Mengenal Iron Dome, Sistem Pertahanan Udara Israel yang Berhasil Ditembus Roket Hamas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Roket-roket Hamas dan Palestinian Islamic Jihad (PIJ) mulai ditembakkan ke wilayah Israel seiring memanasnya konflik antara Palestina dan Israel. Roket demi roket terus ditembakkan Hamas dan PIJ sebagai respons serangan Israel terhadap kompleks Masjid Al Aqsa.
Akibat serangan roket itu menurut keterangan polisi Israel lebih dari 90 orang di Ashdod dan Ashkelon terluka terkena ledakan. Salah satu bangunan yang rusak akibat serangan dari Gaza adalah sekolah, meskipun tidak ada kegiatan belajar mengajar pada saat penyerangan.
Yang menarik roket-roket yang ditembakkan Hamas itu justru berhasil melewati sergapan Iron Dome (Kubah Besi) yang sengaja dibuat oleh Israel untuk menangkis segala jenis serangan udara dari Hamas maupun PIJ.
Israel mengembangan sistem pertahanan udara itu memang dengan tujuan menangkis semua serangan udara yang ditembakkan dari wilayah Palestina. Tujuannya tentu saja untuk melindungi penduduk Israel dari serangan-serangan fatal tersebut.
Pertama kali diperkenalkan pada 2011, Iron Dome merupakan hasil riset dan pengembangan kolaborasi dua perusahaan Israel, Rafael Advanced Defense System dan Israel Aerospace Industries. Washington Post menyebutkan dalam pembuatannya kedua perusahaan itu mendapatkan bantuan teknis dan finansial dari Amerika Serikat.
Iron Dome diketahui bekerja dengan memanfaatkan radar dan software yang telah berisikan algoritma khusus. Radar dipasang guna mendeteksi serangan roket yang tiba-tiba muncul di udara. Di saat yang bersamaan algoritma yang ada di Iron Dome kemudian mengkalkulasi titik serangan roket yang akan jatuh di wilayah Israel.
Jika dari perhitungan tersebut diketahui akan meledak di wilayah padat penduduk dan objek vital Israel, maka Iron Dome langsung berupaya mencegat roket tersebut saat masih berada di udara. Cara pencegatannya adalah dengan menembakkan roket ke arah roket penyerang tersebut.
Untuk mencegat roket tersebut, Iron Dome dilengkapi dengan launcher atau peluncur. Mereka membuat dua jenis launcher yakni statis dan bergerak. Launcher statis biasanya dibangun di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Gaza misalnya Ashkelon. Sebaliknya launcher bergerak merupakan launcher yang siap dipindahkan kemana saja tergantung peristiwa yang dihadapi oleh Israel. Dalam setiap launcher terdapat 20 roket yang disiapkan untuk mencegat roket-roket dari Hamas dan PIJ.
Yang menarik setiap kali Iron Dome aktif, di saat yang bersamaan Iron Dome juga mengeluarkan sirine tanda bahaya. Jadinya penduduk Israel yang ada di sekitaran lokasi konflik bisa mencari perlindungan apabila roket yang dicegat tidak berhasil diledakkan di udara.
Israel mengaku sejak satu dekade lalu dikenalkan, Iron Dome berhasil menangkis 2.000 roket yang ditembakkan dari Gaza ke wilayah Israel. Benarkah? Banyak orang yang mengkritisi klaim tersebut. Apalagi Israel mengaku tingkat akurasi Iron Dome dalam menangkis serangan roket hanya mencapai 90 persen.
Apalagi Hamas dan PIJ juga makin mengerti bagaimana mengelabui Iron Dome. Mereka membuat roket-roket mereka dengan bahan yang tidak mudah terdeteksi oleh radar Iron Dome. "Tidak ada sistem pertahanan peluru kendali yang sempurna. Apalagi melawan gaya pertempuran yang memang terus berubah cepat," ujar Michael Armstrong, Associate Professor di Universitas Brock, yang juga pernah menguji sistem pertahanan Iron Dome pada 2019.
Di saat yang bersamaan keberadaan Iron Dome justru mendapatkan kritikan dari pihak Israel sendiri. Banyak aktivis dan politisi Israel mengatakan Iron Dome hanya melanggengkan perseteruan antara Israel dan Palestina. "Kemampuan Iron Dome sama sekali tidak pernah bisa menghilangkan perselisihan dan ketidakadilan yang terjadi. Dua hal itu yang membuat satu sama lain saling menembakkan roket," ujar peneliti dan politisi Israel, Yoav Fromer.
