Serial TV Ini Ungkap Operasi Badai Al-Aqsa sebelum Kejadian, Kebetulan atau Ramalan?

Kamis, 04 Januari 2024 - 22:18 WIB
loading...
Serial TV Ini Ungkap Operasi Badai Al-Aqsa sebelum Kejadian, Kebetulan atau Ramalan?
Proses syuting serial televisi Fist of the Free yang memiliki kemiripan dengan operasi Badai Al-Aqsa. (Foto: AFP)
A A A
JAKARTA - Jauh sebelum 7 Oktober 2023, sebuah serial televisi berjudul Fist of the Free menggambarkan detail serangan Hamas yang memporak-porandakan Israel. Entah sebuah kebetulan, ramalan, atau strategi untuk membuat serangan mematikan itu betul-betul terwujud.

Pada Mei 2022, serial TV yang diproduksi oleh Hamas itu sebulan setelah debutnya di Jalur Gaza, bahkan dibuatkan acara meriah. Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, saat itu hadir dan secara pribadi memberikan penghargaan kepada sutradara, aktor dan tim produksi.

"Saya memuji upaya semua orang yang menciptakan dan bekerja pada serial ini. Pekerjaan kalian mendekatkan kita pada pembebasan. Serial ini adalah bagian integral dari apa yang kami persiapkan di Brigadir Iz al-Din al-Qassam," ujarnya saat itu dilansir dari Haaretz.

"Mulai dari senjata yang diproduksi di laboratorium, hingga rencana dan kemampuan pengumpulan intelijen untuk pembebasan dan kembalinya kami."

Belakangan, di tengah invasi Israel yang semakin keji, serial tersebut tiba-tiba menjadi berita utama di jazirah Arab serta memicu spekulasi tentang bocoran rencana serangan 7 Oktober. "Adegan yang muncul dalam serial tersebut sangat mirip dengan apa yang sebenarnya terjadi pada 7 Oktober di daerah perbatasan Gaza dan serangan Hamas terhadap basis militer," catatan laporan dari saluran Al-Araby Qatar.



"Apakah serial 'Fist of the Free' meramalkan serangan itu?" tanya pembawa acara.

"Jika menonton pertunjukan ini, Anda bisa melihat ada hubungan antara serial ini dan apa yang sebenarnya terjadi – serangan dan kecepatan pelaksanaannya, strategi tipu muslihat, dan rencana pertempuran Hamas."

Kritikus Yordania-Palestina Rashed Issa juga membahas masalah ini dalam surat kabar Al-Quds Al-Arabi. "Serial TV yang diproduksi oleh Hamas – apakah itu ramalan atau tipu daya strategis?" tanyanya.

Dia mencatat bahwa serial ini tidak menarik perhatian ketika pertama kali debut, tetapi setelah serangan itu, serial tersebut mulai menarik banyak rasa ingin tahu di kalangan penonton. "Yang terlintas di pikiran saat menonton adalah peristiwa serangan Hamas: Sulit untuk mengabaikan kesamaan antara apa yang kita lihat pada 7 Oktober dan adegan dalam serial itu sendiri," tulisnya.

Kendati demikian, dia kesulitan memberikan jawaban yang jelas terhadap pertanyaan yang diajukan, menyerahkan pada penonton untuk menyimpulkan sendiri.

Serial berjumlah 30 episode ini pertama kali ditayangkan di saluran TV satelit Al-Aqsa di Gaza, yang dimiliki oleh Hamas, dan di saluran Al-Manar yang teridentifikasi dengan Hizbullah.

Baca Juga: Apa Itu Operasi Badai Al-Aqsa? Berikut 5 Faktanya

Alur cerita Fist of the Free


Cerita diawali dengan agen layanan keamanan Shin Bet memasuki Jalur Gaza dengan satu tujuan, yaitu menangkap Abu Anas, anggota senior Hamas yang menjadi otak di balik rencana rahasia. Episode demi episode selama 40 menit, menggambarkan latihan intensif militan Hamas, yang dipimpin langsung oleh Abu Anas, diikuti oleh pelatihan cara menculik prajurit dari tank, dan akhirnya pertempuran tatap muka di replika pangkalan militer Israel.

"Dari dalam, bangunan itu sangat mirip dengan pangkalan militer Re'im, tetapi dari luar kami sengaja membangunnya dengan cara yang berbeda untuk menghindari kecurigaan," kata komandan tersebut.

Plot menjadi lebih rumit ketika anggota Shin Bet berhasil menangkap Abu Anas dan berusaha mendapatkan informasi darinya, tetapi ia tidak mengungkapkan apa-apa dan berhasil melarikan diri. Serial ini juga menunjukkan apa yang terjadi di markas bawah tanah Hamas. Mulai dari merencanakan serangan, mengumpulkan informasi tentang basis militer di selatan Israel, hingga diskusi seputar serangan dan bagaimana mereka bermaksud untuk menyandera prajurit.

Salah satu adegan menampilkan fasilitas produksi senjata utama Hamas, yang dipimpin oleh The Doctor, seorang ilmuwan dan figur misterius. Dalam pertunjukan ini, dia adalah salah satu tokoh kunci dalam rencana serangan terhadap Israel.

"Bagaimana kamu mengalahkan musuh?" tanya anggota Hamas yang bekerja dengannya di fasilitas tersebut.

