Ini yang Terjadi Pada Bumi Jika Oksigen Habis dan Matahari Mati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hingga detik ini makhluk di Bumi masih bisa merasakan kehidupan yang layak dengan persediaan oksigen yang berlimpah dan Matahari yang menghangatkan Bumi.Namun bagaimana jika dua sumber kehidupan manusia itu lenyap?
Menurut penelitian terbaru berjudul The Future Lifespan of Earth's Oxygenated Atmospher, para ilmuwan telah memperkirakan di masa depan atmosfer Bumi akan kembali ke atmosfer yang lebih banyak mengandung metana dan rendah oksigen. Peristiwa rendahnya oksigen di Bumi kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu satu miliar tahun atau lebih. Tapi saat tiba waktunya peristiwa itu akan terjadi dengan cukup cepat.
Pergeseran ini akan membawa planet Bumi kembali ke keadaan sebelum apa yang dikenal sebagai Peristiwa Oksidasi Besar (Great Oxidation Event/GOE) sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.
Penelitian yang dilakukan ini adalah bagian dari proyek NASA NExSS (Nexus for Exoplanet System Science), yang menyelidiki kelayakan hunian planet selain planet Bumi.
Menurut kalkulasi yang dijalankan oleh Christopher T. Reinhard dan ilmuwan lingkungan Kazumi Ozaki, dari Universitas Toho di Jepang, sejarah layak huni Bumi yang kaya oksigen bisa berakhir hanya 20-30 persen dari umur planet secara keseluruhan - dan kehidupan mikroba akan terus berlanjut.
"Atmosfer setelah deoksigenasi hebat ditandai dengan metana yang meningkat, tingkat CO2 yang rendah, dan tidak ada lapisan ozon," kata Ozaki dikutip dari Science Alert, Selasa (9/3/2021).
"Sistem Bumi mungkin akan menjadi dunia dengan bentuk kehidupan anaerobik," sambungnya.
Terlebih , para peneliti di balik studi baru ini mengatakan bahwa oksigen atmosfer tidak mungkin menjadi fitur permanen dunia layak huni secara umum, yang berimplikasi pada upaya manusia untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan lain di alam semesta.
"Model memproyeksikan bahwa deoksigenasi atmosfer, dengan O2 atmosfer turun tajam ke tingkat yang mengingatkan pada Bumi Archaean, kemungkinan besar akan dipicu sebelum dimulainya kondisi rumah kaca yang lembab dalam sistem iklim Bumi dan sebelum hilangnya air permukaan secara luas dari atmosfer, "tulis para peneliti dalam makalah yang diterbitkan.
Menurut penelitian terbaru berjudul The Future Lifespan of Earth's Oxygenated Atmospher, para ilmuwan telah memperkirakan di masa depan atmosfer Bumi akan kembali ke atmosfer yang lebih banyak mengandung metana dan rendah oksigen. Peristiwa rendahnya oksigen di Bumi kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu satu miliar tahun atau lebih. Tapi saat tiba waktunya peristiwa itu akan terjadi dengan cukup cepat.
Pergeseran ini akan membawa planet Bumi kembali ke keadaan sebelum apa yang dikenal sebagai Peristiwa Oksidasi Besar (Great Oxidation Event/GOE) sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.
Penelitian yang dilakukan ini adalah bagian dari proyek NASA NExSS (Nexus for Exoplanet System Science), yang menyelidiki kelayakan hunian planet selain planet Bumi.
Menurut kalkulasi yang dijalankan oleh Christopher T. Reinhard dan ilmuwan lingkungan Kazumi Ozaki, dari Universitas Toho di Jepang, sejarah layak huni Bumi yang kaya oksigen bisa berakhir hanya 20-30 persen dari umur planet secara keseluruhan - dan kehidupan mikroba akan terus berlanjut.
"Atmosfer setelah deoksigenasi hebat ditandai dengan metana yang meningkat, tingkat CO2 yang rendah, dan tidak ada lapisan ozon," kata Ozaki dikutip dari Science Alert, Selasa (9/3/2021).
"Sistem Bumi mungkin akan menjadi dunia dengan bentuk kehidupan anaerobik," sambungnya.
Terlebih , para peneliti di balik studi baru ini mengatakan bahwa oksigen atmosfer tidak mungkin menjadi fitur permanen dunia layak huni secara umum, yang berimplikasi pada upaya manusia untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan lain di alam semesta.
"Model memproyeksikan bahwa deoksigenasi atmosfer, dengan O2 atmosfer turun tajam ke tingkat yang mengingatkan pada Bumi Archaean, kemungkinan besar akan dipicu sebelum dimulainya kondisi rumah kaca yang lembab dalam sistem iklim Bumi dan sebelum hilangnya air permukaan secara luas dari atmosfer, "tulis para peneliti dalam makalah yang diterbitkan.