Water Spout, Fenomena Alam Berbeda dari Angin Puting Beliung
loading...
A
A
A
WONOGORI - Fenomena alam berupa water spout yang muncul di waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, ramai dibicarakan di sosial media. Pusaran itu terjadi kemarin, Rabu (20/1/2021), sekitar pukul 15.45 WIB.
Banyak yang menyangka bahwa fenomena ini adalah angin puting beliung. Namun, menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ada perbedaan mendasar antara water spout dengan puting beliung.
Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, Erma Yulihastin, menjelaskan perbedaan water spout dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya.
Angin puting beliung atau small tornado memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Fujita-2). Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam.
Sedangkan water spout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro. Maka dari itu, fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang membentuk water spout. Di antaranya didukung temperatur, kelembapan, dan pergeseran angin. Kemudian fase awan cerah yang terbentuk di atas permukaan air. Awan cerah tersebut biasanya dikelilingi oleh awan di sekitarnya yang berwarna abu gelap.
Kemudian akan mulai muncul corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral. Corong spiral memanjang itu akan mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah.
Erma menjelaskan, secara visual water spout dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang, dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.
"Kejadian ini tak hanya langka, tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” ujar Erma dalam keterangan resmi LAPAN, Kamis (21/1/2021).
Erma menambahkan, sangat sedikit ditemui bahwa water spout dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat. Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water spout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
Terbentuknya awan cumulonimbus yang sangat cepat dapat memicu cuaca ekstrem seperti badai guruh, angin puting beliung, maupun water spout. Hal ini karena puting beliung pada umumnya terjadi akibat pertemuan atau tabrakan antara dua angin yang memiliki karakter berbeda atau karena terjadinya geser angin (wind shear), angin ini kemudian terangkat (updraft), dan diperkuat oleh kondisi ketidakstabilan udara di sekitarnya.
Aktivitas awan cumulonimbus atau cumulus congestus yang intens di suatu tempat juga perlu diwaspadai, karena keadaan tersebut berpotensi membangkitkan puting beliung. Hingga saat ini, puting beliung masih sangat sulit diprediksi.
Water Spout, Fenomena Alam yang Berbeda dari Angin Puting Beliung
WONOGIRI - Fenomena alam berupa water spout yang muncul di waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, ramai dibicarakan di sosial media. Pusaran itu terjadi kemarin, Rabu (20/1/2021), sekitar pukul 15.45 WIB.
Banyak yang menyangka bahwa fenomena ini adalah angin puting beliung. Namun, menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ada perbedaan mendasar antara water spout dengan puting beliung.
Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, Erma Yulihastin, menjelaskan perbedaan water spout dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya.
Angin puting beliung atau small tornado memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Fujita-2). Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam.
Sedangkan water spout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro. Maka dari itu, fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang membentuk water spout. Di antaranya didukung temperatur, kelembapan, dan pergeseran angin. Kemudian fase awan cerah yang terbentuk di atas permukaan air. Awan cerah tersebut biasanya dikelilingi oleh awan di sekitarnya yang berwarna abu gelap.
Kemudian akan mulai muncul corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral. Corong spiral memanjang itu akan mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah.
Erma menjelaskan, secara visual water spout dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang, dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.
"Kejadian ini tak hanya langka, tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” ujar Erma dalam keterangan resmi LAPAN, Kamis (21/1/2021).
Erma menambahkan, sangat sedikit ditemui bahwa water spout dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat. Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water spout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
Terbentuknya awan cumulonimbus yang sangat cepat dapat memicu cuaca ekstrem seperti badai guruh, angin puting beliung, maupun water spout. Hal ini karena puting beliung pada umumnya terjadi akibat pertemuan atau tabrakan antara dua angin yang memiliki karakter berbeda atau karena terjadinya geser angin (wind shear), angin ini kemudian terangkat (updraft), dan diperkuat oleh kondisi ketidakstabilan udara di sekitarnya. Baca Juga: Di Belakang Truk Ada Kata-kata Bijak Mama Gisel Soal Video 19 Detik
Aktivitas awan cumulonimbus atau cumulus congestus yang intens di suatu tempat juga perlu diwaspadai, karena keadaan tersebut berpotensi membangkitkan puting beliung. Hingga saat ini, puting beliung masih sangat sulit diprediksi.