"Penting untuk mengumpulkan intelijen tentang basis militer, merusak perangkat pemantauan dan alarm infiltrasi dalam sistem musuh – dan kami sedang menunggu senjata baru yang seharusnya kami terima segera."



Koresponden Al Jazeera, Raed Mousa, membahas serial ini saat pertama kali ditayangkan, menyebutkan serial ini terinspirasi oleh insiden keamanan nyata di Khan Yunis pada 2018. Saat itu, unit khusus Israel yang beroperasi menyamar di Jalur Gaza terbongkar. Insiden keamanan itu berakhir dengan baku tembak yang menyebabkan tujuh anggota Hamas tewas, termasuk seorang komandan lapangan dan satu perwira IDF.

Kepala departemen produksi seni Hamas, Mohammed Soraya, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serial ini adalah pertarungan pikiran. "Kami berharap, dengan kemampuan kami yang sederhana, dapat menghadapi tipu daya Israel, memahami pengaruh besar drama pada kesadaran publik." Dia mengatakan anggaran untuk seluruh serial itu hanya USD90.000, dengan 30 episode difilmkan selama enam bulan.

"Tidak ada lokasi syuting di Gaza, jadi kami syuting di tempat-tempat nyata di dalam kota, di antara ladang – dan bahkan ada adegan di dekat perbatasan," kata Soraya.

"Itu membuat sangat sulit bagi kami untuk menghasilkan gambar yang bagus. Kami syuting di jalan, di tepi laut di Kota Gaza; beberapa kru bahkan bekerja secara sukarela, tanpa bayaran."

Salah satu anggota kru mengatakan tidak ada peralatan produksi di Gaza, sehingga mereka bekerja dengan apa yang ada. “Kami tidak memiliki peralatan syuting yang baik dan kami menggunakan cahaya siang untuk syuting. Pada malam hari, cahayanya tidak cukup."

Aktor lokal Palestina, beberapa di antaranya amatir, menjadi bintang dalam pertunjukan ini. "Kemampuan finansial dan teknis kami untuk membuat drama di Gaza sangat terbatas, dan itu tercermin dalam gaji aktor dan produser, serta waktu produksi yang singkat," catat Soraya.

Dia mengatakan Hamas tidak mencari keuntungan dari serial ini dan tujuannya memang bukan untuk menghasilkan uang, melainkan untuk menyampaikan pesan kepada rakyat Palestina untuk terus berjuang.

Tentu saja, tidak ada aktor Israel yang muncul dalam pertunjukan ini. "Itu adalah tantangan terbesar: memerankan karakter Israel dan membuatnya bisa dipercaya oleh penonton," kata Soraya. Dia mengatakan para aktor bekerja keras untuk memerankan anggota Shin Bet.

Aktor Zohair Al-Belbisi, memerankan petugas Shin Bet yang bertanggung jawab mengumpulkan intelijen tentang anggota Hamas di Jalur Gaza. Untuk secara realistis memerankan agen Shin Bet, Al-Belbisi bertemu dengan sekelompok tahanan Palestina yang telah dibebaskan dari penjara Israel untuk mengetahui lebih banyak.

Antara Fiksi dan Realitas


Industri film dan TV di Jalur Gaza berkembang pesat pada tahun 1950-an, tetapi dalam 20 tahun terakhir menurun secara signifikan. Namun, sekitar dua bulan setelah mengambil kontrol atas Jalur Gaza pada 2007, Hamas mendirikan perusahaan produksi sendiri. Pertunjukan pertamanya adalah serial drama tentang Emad Akel, yang dibunuh oleh Israel pada 1993. Dia adalah salah satu pendiri sayap militer Hamas dan bertanggung jawab atas beberapa serangan di Israel.

Serial yang diproduksi oleh Hamas pada 2020 berjudul Heaven's Gate ini sangat populer. Serial ini berkisah tentang perlawanan Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem dan telah ditonton lebih dari 30 juta kali.

Sulit untuk menyimpulkan apakah Fist of the Free benar-benar meramalkan rencana serangan Hamas terhadap Israel. Namun, kagumnya Sinwar terhadap serial tersebut serta koneksi yang dibuatnya antara pertunjukan itu dan apa yang disiapkan oleh sayap militer Hamas, tampaknya meninggalkan sedikit ruang untuk keraguan.

"Kami akan menyerang basis militer dan kami akan beralih dari pertahanan ke serangan – biaya apapun," kata karakter Abu Anas kepada para pejuang dalam serial tersebut.

Dia menambahkan: "Ini adalah serangan paling kejam yang akan dialami musuh: senjata-senjata sudah siap dan kalian sudah siap. Pada hari serangan, kami akan melumpuhkan seluruh pengawasan udara musuh selama 30 menit dan mereka tidak akan dapat mendeteksi kami meresapi perbatasan. Operasi kita akan merugikan Israel dan menciptakan kesatuan di sekitar kita untuk pembebasan Palestina."

Karakter Abu Anas agak mengingatkan pada Sinwar sendiri, dan pidatonya berhasil membingungkan batas antara fiksi dan realitas. Pada akhirnya, rencana rahasia dalam serial ini menjadi ramalan yang terwujud . Bahkan dalam kenyataannya lebih serius dan mematikan, yaitu operasi Badai Al-Aqsa.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1680 seconds (0.1#10.140)