Penelitian Sebut Orang yang Sudah Vaksin Mudah Tertular Mutasi COVID-19

Senin, 19 April 2021 - 06:02 WIB
loading...
Penelitian Sebut Orang...
Ilustrasi Vaksin Virus Corona. FOTO/ Ist
A A A
TEL AVIV - Beberapa penelitian menunjukkan antibodi yang dipicu oleh paparan dominan varian virus Corona lebih tinggi. Studi dari Israel menemukan bahwa proporsi orang yang divaksinasi dengan Pfizer ternyata mencapai 8 kali lebih mungkin terinfeksi virus varian Afrika Selatan dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.

Seperti dilansir dari Daily, seiring percepatan proses produksi vaksinasi di Amerika Serikat, jumlah kasus positif terinfeksi virus komunis Tiongkok atau COVID-19 yang baru di Amerika Serikat juga ikut meningkat. Di Michigan, salah satu negara bagian yang terkena dampak paling parah, tingkat diagnosis positif terinfeksi telah mencapai 18%. BACA JUGA- Fenomena Astronomi Sepekan ke Depan, Ada Hujan Meteor Lyrid

Dalam sepekan terakhir, jumlah warga Amerika Serikat yang divaksinasi dalam sehari adalah 4,6 juta jiwa lebih, kembali mengukir rekor baru.

Jumlah kasus baru dan rawat inap di Amerika Serikat masih terus meningkat. Diantaranya, wilayah tengah barat Amerika Serikat merupakan daerah yang paling parah.

Menurut data dari Universitas Johns Hopkins, pekan lalu rata-rata setiap harinya ada lebih dari 68.000 orang didiagnosis terinfeksi virus komunis Tiongkok. Angka itu naik 20% dibandingkan dengan sebulan yang lalu.

Sementara itu, sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Tel Aviv, Israel yang dirilis pada 10 April menemukan bahwa varian virus yang ditemukan di Afrika Selatan dapat menerobos pertahanan vaksin Pfizer sampai batas tertentu.

Kesimpulan menemukan bahwa dari jumlah orang yang terinfeksi virus komunis Tiongkok, hanya 1% yang terinfeksi varian virus Afrika Selatan. Namun, setelah menerima dua dosis suntikan vaksin Pfizer, malahan jumlah terinfeksi varian virus Afrika Selatan naik menjadi 5,4%, sementara bagi mereka yang belum menerima vaksinasi, hanya 0,7% yang terinfeksi varian virus Afsel ini.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa vaksin Pfizer kurang efektif dalam melawan varian virus Afrika Selatan dibandingkan dengan melawan virus COVID-19 dan varian virus Inggris – B 1.1.7.

Penny Moore, seorang profesor di National Institute for Communicable Diseases, mengatakan, respons antibodi dari varian 501Y.V2 hanya berkurang tiga kali lipat terhadap virus gelombang pertama. Sedangkan respons dari virus gelombang pertama berkurang sembilan kali lipat dibandingkan 501Y.V2.

"Bukan karena antibodi yang dipicu oleh 501Y.V2 entah bagaimana ajaib, ada penurunan, ... tapi tidak seperti antibodi yang dipicu oleh varian aslinya, mereka tampaknya memiliki keluasan yang lebih besar," katanya lagi.

Salim Abdool Karim, penasihat pemerintah tertinggi untuk COVID-19, mengatakan, produsen vaksin besar termasuk Pfizer, AstraZeneca dan Johnson & Johnson sudah membuat vaksin berdasarkan varian 501Y.V2. "Moderna telah mengadaptasi bidikannya dan memasukkannya ke dalam studi manusia," tambahnya.

Dia memperkirakan pada akhir tahun 2021 sebagian besar produsen vaksin akan menyesuaikan suntikan mereka. "Bukan karena mereka secara khusus mengkhawatirkan virus yang datang dari Afrika Selatan ... tetapi karena mutasi kunci pada 501Y.V2 sebenarnya juga ada di banyak varian lainnya," klaim Salim.

Afrika Selatan sejauh ini mencatat infeksi dan kematian COVID-19 terbanyak di benua Afrika. Negara ini memiliki 1,5 juta kasus dan lebih dari 50.000 kematian hingga saat ini.
(wbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)