Pertama di Dunia, Pesawat Berbahan Bakar Hidrogen Cair Berhasil Mengudara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia penerbangan kembali membuat terobosan, dengan keberhasilan pesawat berbahan bakar hidrogen cair mengudara dari bandara Maribor, Slovenia. Kesuksesan ini diperkirakan bakal menjadi game changer industri penerbangan di masa depan.
Adalah startup Jerman H2FLY yang berhasil membuat tonggak penting dalam dunia penerbangan ini.
Pesawat HY4 dan dua pilotnya berhasil mengudara selama 3 jam 1 menit dengan konsumsi 10 Kg hidrogen cair. Jika menggunakan kapasitas penyimpanan penuh pesawat sebesar 24 Kg, pesawat dapat bertahan selama 8 jam di udara.
“Rasanya sungguh luar biasa, kerja sama tim yang sempurna menjadi nyata,” kata salah satu pilot, Johannes Garbino-Anton, usai penerbangan dikutip dari ThenextWeb, Sabtu (9/9/2023).
Dia menambahkan, perbedaan terbesar dengan pesawat berbahan bakar avtur adalah minimnya getaran dan kebisingan serta kurangnya emisi karbon dioksida.
Sistem propulsi H2FLY terdiri dari penyimpanan hidrogen, konverter energi sel bahan bakar 120kW, dan mesin listrik. Secara keseluruhan, sudah delapan kali dilakukan kampanye uji penerbangan oleh H2FLY.
Pesawat HY4 hidrogen-listrik telah terbang sejak 2016, namun terobosan kali ini adalah mengoperasikan pesawat menggunakan hidrogen cair, bukan hidrogen dalam bentuk gas.
Hidrogen cair lebih padat energi dibandingkan gas. Artinya, dibutuhkan bobot dan volume tangki yang jauh lebih rendah. Dalam dunia transportasi udara, terutama ketika melakukan retrofit pada pesawat, hal ini sama dengan tidak perlu membuang banyak kursi penumpang, atau mengurangi ruang kargo, untuk muatan.
Tapi yang lebih penting adalah soal jangkauan. Untuk pesawat uji HY4, jarak tempuhnya 750 km menggunakan gas hidrogen dan 1.500 km menggunakan hidrogen cair, atau dua kali lipat jaraknya.
Namun, tantangannya, hidrogen cair memerlukan suhu kriogenik (sekitar -253°C), membuat kerumitan pengangkutan dan pengisian bahan bakar.
Pesawat HY4, yang terbuat dari serat kaca dan serat karbon, tidak akan diproduksi secara komersial. Langkah selanjutnya dari pihak H2FLY sekarang adalah meningkatkan sistem sel bahan bakar ke kapasitas megawatt. Sistem H2F-175 tidak hanya akan membuka jangkauan yang lebih jauh, tetapi juga ketinggian hingga 27.000 kaki.
Dalam kemitraan dengan Deutsche Aircraft, kedua pihak bermaksud melakukan retrofit pada demonstran Dornier 328 berkapasitas 30 kursi dengan sel bahan bakar hidrogen-listrik H2FLY dan memulai uji penerbangan pada 2025.
Salah satu pendiri dan CEO H2FLY, Dr Josef Kallo, memperkirakan bahwa sistem yang ditingkatkan akan mampu menggerakkan pesawat regional berkapasitas 40 kursi dengan jangkauan sekitar 2.000 km.
“Sebagai seorang insinyur, saya dapat mengatakan bahwa pesawat bertenaga hidrogen dengan 40 tempat duduk adalah masalah uang dan waktu. Setelah itu menjadi visioner,” kata Kallo.
Namun, ia juga menambahkan bahwa pengujian sejauh ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk meningkatkan powertrain hingga 4MW + 4MW, sehingga dapat menggerakkan pesawat lebih besar untuk 80 hingga 100 penumpang.
Hidrogen cair berpotensi menjadi game changer bagi penerbangan komersial. Hal lain yang dibutuhkan oleh penerbangan bertenaga hidrogen di masa depan selain bahan bakar, adalah infrastruktur. Untuk proyek ini, H2FLY telah bekerja sama dengan Air Liquide.
“Ini pertama kalinya kami membawa hidrogen cair untuk diisi bahan bakar di bandara komersial,” kata Pierre Crespi, Direktur Inovasi di Air Liquide Advanced Technologies.
Hidrogen cair tiba di Maribor dengan truk, mengikuti persyaratan keselamatan yang ketat dari pemerintah Slovenia.
H2FLY didirikan pada 2015 oleh lima insinyur dari German Aerospace Center di Stuttgart dan Universitas Ulm. Perusahaan ini mengerjakan sistem propulsi secara keseluruhan, tetapi juga mengembangkan komponen individual bila diperlukan. Pada 2021, H2FLY diakuisisi Joby Aviation, perusahaan yang berbasis di California yang mengembangkan kendaraan lepas landas dan mendarat vertikal listrik (eVTOL) untuk mengoperasikan layanan taksi udara.
