organisme lain yang bergantung pada tumbuhan ini," sambungnya.
(wsb)