Manusia Tengah Berada di Zaman Keemasan Misi Ruang Angkasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat dunia tengah berada di zaman keemasan misi ruang angkasa . Tahun ini, ada banyak misi yang dikirim ke tata surya , baik yang berawak maupun robotik. Mulai dari misi ke Planet Mars hingga ke Bulan .
Yang tercatat paling fenomenal adalah misi mengambil sampel batuan ruang angkasa. Bukan hanya Bulan, tapi juga asteroid yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Hal yang sulit dilakukan di era Apollo kebanggaan NASA. (Baca juga: Habiskan Rp12 Triliun, OSIRIS-REx NASA Sukses Ambil Batuan Asteroid Bennu )
Sebelumnya di masa Perang Dingin, AS dan Rusia (Uni Soviet), berhasil membawa material bulan dengan melepas misi astronot ke sateli Bumi tersebut. Tapi di masa keemasan misi ruang angkasa, para peneliti tak perlu lagi mengirimkan pesawat berawak untuk mengambil sampel batuan di Bulan untuk dibawa ke Bumi.
Gambar ini diambil oleh kamera SamCam OSIRIS-REx pada 22 Oktober 2020, menunjukkan bahwa kepala sampler probe penuh dengan bebatuan dan debu yang dikumpulkan dari asteroid Bennu. Foto/NASA
Melalui pesawat ruang angkasa Chang'e 5, China untuk saat ini sudah berhasil mengangkut tidak kurang dari 2 kilogram batuan Bulan. Baik dari permukaan atau batuan di dalam Bulan. Semuanya diambil secara robotik.
Bukan hanya Chang'e 5, Jepang bahkan sudah berhasil membawa pulang material Asteroid Ryugu jauhnya jutaan tahun cahaya dari Bumi. Ya, misi robotik itu berhasil dijalankan pesawat ruang angkasa Habuyasa2. Pesawat pekan kemarin baru saja mendarat di Australia selatan. (Baca juga: Sampel Asteroid Ryugu Mendarat di Bumi, Ahli Astrobiologi NASA Siap Meneliti )
Sampel yang dibawa pesawat ruang angkasa ini sangat penting bagi para peneliti. "Bekerja dengan sampel tersebut memungkinkan para peneliti mempelajari tentang komposisi dan usia benda langit dengan sangat presisi," kata ilmuwan planet, Kathleen Vander Kaaden, dari Lunar and Planetary Institute di Houston, AS, kepada Space.com.
Sampel dapat memberi tahu para astronom jika asteroid mengandung bahan organik yang mungkin telah menyebabkan kehidupan di Bumi. "Bisa juga mengungkap pengertian yang lebih lengkap dari spektrum material yang ditemukan di tata surya," ungkap Ann Nguyen, ilmuwan planet di JSC's Astromaterials Research and Exploration Science (ARES).
Kendaraan pendakian Chang'e 5 di Bulan saat berada di Mons Rumker pada 3 Desember 2020. Foto/CNSA/CLEP
Ilmuwan sendiri saat ini fokus pada material Asteroid Ryugu yang diangkut Hayabusa2. Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) menamai batu luar angkasa yang dibawa ini sesuai tempat dalam dongeng Jepang di mana seorang pahlawan diberikan sejarahnya yang telah lama hilang di dalam sebuah kotak. Demikian pula, Hayabusa2 membawa "parsel" yang berasal dari masa lalu tata surya kuno. (Baca juga: Lewat Pesawat Ruang Angkasa Chang'e-5 , China Ingin Ungkap Misteri Bulan )
Selain Chang'e 5 yang sedang dalam perjalanan pulang ke Bumi membawa material Bulan, NASA saat ini tengah menanti kepulangan pesawar ruang angkasanya seusai mengambil contoh batuan Asteroid Bennu. Misi OSIRIS-REx senilai Rp12 triliun ini diluncurkan pada bulan September 2016 dan tiba di Bennu dengan lebar 1.640 kaki (500 meter) pada bulan Desember 2018. Sejak saat itu, wahana ini telah mengukur ukuran asteroid, memetakan permukaannya dengan detail yang luar biasa untuk persiapan pengambilan sampel.
Era Misi Bersejarah
Misi pengambilan sampel atau contoh batuan benda langit dimulai abad ini. Misi Stardust dan Genesis NASA mengumpulkan materi antarplanet pada tahun 2000-an. Sedangkan pendahulu JAXA Hayabusa2, Hayabusa, membawa sampel dari asteroid Itokawa ke Bumi pada 2010. JAXA juga mengerjakan misi pengembalian sampel Martian Moon Exploration (MMX) ke bulan Mars, Phobos.