Adalah startup Jerman H2FLY yang berhasil membuat tonggak penting dalam dunia penerbangan ini.
Pesawat HY4 dan dua pilotnya berhasil mengudara selama 3 jam 1 menit dengan konsumsi 10 Kg hidrogen cair. Jika menggunakan kapasitas penyimpanan penuh pesawat sebesar 24 Kg, pesawat dapat bertahan selama 8 jam di udara.
“Rasanya sungguh luar biasa, kerja sama tim yang sempurna menjadi nyata,” kata salah satu pilot, Johannes Garbino-Anton, usai penerbangan dikutip dari ThenextWeb, Sabtu (9/9/2023).
Dia menambahkan, perbedaan terbesar dengan pesawat berbahan bakar avtur adalah minimnya getaran dan kebisingan serta kurangnya emisi karbon dioksida.
Sistem propulsi H2FLY terdiri dari penyimpanan hidrogen, konverter energi sel bahan bakar 120kW, dan mesin listrik. Secara keseluruhan, sudah delapan kali dilakukan kampanye uji penerbangan oleh H2FLY.
Pesawat HY4 hidrogen-listrik telah terbang sejak 2016, namun terobosan kali ini adalah mengoperasikan pesawat menggunakan hidrogen cair, bukan hidrogen dalam bentuk gas.
Hidrogen cair lebih padat energi dibandingkan gas. Artinya, dibutuhkan bobot dan volume tangki yang jauh lebih rendah. Dalam dunia transportasi udara, terutama ketika melakukan retrofit pada pesawat, hal ini sama dengan tidak perlu membuang banyak kursi penumpang, atau mengurangi ruang kargo, untuk muatan.
Tapi yang lebih penting adalah soal jangkauan. Untuk pesawat uji HY4, jarak tempuhnya 750 km menggunakan gas hidrogen dan 1.500 km menggunakan hidrogen cair, atau dua kali lipat jaraknya.
Namun, tantangannya, hidrogen cair memerlukan suhu kriogenik (sekitar -253°C), membuat kerumitan pengangkutan dan pengisian bahan bakar.
Pesawat HY4, yang terbuat dari serat kaca dan serat karbon, tidak akan diproduksi secara komersial. Langkah selanjutnya dari pihak H2FLY sekarang adalah meningkatkan sistem sel bahan bakar ke kapasitas megawatt. Sistem H2F-175 tidak hanya akan membuka jangkauan yang lebih jauh, tetapi juga ketinggian hingga 27.000 kaki.
Dalam kemitraan dengan Deutsche Aircraft, kedua pihak bermaksud melakukan retrofit pada demonstran Dornier 328 berkapasitas 30 kursi dengan sel bahan bakar hidrogen-listrik H2FLY dan memulai uji penerbangan pada 2025.
Salah satu pendiri dan CEO H2FLY, Dr Josef Kallo, memperkirakan bahwa sistem yang ditingkatkan akan mampu menggerakkan pesawat regional berkapasitas 40 kursi dengan jangkauan sekitar 2.000 km.
“Sebagai seorang insinyur, saya dapat mengatakan bahwa pesawat bertenaga hidrogen dengan 40 tempat duduk adalah masalah uang dan waktu. Setelah itu menjadi visioner,” kata Kallo.
Namun, ia juga menambahkan bahwa pengujian sejauh ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk meningkatkan powertrain hingga 4MW + 4MW, sehingga dapat menggerakkan pesawat lebih besar untuk 80 hingga 100 penumpang.
Hidrogen cair berpotensi menjadi game changer bagi penerbangan komersial. Hal lain yang dibutuhkan oleh penerbangan bertenaga hidrogen di masa depan selain bahan bakar, adalah infrastruktur. Untuk proyek ini, H2FLY telah bekerja sama dengan Air Liquide.
“Ini pertama kalinya kami membawa hidrogen cair untuk diisi bahan bakar di bandara komersial,” kata Pierre Crespi, Direktur Inovasi di Air Liquide Advanced Technologies.
Hidrogen cair tiba di Maribor dengan truk, mengikuti persyaratan keselamatan yang ketat dari pemerintah Slovenia.
H2FLY didirikan pada 2015 oleh lima insinyur dari German Aerospace Center di Stuttgart dan Universitas Ulm. Perusahaan ini mengerjakan sistem propulsi secara keseluruhan, tetapi juga mengembangkan komponen individual bila diperlukan. Pada 2021, H2FLY diakuisisi Joby Aviation, perusahaan yang berbasis di California yang mengembangkan kendaraan lepas landas dan mendarat vertikal listrik (eVTOL) untuk mengoperasikan layanan taksi udara.
(msf)