Pernah Menghancurkan Palu, Ilmuwan Identifikasi Tsunami Baru yang Berbahaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para ilmuwan telah mengidentifikasi risiko tsunami baru yang berpotensi menghancurkan kota-kota di pesisir di dunia. Ilmuwan menyebut kalau tsunami baru itu pernah menghancurkan Kota Palu yang dipicu gempa magnitudo 7,5 pada tahun 2018 lalu.
Sebelumnya, ilmuwan memperkirakan bahwa gempa bumi pada patahan strike-slip dapat menghasilkan tsunami besar jika dipicu tanah longsor di bawah air. Namun melalui beberapa pemodelan terperinci dan dengan bantuan superkomputer Blue Waters, para ilmuwan telah menunjukkan poteni bahanya jauh lebih besar.
Faktanya, gerakan lateral dan energi yang dihasilkan pada sesar-sesar strike-slip dapat menghasilkan energi tsunami yang signifikan. Ini seperti mengocok secangkir air dari sisi ke sisi, kata para peneliti.
"Model berbasis fisika yang digunakan dalam studi ini memberikan wawasan kritis tentang bahaya yang terkait dengan sesar yang bergerak," kata insinyur sipil Mohamed Abdelmeguid dari University of Illinois di Urbana-Champaign seperti dikutip Sciencealert.
Para peneliti menemukan, tsunami baru itu muncul jika terjadi gempa 'intersonik'. Ini merupakan suatu peristiwa di mana pergerakan di garis patahan lebih cepat daripada gelombang geser seismik yang dihasilkan di kerak bumi.
Kota-kota pesisir di dekat patahan strike-slip beresiko, terutama bila patahan melintasi teluk pedalaman; seperti Teluk San Francisco, Teluk Izmit di Turki, dan Teluk Al-Aqaba di Mesir.
Pada dasarnya, batas teluk sempit ini semakin didorong dan ditarik. Itu mengarah pada tiga fase yang bergabung bersama: gerakan awal dan gelombang kejut, perpindahan air selama gempa bumi, dan pergerakan gelombang tsunami yang dihasilkan.
Setiap fase dapat berkembang secara berbeda tergantung pada kondisi lokal. "Masing-masing fase ini akan memiliki efek yang berbeda tergantung pada geografi unik dari tanah di sekitarnya dan batimetri teluk," kata insinyur sipil Ahmed Elbanna.
Tidak seperti gempa bumi dan perpindahan air berikutnya yang terjadi bermil-mil di lepas pantai, gempa bumi dan tsunami yang terjadi di dalam batas-batas sempit teluk akan terjadi begitu cepat, hanya sedikit waktu untuk memberikan peringatan.
Tujuannya di sini adalah untuk lebih memahami tentang bagaimana tsunami diciptakan dan bagian mana dari planet ini yang paling berisiko - sehingga kita lebih siap untuk kejadian di masa depan. Sebelumnya, risiko khusus ini belum diperhitungkan dalam model.
Para peneliti berpendapat bahwa tsunami besar pada September 2018 yang melanda Palu, Sulawesi, Indonesia, yang dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 7,5, disebabkan oleh mekanisme yang diuraikan dalam penelitian ini.
"Sepertinya tsunami telah masuk dan meratakan kota," kata insinyur sipil Costas Synolakis dari University of Southern California. "Inilah mengapa sangat penting bagi kami untuk mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
Sebelumnya, ilmuwan memperkirakan bahwa gempa bumi pada patahan strike-slip dapat menghasilkan tsunami besar jika dipicu tanah longsor di bawah air. Namun melalui beberapa pemodelan terperinci dan dengan bantuan superkomputer Blue Waters, para ilmuwan telah menunjukkan poteni bahanya jauh lebih besar.
Faktanya, gerakan lateral dan energi yang dihasilkan pada sesar-sesar strike-slip dapat menghasilkan energi tsunami yang signifikan. Ini seperti mengocok secangkir air dari sisi ke sisi, kata para peneliti.
"Model berbasis fisika yang digunakan dalam studi ini memberikan wawasan kritis tentang bahaya yang terkait dengan sesar yang bergerak," kata insinyur sipil Mohamed Abdelmeguid dari University of Illinois di Urbana-Champaign seperti dikutip Sciencealert.
Para peneliti menemukan, tsunami baru itu muncul jika terjadi gempa 'intersonik'. Ini merupakan suatu peristiwa di mana pergerakan di garis patahan lebih cepat daripada gelombang geser seismik yang dihasilkan di kerak bumi.
Kota-kota pesisir di dekat patahan strike-slip beresiko, terutama bila patahan melintasi teluk pedalaman; seperti Teluk San Francisco, Teluk Izmit di Turki, dan Teluk Al-Aqaba di Mesir.
Pada dasarnya, batas teluk sempit ini semakin didorong dan ditarik. Itu mengarah pada tiga fase yang bergabung bersama: gerakan awal dan gelombang kejut, perpindahan air selama gempa bumi, dan pergerakan gelombang tsunami yang dihasilkan.
Setiap fase dapat berkembang secara berbeda tergantung pada kondisi lokal. "Masing-masing fase ini akan memiliki efek yang berbeda tergantung pada geografi unik dari tanah di sekitarnya dan batimetri teluk," kata insinyur sipil Ahmed Elbanna.
Tidak seperti gempa bumi dan perpindahan air berikutnya yang terjadi bermil-mil di lepas pantai, gempa bumi dan tsunami yang terjadi di dalam batas-batas sempit teluk akan terjadi begitu cepat, hanya sedikit waktu untuk memberikan peringatan.
Tujuannya di sini adalah untuk lebih memahami tentang bagaimana tsunami diciptakan dan bagian mana dari planet ini yang paling berisiko - sehingga kita lebih siap untuk kejadian di masa depan. Sebelumnya, risiko khusus ini belum diperhitungkan dalam model.
Para peneliti berpendapat bahwa tsunami besar pada September 2018 yang melanda Palu, Sulawesi, Indonesia, yang dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 7,5, disebabkan oleh mekanisme yang diuraikan dalam penelitian ini.
"Sepertinya tsunami telah masuk dan meratakan kota," kata insinyur sipil Costas Synolakis dari University of Southern California. "Inilah mengapa sangat penting bagi kami untuk mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
(ysw)