Hayabusa2 bukanlah satu-satunya misi sejenis yang saat ini aktif. Misi OSIRIS-REx NASA bertemu dengan asteroid Bennu pada Oktober 2020. JAXA dan NASA memiliki kesepakatan untuk menukar sebagian dari sampel asteroid mereka dengan badan lain.
Misi pengambilan sampel bulan China Chang'e 5 saat ini sedang dalam misi kembali ke Bumi. China juga meluncurkan misinya ke Mars, Tianwen-1, musim panas lalu. Misi pengembalian sampel di masa depan yang sedang dikerjakan termasuk misi Lunar-25 Rusia, yang dijadwalkan diluncurkan ke bulan pada 2021.
Asteroid Ryugu. Foto/JAXA
"Saya tidak bisa cukup menekankan betapa berharganya sampel yang kembali untuk meningkatkan pemahaman kita tentang asal-usul dan evolusi tata surya kita, dan tempat kita di alam semesta, dan bagaimana kita muncul," tulis Nguyen.
Nguyen menggunakan salah satu misi pengambilan sampel paling awal untuk menunjukkan nilai pengumpulan sampel. "Misi Stardust NASA mengembalikan materi dari ekor Komet 81P/Wild 2… Penemuan yang benar-benar tidak terduga adalah bahwa komet itu sebenarnya mengandung banyak materi yang terbentuk di tata surya bagian dalam… (oleh karena itu) bahan-bahan ini harus diangkut dalam jarak yang sangat jauh dari tata surya bagian dalam yang panas hingga bagian luar tata surya yang dingin," papar Nguyen.
"Penemuan ini tidak dapat dibuat dengan pengamatan jarak jauh. Dengan mempelajari komponen terkecil dari individu komet, kami dapat membuat kesimpulan tentang proses tata surya skala besar," ungkap Nguyen.
Menurut Francis McCubbin, kurator astromaterial di Johnson Space Center NASA di Houston, para astronom berada di tengah-tengah zaman keemasan untuk misi pengambilan sampel. Hal ini diamini Vander Kaaden. (Baca juga: Arogan Aniaya Intel Kodim Agam, 4 Pengendara Moge Tak Berkutik Saat Sidang )
"Selama 10 tahun ke depan, kami mungkin akan membawa kembali lebih banyak sampel dari lebih banyak tempat daripada yang kami miliki dalam 50 (tahun) terakhir," pungkas McCubbin.
Yang tercatat paling fenomenal adalah misi mengambil sampel batuan ruang angkasa. Bukan hanya Bulan, tapi juga asteroid yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Hal yang sulit dilakukan di era Apollo kebanggaan NASA. (Baca juga: Habiskan Rp12 Triliun, OSIRIS-REx NASA Sukses Ambil Batuan Asteroid Bennu )
Sebelumnya di masa Perang Dingin, AS dan Rusia (Uni Soviet), berhasil membawa material bulan dengan melepas misi astronot ke sateli Bumi tersebut. Tapi di masa keemasan misi ruang angkasa, para peneliti tak perlu lagi mengirimkan pesawat berawak untuk mengambil sampel batuan di Bulan untuk dibawa ke Bumi.
Gambar ini diambil oleh kamera SamCam OSIRIS-REx pada 22 Oktober 2020, menunjukkan bahwa kepala sampler probe penuh dengan bebatuan dan debu yang dikumpulkan dari asteroid Bennu. Foto/NASA
Melalui pesawat ruang angkasa Chang'e 5, China untuk saat ini sudah berhasil mengangkut tidak kurang dari 2 kilogram batuan Bulan. Baik dari permukaan atau batuan di dalam Bulan. Semuanya diambil secara robotik.
Bukan hanya Chang'e 5, Jepang bahkan sudah berhasil membawa pulang material Asteroid Ryugu jauhnya jutaan tahun cahaya dari Bumi. Ya, misi robotik itu berhasil dijalankan pesawat ruang angkasa Habuyasa2. Pesawat pekan kemarin baru saja mendarat di Australia selatan. (Baca juga: Sampel Asteroid Ryugu Mendarat di Bumi, Ahli Astrobiologi NASA Siap Meneliti )
Sampel yang dibawa pesawat ruang angkasa ini sangat penting bagi para peneliti. "Bekerja dengan sampel tersebut memungkinkan para peneliti mempelajari tentang komposisi dan usia benda langit dengan sangat presisi," kata ilmuwan planet, Kathleen Vander Kaaden, dari Lunar and Planetary Institute di Houston, AS, kepada Space.com.
