Drone Autonomus Melacak Keberadaan Burung Berjalan di Antartika
loading...
A
A
A
PENELITI Universitas Stanford, Mac Schwager, sedang menjajaki dunia baru yaitu dunia penguin. Ia ingin menghitung jumlah penguin yang ada di Antartika . Penguin sendiri termasuk burung yang tidak bisa terbang sehingga sayapnya digunakan untuk berenang.
Schwager merupakan asisten profesor aeronautika dan astronautika di Universitas Stanford. Dia dikenal karena karyanya dalam mengendalikan kawanan robot terbang secara otonom. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Schwager secara tidak sengaja bertemu dengan Annie Schmidt dalam sebuah acara pernikahan. Annie Schmidt adalah seorang ahli biologi di Point Blue Conservation Science yang sedang mencari cara untuk menggambarkan koloni penguin besar di Antartika. Pertemuan itu membawanya untuk berkolaborasi dengan Annie.
Tiga setengah tahun kemudian, mahasiswa pascasarjana Schwager, Kunal Shah, siap menerbangkan sistem pencitraan multidrone baru untuk uji terbang pertama di Antartika . Mereka juga mengoordinasikan penerbangan beberapa drone otonom kelas atas.
Proyek ini memiliki awal yang tidak baik karena perubahan suhu. Mereka terjebak dalam suhu ekstrem yang menyebabkan rangkaian elektronik tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Shah menceritakan bagaimana pengalamannya selama dua bulan di Antartika. “Baterai drone dan remote control terlalu dingin untuk bekerja, ponsel saya juga berkedip memberi peringatan karena terlalu dingin,” kenang Shah.
Meski perubahan suhu dingin ekstrem terjadi, para peneliti terus melanjutkan penelitiannya. Mereka
melakukan berulang-ulang hingga mendapatkan hasil visual terperinci dari sekitar 300.000 pasang penguin yang bersarang di atas lahan seluas 2 kilometer persegi di Cape Crozier dan koloni lebih kecil sekitar 3.000 pasang di Cape Royds. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Global)
Para peneliti dari Universitas Stanford bekerja sama dengan National Science Foundation (NSF) dan Program Antartika AS (USAP) mampu menyelesaikan penghitungan jumlah penguin hanya dalam waktu 2,5 jam. Algoritma perencanaan rute yang mengoordinasikan dua hingga empat drone otonom dan memprioritaskan cakupan koloni yang efisien.
Sebelum penelitian ini, para peneliti membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk mendapatkan jumlah penguin. Namun, penelitian ini masih tergolong lama dan kurang akurat.
Schwager merupakan asisten profesor aeronautika dan astronautika di Universitas Stanford. Dia dikenal karena karyanya dalam mengendalikan kawanan robot terbang secara otonom. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Schwager secara tidak sengaja bertemu dengan Annie Schmidt dalam sebuah acara pernikahan. Annie Schmidt adalah seorang ahli biologi di Point Blue Conservation Science yang sedang mencari cara untuk menggambarkan koloni penguin besar di Antartika. Pertemuan itu membawanya untuk berkolaborasi dengan Annie.
Tiga setengah tahun kemudian, mahasiswa pascasarjana Schwager, Kunal Shah, siap menerbangkan sistem pencitraan multidrone baru untuk uji terbang pertama di Antartika . Mereka juga mengoordinasikan penerbangan beberapa drone otonom kelas atas.
Proyek ini memiliki awal yang tidak baik karena perubahan suhu. Mereka terjebak dalam suhu ekstrem yang menyebabkan rangkaian elektronik tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Shah menceritakan bagaimana pengalamannya selama dua bulan di Antartika. “Baterai drone dan remote control terlalu dingin untuk bekerja, ponsel saya juga berkedip memberi peringatan karena terlalu dingin,” kenang Shah.
Meski perubahan suhu dingin ekstrem terjadi, para peneliti terus melanjutkan penelitiannya. Mereka
melakukan berulang-ulang hingga mendapatkan hasil visual terperinci dari sekitar 300.000 pasang penguin yang bersarang di atas lahan seluas 2 kilometer persegi di Cape Crozier dan koloni lebih kecil sekitar 3.000 pasang di Cape Royds. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Global)
Para peneliti dari Universitas Stanford bekerja sama dengan National Science Foundation (NSF) dan Program Antartika AS (USAP) mampu menyelesaikan penghitungan jumlah penguin hanya dalam waktu 2,5 jam. Algoritma perencanaan rute yang mengoordinasikan dua hingga empat drone otonom dan memprioritaskan cakupan koloni yang efisien.
Sebelum penelitian ini, para peneliti membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk mendapatkan jumlah penguin. Namun, penelitian ini masih tergolong lama dan kurang akurat.