Profil Mohamed Zouari, Insinyur Hamas Pencipta Drone Zouari
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para pejuang Hamas melancarkan serangan Badai Al-Aqsa ke Israel sejak Sabtu (7/10/2023). Dalam serangan ini Hamas berhasil meluluh-lantakkan Israel salah satunya menggunakan drone Zouari bermuatan bahan peledak.
Israel menyebut 1.200 orang tewas dalam serangan ini dan lebih dari 2.700 orang lainnya terluka. Kerusakan juga dialami sejumlah fasilitas dan kendaraan militer.
Nama drone Zouari terinspirasi dari nama insinyur Tunisia, Mohamed Zouari, yang membantu dalam pengembangan drone tersebut.
Mohamed Zouari lahir di Sfax, Tunisia pada 1967. Zouari berafiliasi dengan gerakan Islam pada 1990-an. Ia melanjutkan studinya di Fakultas Teknik di Sfax. Di kampus, ia juga terlibat dalam kegiatan politik. Memiliki prestasi akademis yang luar biasa di usia muda, memicu tekad Zouari untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
Menurut laporan Brigade Al Qassam, Zouari direkrut pada 2006. Hal ini karena kemahirannya yang luar biasa dalam bidang teknik mesin, ilmu komputer, teknologi militer. Di Brigade Al Qassam, Zouari menjadi bagian dari unit manufaktur.
Ia diberi kesempatan untuk lebih meningkatkan kemampuannya melalui program pelatihan intensif terutama di Suriah dan Iran. Pelatihan berlangsung setelah enam bulan. Setelah itu, Zouari menjalani penilaian lebih lanjut bersama Brigade Al Qassam.
Zouari kemudian pindah ke Gaza. Ia memerankan peran penting dalam memajukan industri drone hingga melahirkan drone Ababil-1. Drone tersebut pertama kali digunakan saat Operasi Al Asf Al Maakoul. Zouari kembali ke Tunisia menyusul jatuhnya rezim Presiden Zine Abidine Ben.
Pada 2016, Zouari ditembak di Tunisia. Baru beberapa hari di Tunisia, ia ditembak di luar rumahnya dengan beberapa tembakan ketika berada di dalam mobilnya. Atas peristiwa ini, Hamas menyalahkan Israel atas pembunuhan Zouari.
Hamas membenarkan Zouari telah menjadi anggota sayap militernya serta mempelopori program drone. Karya Zouari disebut telah berkontribusi pada kemenangan Hamas dalam perang menghadapi Israel di Gaza pada 2014.
Israel menyebut 1.200 orang tewas dalam serangan ini dan lebih dari 2.700 orang lainnya terluka. Kerusakan juga dialami sejumlah fasilitas dan kendaraan militer.
Nama drone Zouari terinspirasi dari nama insinyur Tunisia, Mohamed Zouari, yang membantu dalam pengembangan drone tersebut.
Mohamed Zouari lahir di Sfax, Tunisia pada 1967. Zouari berafiliasi dengan gerakan Islam pada 1990-an. Ia melanjutkan studinya di Fakultas Teknik di Sfax. Di kampus, ia juga terlibat dalam kegiatan politik. Memiliki prestasi akademis yang luar biasa di usia muda, memicu tekad Zouari untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
Menurut laporan Brigade Al Qassam, Zouari direkrut pada 2006. Hal ini karena kemahirannya yang luar biasa dalam bidang teknik mesin, ilmu komputer, teknologi militer. Di Brigade Al Qassam, Zouari menjadi bagian dari unit manufaktur.
Ia diberi kesempatan untuk lebih meningkatkan kemampuannya melalui program pelatihan intensif terutama di Suriah dan Iran. Pelatihan berlangsung setelah enam bulan. Setelah itu, Zouari menjalani penilaian lebih lanjut bersama Brigade Al Qassam.
Zouari kemudian pindah ke Gaza. Ia memerankan peran penting dalam memajukan industri drone hingga melahirkan drone Ababil-1. Drone tersebut pertama kali digunakan saat Operasi Al Asf Al Maakoul. Zouari kembali ke Tunisia menyusul jatuhnya rezim Presiden Zine Abidine Ben.
Pada 2016, Zouari ditembak di Tunisia. Baru beberapa hari di Tunisia, ia ditembak di luar rumahnya dengan beberapa tembakan ketika berada di dalam mobilnya. Atas peristiwa ini, Hamas menyalahkan Israel atas pembunuhan Zouari.
Hamas membenarkan Zouari telah menjadi anggota sayap militernya serta mempelopori program drone. Karya Zouari disebut telah berkontribusi pada kemenangan Hamas dalam perang menghadapi Israel di Gaza pada 2014.
(msf)