Mengenal ARHEA, Drone Canggih Buatan Indonesia untuk Memantau Kondisi Air Laut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dosen Departemen Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Bandung Noir Primadona Purba menciptakan drone canggih yang dapat melakukan pemantauan kondisi air laut serta pergerakan arus yang dapat berubah.
Melansir keterangan resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) alat tersebut dinamakan ARHEA (Advanced Drifter GPS Oceanography Coverage Area), memiliki bentuk berupa tabung aluminium berwarna kuning sepanjang 1 meter dengan diameter 144 milimeter dan bobot 15 kilogram.
Tabung tersebut dipasangi berbagai sensor, baterai, penyimpan data, GPS, serta sistem komunikasi lewat radio dan satelit. Alat ini dipasangi pelampung yang dapat mengikuti arus air laut, dengan cara kerja mirip pesawat nirawak atau drone tapi di bawah air.
Bukan hanya dipermukaan, ARHEA juga dapat menyelam hingga kedalaman maksimal 200 meter di bawah permukaan laut. Alat ini secara umum ditujukan untuk mengukur arus secara lagrangian.
Sebelum mencapai batas jarak terdalam, sensor akan memberi sinyal agar alat segera naik dengan dorongan mesin rotor yang dipasang di bagian dasar tabung. ARHEA digerakkan oleh baterai isi ulang yang dapat diisi setiap tiga bulan.
“Sampai di permukaan air, alat ini akan langsung mengirimkan data. Nantinya, setelah seluruh data terkirim dalam waktu 15-25 menit, maka ARHEA akan kembali menyelam,” kata Purba dalam keterangan resmi.
Sensor yang terpasang dapat mengukur parameter atmosfer, seperti suhu udara, kelembapan, dan tingkat polusi air. Sementara parameter di dalam air seperti untuk mengetahui kondisi salinitas atau kadar garam air laut, derajat keasamaan (pH), suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan.
Bahkan ARHEA dapat memprediksi kawasan populasi ikan, sekaligus memetakan areanya.
Akurasinya mencapai di bawah 5 meter dari objek yang direkam di bawah permukaan air. Serta dapat difungsikan sebagai alat pengawasan kawasan lindung laut.
ARHEA sudah menjalani serangkaian uji coba di sejumlah perairan Indonesia, di antaranya Pangandaran, Jawa Barat dan Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Bahkan, alat ini sudah diuji coba di perairan Suva, Fiji.
Manfaat yang diperlihatkan ARHEA cukup besar, pihak AIS Forum bersama organisasi Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), memberikan dukungan penuh, terutama dalam bentuk bantuan hibah untuk pengembangan.
“Ini membanggakan bagi kami karena alat ini hampir 80 persen bahan bakunya buatan dalam negeri dan ARHEA diproduksi di Indonesia. Kecuali transmiter untuk pengiriman data ke satelit yang masih harus diimpor,”ujarNoir.
Melansir keterangan resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) alat tersebut dinamakan ARHEA (Advanced Drifter GPS Oceanography Coverage Area), memiliki bentuk berupa tabung aluminium berwarna kuning sepanjang 1 meter dengan diameter 144 milimeter dan bobot 15 kilogram.
Tabung tersebut dipasangi berbagai sensor, baterai, penyimpan data, GPS, serta sistem komunikasi lewat radio dan satelit. Alat ini dipasangi pelampung yang dapat mengikuti arus air laut, dengan cara kerja mirip pesawat nirawak atau drone tapi di bawah air.
Bukan hanya dipermukaan, ARHEA juga dapat menyelam hingga kedalaman maksimal 200 meter di bawah permukaan laut. Alat ini secara umum ditujukan untuk mengukur arus secara lagrangian.
Sebelum mencapai batas jarak terdalam, sensor akan memberi sinyal agar alat segera naik dengan dorongan mesin rotor yang dipasang di bagian dasar tabung. ARHEA digerakkan oleh baterai isi ulang yang dapat diisi setiap tiga bulan.
“Sampai di permukaan air, alat ini akan langsung mengirimkan data. Nantinya, setelah seluruh data terkirim dalam waktu 15-25 menit, maka ARHEA akan kembali menyelam,” kata Purba dalam keterangan resmi.
Sensor yang terpasang dapat mengukur parameter atmosfer, seperti suhu udara, kelembapan, dan tingkat polusi air. Sementara parameter di dalam air seperti untuk mengetahui kondisi salinitas atau kadar garam air laut, derajat keasamaan (pH), suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan.
Bahkan ARHEA dapat memprediksi kawasan populasi ikan, sekaligus memetakan areanya.
Akurasinya mencapai di bawah 5 meter dari objek yang direkam di bawah permukaan air. Serta dapat difungsikan sebagai alat pengawasan kawasan lindung laut.
ARHEA sudah menjalani serangkaian uji coba di sejumlah perairan Indonesia, di antaranya Pangandaran, Jawa Barat dan Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Bahkan, alat ini sudah diuji coba di perairan Suva, Fiji.
Manfaat yang diperlihatkan ARHEA cukup besar, pihak AIS Forum bersama organisasi Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), memberikan dukungan penuh, terutama dalam bentuk bantuan hibah untuk pengembangan.
“Ini membanggakan bagi kami karena alat ini hampir 80 persen bahan bakunya buatan dalam negeri dan ARHEA diproduksi di Indonesia. Kecuali transmiter untuk pengiriman data ke satelit yang masih harus diimpor,”ujarNoir.
(dan)