Sampel dapat memberi tahu para astronom jika asteroid mengandung bahan organik yang mungkin telah menyebabkan kehidupan di Bumi. "Bisa juga mengungkap pengertian yang lebih lengkap dari spektrum material yang ditemukan di tata surya," ungkap Ann Nguyen, ilmuwan planet di JSC's Astromaterials Research and Exploration Science (ARES).
Kendaraan pendakian Chang'e 5 di Bulan saat berada di Mons Rumker pada 3 Desember 2020. Foto/CNSA/CLEP
Ilmuwan sendiri saat ini fokus pada material Asteroid Ryugu yang diangkut Hayabusa2. Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) menamai batu luar angkasa yang dibawa ini sesuai tempat dalam dongeng Jepang di mana seorang pahlawan diberikan sejarahnya yang telah lama hilang di dalam sebuah kotak. Demikian pula, Hayabusa2 membawa "parsel" yang berasal dari masa lalu tata surya kuno. (Baca juga: Lewat Pesawat Ruang Angkasa Chang'e-5 , China Ingin Ungkap Misteri Bulan )
Selain Chang'e 5 yang sedang dalam perjalanan pulang ke Bumi membawa material Bulan, NASA saat ini tengah menanti kepulangan pesawar ruang angkasanya seusai mengambil contoh batuan Asteroid Bennu. Misi OSIRIS-REx senilai Rp12 triliun ini diluncurkan pada bulan September 2016 dan tiba di Bennu dengan lebar 1.640 kaki (500 meter) pada bulan Desember 2018. Sejak saat itu, wahana ini telah mengukur ukuran asteroid, memetakan permukaannya dengan detail yang luar biasa untuk persiapan pengambilan sampel.
Era Misi Bersejarah
Misi pengambilan sampel atau contoh batuan benda langit dimulai abad ini. Misi Stardust dan Genesis NASA mengumpulkan materi antarplanet pada tahun 2000-an. Sedangkan pendahulu JAXA Hayabusa2, Hayabusa, membawa sampel dari asteroid Itokawa ke Bumi pada 2010. JAXA juga mengerjakan misi pengembalian sampel Martian Moon Exploration (MMX) ke bulan Mars, Phobos.
Hayabusa2 bukanlah satu-satunya misi sejenis yang saat ini aktif. Misi OSIRIS-REx NASA bertemu dengan asteroid Bennu pada Oktober 2020. JAXA dan NASA memiliki kesepakatan untuk menukar sebagian dari sampel asteroid mereka dengan badan lain.
Misi pengambilan sampel bulan China Chang'e 5 saat ini sedang dalam misi kembali ke Bumi. China juga meluncurkan misinya ke Mars, Tianwen-1, musim panas lalu. Misi pengembalian sampel di masa depan yang sedang dikerjakan termasuk misi Lunar-25 Rusia, yang dijadwalkan diluncurkan ke bulan pada 2021.
Asteroid Ryugu. Foto/JAXA
"Saya tidak bisa cukup menekankan betapa berharganya sampel yang kembali untuk meningkatkan pemahaman kita tentang asal-usul dan evolusi tata surya kita, dan tempat kita di alam semesta, dan bagaimana kita muncul," tulis Nguyen.
Nguyen menggunakan salah satu misi pengambilan sampel paling awal untuk menunjukkan nilai pengumpulan sampel. "Misi Stardust NASA mengembalikan materi dari ekor Komet 81P/Wild 2… Penemuan yang benar-benar tidak terduga adalah bahwa komet itu sebenarnya mengandung banyak materi yang terbentuk di tata surya bagian dalam… (oleh karena itu) bahan-bahan ini harus diangkut dalam jarak yang sangat jauh dari tata surya bagian dalam yang panas hingga bagian luar tata surya yang dingin," papar Nguyen.
"Penemuan ini tidak dapat dibuat dengan pengamatan jarak jauh. Dengan mempelajari komponen terkecil dari individu komet, kami dapat membuat kesimpulan tentang proses tata surya skala besar," ungkap Nguyen.
Menurut Francis McCubbin, kurator astromaterial di Johnson Space Center NASA di Houston, para astronom berada di tengah-tengah zaman keemasan untuk misi pengambilan sampel. Hal ini diamini Vander Kaaden. (Baca juga: Arogan Aniaya Intel Kodim Agam, 4 Pengendara Moge Tak Berkutik Saat Sidang )
"Selama 10 tahun ke depan, kami mungkin akan membawa kembali lebih banyak sampel dari lebih banyak tempat daripada yang kami miliki dalam 50 (tahun) terakhir," pungkas McCubbin.
(iqb)