Banyak yang menyangka bahwa fenomena ini adalah angin puting beliung. Namun, menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ada perbedaan mendasar antara water spout dengan puting beliung.
Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, Erma Yulihastin, menjelaskan perbedaan water spout dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya.
Angin puting beliung atau small tornado memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Fujita-2). Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam.
Sedangkan water spout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro. Maka dari itu, fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang membentuk water spout. Di antaranya didukung temperatur, kelembapan, dan pergeseran angin. Kemudian fase awan cerah yang terbentuk di atas permukaan air. Awan cerah tersebut biasanya dikelilingi oleh awan di sekitarnya yang berwarna abu gelap.
Kemudian akan mulai muncul corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral. Corong spiral memanjang itu akan mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah.
Erma menjelaskan, secara visual water spout dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang, dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.
"Kejadian ini tak hanya langka, tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” ujar Erma dalam keterangan resmi LAPAN, Kamis (21/1/2021).
Erma menambahkan, sangat sedikit ditemui bahwa water spout dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat. Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water spout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
Terbentuknya awan cumulonimbus yang sangat cepat dapat memicu cuaca ekstrem seperti badai guruh, angin puting beliung, maupun water spout. Hal ini karena puting beliung pada umumnya terjadi akibat pertemuan atau tabrakan antara dua angin yang memiliki karakter berbeda atau karena terjadinya geser angin (wind shear), angin ini kemudian terangkat (updraft), dan diperkuat oleh kondisi ketidakstabilan udara di sekitarnya.
Aktivitas awan cumulonimbus atau cumulus congestus yang intens di suatu tempat juga perlu diwaspadai, karena keadaan tersebut berpotensi membangkitkan puting beliung. Hingga saat ini, puting beliung masih sangat sulit diprediksi.
Water Spout, Fenomena Alam yang Berbeda dari Angin Puting Beliung
WONOGIRI - Fenomena alam berupa water spout yang muncul di waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, ramai dibicarakan di sosial media. Pusaran itu terjadi kemarin, Rabu (20/1/2021), sekitar pukul 15.45 WIB.
Banyak yang menyangka bahwa fenomena ini adalah angin puting beliung. Namun, menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), ada perbedaan mendasar antara water spout dengan puting beliung.
Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN, Erma Yulihastin, menjelaskan perbedaan water spout dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya.
Angin puting beliung atau small tornado memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Fujita-2). Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam.
Sedangkan water spout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro. Maka dari itu, fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang membentuk water spout. Di antaranya didukung temperatur, kelembapan, dan pergeseran angin. Kemudian fase awan cerah yang terbentuk di atas permukaan air. Awan cerah tersebut biasanya dikelilingi oleh awan di sekitarnya yang berwarna abu gelap.
Kemudian akan mulai muncul corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral. Corong spiral memanjang itu akan mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah.
Erma menjelaskan, secara visual water spout dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang, dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.
"Kejadian ini tak hanya langka, tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” ujar Erma dalam keterangan resmi LAPAN, Kamis (21/1/2021).
Erma menambahkan, sangat sedikit ditemui bahwa water spout dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat. Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water spout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
Terbentuknya awan cumulonimbus yang sangat cepat dapat memicu cuaca ekstrem seperti badai guruh, angin puting beliung, maupun water spout. Hal ini karena puting beliung pada umumnya terjadi akibat pertemuan atau tabrakan antara dua angin yang memiliki karakter berbeda atau karena terjadinya geser angin (wind shear), angin ini kemudian terangkat (updraft), dan diperkuat oleh kondisi ketidakstabilan udara di sekitarnya. Baca Juga: Di Belakang Truk Ada Kata-kata Bijak Mama Gisel Soal Video 19 Detik
Aktivitas awan cumulonimbus atau cumulus congestus yang intens di suatu tempat juga perlu diwaspadai, karena keadaan tersebut berpotensi membangkitkan puting beliung. Hingga saat ini, puting beliung masih sangat sulit diprediksi.
(wbs)