BluShift Aerospace Sukses Luncurkan Roket Berbahan Bakar Biofuel
loading...
A
A
A
JAKARTA - BluShift Aeospace sukses meluncurkan prototipe roket berbahan bakar biofuel di pangkalan militer Maine, Amerika Serikat. Roket yang diberi nama Stardust itu mampu terbang sejauh satu mil dan kembali menggunakan parasut.
"Kami ingin membuktikan bahwa bahan bakar yang diturunkan dari bio dapat berfungsi sama baiknya dengan roket berbahan konvensional untuk membawa muatan ke luar angkasa," kata kepala eksekutif bluShift Aerospace Sascha Deri. (Baca: Satelit Telkom 3 Diperkirakan Jatuh dari Langit Hari Ini)
Selain ramah lingkungan, lanjut Deri, roket biofuel juga lebih murah. Biofuel juga bahan bakar netral karbon yang secara inheren lebih baik untuk planet Bumi.
Stardust adalah roket kecil dengan panjang 6 meter dan berat 250 kg. Keistimewaan dari Stardust lainnya, roket ini tidak membutuhkan infrastruktur berteknologi tinggi seperti roket yang lebih besar untuk membawa muatan ke luar angkasa.
"Ini akan membuka penelitian luar angkasa yang lebih murah yang dapat diakses oleh lebih banyak orang, seperti mahasiswa, peneliti, dan perusahaan swasta," katanya. (Baca juga: Arkeolog Temukan reruntuhan Kuil dan Benteng Kuno Romawi di Mesir)
Deri mengatakan, sejauh ini tidak ada layanan murah ke luar angkasa. Diharapkan kedepan, Stardust bisa mengatasi masalah ini. "Ada roket yang bisa membawa ribuan kilogran ke luar angkasa tapi tidak ada yang mau hanya membawa satu muatan ke luar angkasa, Stardust ingin melayani ini," katanya.
Dalam peluncuran perdana kemarin, Stardust membawa muatan sederhana proyek sains siswa Sekolah Menengah Falmouth dan tes pada bahan campuran nitinol yang dibuat oleh Kellogg Research Labs di Salem, New Hampshire.
"Tujuan jangka panjang kami adalah membangun seluruh roket dari nitinol. Kami pikir kami bisa membuatnya lebih ringan dan lebih hemat energi, kata Joe Kellog.
Dalam penerbangan perdananya, Stardust terbang sejauh satu mil dan kembali ke Bumi menggunakan parasut. Roket kedua yang direncanakan akan menjadi suborbital dan versi selanjutnya yang disebut Red Dwarf akan memasuki orbit kutub. (Baca juga: Gawat, Es di Antartika Mencair dengan Cara Tak Biasa)
BluShift sendiri berharap dapat membuat 40 pekerjaan baru dalam lima tahun melalui peluncuran satelit kecil yang dikenal sebagai kubesat.
"Kami ingin membuktikan bahwa bahan bakar yang diturunkan dari bio dapat berfungsi sama baiknya dengan roket berbahan konvensional untuk membawa muatan ke luar angkasa," kata kepala eksekutif bluShift Aerospace Sascha Deri. (Baca: Satelit Telkom 3 Diperkirakan Jatuh dari Langit Hari Ini)
Selain ramah lingkungan, lanjut Deri, roket biofuel juga lebih murah. Biofuel juga bahan bakar netral karbon yang secara inheren lebih baik untuk planet Bumi.
Stardust adalah roket kecil dengan panjang 6 meter dan berat 250 kg. Keistimewaan dari Stardust lainnya, roket ini tidak membutuhkan infrastruktur berteknologi tinggi seperti roket yang lebih besar untuk membawa muatan ke luar angkasa.
"Ini akan membuka penelitian luar angkasa yang lebih murah yang dapat diakses oleh lebih banyak orang, seperti mahasiswa, peneliti, dan perusahaan swasta," katanya. (Baca juga: Arkeolog Temukan reruntuhan Kuil dan Benteng Kuno Romawi di Mesir)
Deri mengatakan, sejauh ini tidak ada layanan murah ke luar angkasa. Diharapkan kedepan, Stardust bisa mengatasi masalah ini. "Ada roket yang bisa membawa ribuan kilogran ke luar angkasa tapi tidak ada yang mau hanya membawa satu muatan ke luar angkasa, Stardust ingin melayani ini," katanya.
Dalam peluncuran perdana kemarin, Stardust membawa muatan sederhana proyek sains siswa Sekolah Menengah Falmouth dan tes pada bahan campuran nitinol yang dibuat oleh Kellogg Research Labs di Salem, New Hampshire.
"Tujuan jangka panjang kami adalah membangun seluruh roket dari nitinol. Kami pikir kami bisa membuatnya lebih ringan dan lebih hemat energi, kata Joe Kellog.
Dalam penerbangan perdananya, Stardust terbang sejauh satu mil dan kembali ke Bumi menggunakan parasut. Roket kedua yang direncanakan akan menjadi suborbital dan versi selanjutnya yang disebut Red Dwarf akan memasuki orbit kutub. (Baca juga: Gawat, Es di Antartika Mencair dengan Cara Tak Biasa)
BluShift sendiri berharap dapat membuat 40 pekerjaan baru dalam lima tahun melalui peluncuran satelit kecil yang dikenal sebagai kubesat.
(ysw)