El Nino dan Pemanasan Global Dorong Kenaikan Suhu di Atas 1,5 Derajat Celcius
loading...
A
A
A
JENEWA - Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) mengeluarkan peringatan bahwa fenomena alam El Nino dan pemanasan global bisa mendorong kenaikan suhu 1,5 derajat celcius dalam 5 tahun. Bahkan di beberapa titik kenaikan suhu bisa melebihi 1,5 derajat celcius, batas ambang maksimal sesuai Perjanjian Paris.
Dalam laporan terbaru yang disampaikan, WMO memberikan peringatan keras, ada kemungkinan 66% suhu permukaan global rata-rata tahunan akan menembus ambang kenaikan 1,5 derajat celcius. Kenaikan suhu ini akan menjadi peristiwa pertama kalinya yang tercatat dalam sejarah manusia.
“El Nino yang memanas diperkirakan akan berkembang dalam beberapa bulan mendatang dan ini akan berpadu dengan pemanasan global. Ini akan berdampak luas bagi kesehatan, ketahanan pangan, pengelolaan air, dan lingkungan. Kita perlu Bersiap,” kata Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO, dalam pernyataan yang dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Kamis (18/5/2023).
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kenaikan suhu melewati ambang 1,5 derajat celcius sangat berisiko dan dapat menyebabkan kerusakan iklim yang tidak dapat diubah. Kondisi ini mengakibatkan runtuhnya lapisan es Greenland dan Antartika Barat, gelombang panas yang ekstrem, kekeringan parah, tekanan air, dan cuaca ekstrem di sebagian besar dunia.
Sekitar 200 negara sudah berjanji untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celcius atau kurang dalam Perjanjian Paris tahun 2015. Sekarang, meski hanya sementara, ambang batas itu bisa dilanggar untuk pertama kalinya.
Laporan WMO terbaru mencakup tahun 2023 hingga 2027, disebutkan ada 98% kemungkinan salah satu dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas. Diperkirakan melebihi rekor kenaikan suhu tahun 2016 sebesar 2,3 derajat fahrenheit atau 1,28 derajat celcius.
Para peneliti mengatakan banyak dari kenaikan suhu ini akan terdistribusi secara tidak merata. Kutub Utara, misalnya, suhu berfluktuasi tiga kali lebih banyak dari bagian dunia lainnya.
Kondisi ini mempercepat pencairan yang dapat berdampak parah pada sistem cuaca seperti aliran jet dan arus Atlantik Utara. Curah hujan, diperkirakan akan menurun di seluruh Amerika Tengah, Australia, Indonesia, dan Amazon.
Deforestasi, perubahan iklim, dan pembakaran telah menyebabkan hutan hujan raksasa kehilangan sebagian ketahanannya sejak tahun 2000-an. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran di antara para ilmuwan bahwa ia mungkin melewati titik kritis yang dapat mengubahnya menjadi sabana.
“Laporan ini tidak berarti bahwa kita secara permanen akan melampaui ambang batas 1,5 derajat celcius yang disepakati dalam Perjanjian Paris. Namun, WMO membunyikan alarm bahwa kondisi saat ini akan bisa menembus level 1,5 derajat celcius dengan frekuensi yang meningkat,” kata Taalas.
Dalam laporan terbaru yang disampaikan, WMO memberikan peringatan keras, ada kemungkinan 66% suhu permukaan global rata-rata tahunan akan menembus ambang kenaikan 1,5 derajat celcius. Kenaikan suhu ini akan menjadi peristiwa pertama kalinya yang tercatat dalam sejarah manusia.
“El Nino yang memanas diperkirakan akan berkembang dalam beberapa bulan mendatang dan ini akan berpadu dengan pemanasan global. Ini akan berdampak luas bagi kesehatan, ketahanan pangan, pengelolaan air, dan lingkungan. Kita perlu Bersiap,” kata Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO, dalam pernyataan yang dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Kamis (18/5/2023).
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kenaikan suhu melewati ambang 1,5 derajat celcius sangat berisiko dan dapat menyebabkan kerusakan iklim yang tidak dapat diubah. Kondisi ini mengakibatkan runtuhnya lapisan es Greenland dan Antartika Barat, gelombang panas yang ekstrem, kekeringan parah, tekanan air, dan cuaca ekstrem di sebagian besar dunia.
Sekitar 200 negara sudah berjanji untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celcius atau kurang dalam Perjanjian Paris tahun 2015. Sekarang, meski hanya sementara, ambang batas itu bisa dilanggar untuk pertama kalinya.
Laporan WMO terbaru mencakup tahun 2023 hingga 2027, disebutkan ada 98% kemungkinan salah satu dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas. Diperkirakan melebihi rekor kenaikan suhu tahun 2016 sebesar 2,3 derajat fahrenheit atau 1,28 derajat celcius.
Para peneliti mengatakan banyak dari kenaikan suhu ini akan terdistribusi secara tidak merata. Kutub Utara, misalnya, suhu berfluktuasi tiga kali lebih banyak dari bagian dunia lainnya.
Kondisi ini mempercepat pencairan yang dapat berdampak parah pada sistem cuaca seperti aliran jet dan arus Atlantik Utara. Curah hujan, diperkirakan akan menurun di seluruh Amerika Tengah, Australia, Indonesia, dan Amazon.
Deforestasi, perubahan iklim, dan pembakaran telah menyebabkan hutan hujan raksasa kehilangan sebagian ketahanannya sejak tahun 2000-an. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran di antara para ilmuwan bahwa ia mungkin melewati titik kritis yang dapat mengubahnya menjadi sabana.
“Laporan ini tidak berarti bahwa kita secara permanen akan melampaui ambang batas 1,5 derajat celcius yang disepakati dalam Perjanjian Paris. Namun, WMO membunyikan alarm bahwa kondisi saat ini akan bisa menembus level 1,5 derajat celcius dengan frekuensi yang meningkat,” kata Taalas.
(wib)