Kritikan lain juga datang dari sikap Israel yang lebih mementingkan pertahanan udara ketimbang membuat shelter-shelter perlindungan buat masyarakat Israel. Diketahui selain Iron Dome, Israel juga memiliki dua sistem pertahanan udara lainnya yakni David's Sling dan Arrow.
Jika Iron Dome bertugas mengantisipasi serangan roket jarak pendek, maka David's Sling dan Arrow memiliki kemampuan yang berbeda. David's Sling digunakan untuk mengantisipasi roket dengan kemampuan jarak menengah sementara Arrow ditugaskan mnegantisipasi peluru kendali dan roket yang ditembakkan dari jarak yang sangat jauh atau antar negara.
Biaya yang dihabiskan untuk pengembangan sistem pertahanan itu pun sangat besar. Belum lagi biaya roket pencegat yang dinamakan Tamir itu harga satuannya USD20.000 sampai USD50.000 (Rp280 juta - Rp700 juta).
Hanya saja banyak yang menduga Israel tetap ngotot menggunakan sistem pertahanan udara itu karena memang di sisi lain mereka mengadakan aktivitas bisnis Iron Dome dengan negara-negara lain. Pertikaian antara Palestina dan Israel justru seolah menjadi laboratorium penguji ketangguhan Iron Dome.
Akibat serangan roket itu menurut keterangan polisi Israel lebih dari 90 orang di Ashdod dan Ashkelon terluka terkena ledakan. Salah satu bangunan yang rusak akibat serangan dari Gaza adalah sekolah, meskipun tidak ada kegiatan belajar mengajar pada saat penyerangan.
Yang menarik roket-roket yang ditembakkan Hamas itu justru berhasil melewati sergapan Iron Dome (Kubah Besi) yang sengaja dibuat oleh Israel untuk menangkis segala jenis serangan udara dari Hamas maupun PIJ.
Israel mengembangan sistem pertahanan udara itu memang dengan tujuan menangkis semua serangan udara yang ditembakkan dari wilayah Palestina. Tujuannya tentu saja untuk melindungi penduduk Israel dari serangan-serangan fatal tersebut.
Pertama kali diperkenalkan pada 2011, Iron Dome merupakan hasil riset dan pengembangan kolaborasi dua perusahaan Israel, Rafael Advanced Defense System dan Israel Aerospace Industries. Washington Post menyebutkan dalam pembuatannya kedua perusahaan itu mendapatkan bantuan teknis dan finansial dari Amerika Serikat.
Iron Dome diketahui bekerja dengan memanfaatkan radar dan software yang telah berisikan algoritma khusus. Radar dipasang guna mendeteksi serangan roket yang tiba-tiba muncul di udara. Di saat yang bersamaan algoritma yang ada di Iron Dome kemudian mengkalkulasi titik serangan roket yang akan jatuh di wilayah Israel.
Jika dari perhitungan tersebut diketahui akan meledak di wilayah padat penduduk dan objek vital Israel, maka Iron Dome langsung berupaya mencegat roket tersebut saat masih berada di udara. Cara pencegatannya adalah dengan menembakkan roket ke arah roket penyerang tersebut.
Untuk mencegat roket tersebut, Iron Dome dilengkapi dengan launcher atau peluncur. Mereka membuat dua jenis launcher yakni statis dan bergerak. Launcher statis biasanya dibangun di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Gaza misalnya Ashkelon. Sebaliknya launcher bergerak merupakan launcher yang siap dipindahkan kemana saja tergantung peristiwa yang dihadapi oleh Israel. Dalam setiap launcher terdapat 20 roket yang disiapkan untuk mencegat roket-roket dari Hamas dan PIJ.
Yang menarik setiap kali Iron Dome aktif, di saat yang bersamaan Iron Dome juga mengeluarkan sirine tanda bahaya. Jadinya penduduk Israel yang ada di sekitaran lokasi konflik bisa mencari perlindungan apabila roket yang dicegat tidak berhasil diledakkan di udara.
Israel mengaku sejak satu dekade lalu dikenalkan, Iron Dome berhasil menangkis 2.000 roket yang ditembakkan dari Gaza ke wilayah Israel. Benarkah? Banyak orang yang mengkritisi klaim tersebut. Apalagi Israel mengaku tingkat akurasi Iron Dome dalam menangkis serangan roket hanya mencapai 90 persen.
Apalagi Hamas dan PIJ juga makin mengerti bagaimana mengelabui Iron Dome. Mereka membuat roket-roket mereka dengan bahan yang tidak mudah terdeteksi oleh radar Iron Dome. "Tidak ada sistem pertahanan peluru kendali yang sempurna. Apalagi melawan gaya pertempuran yang memang terus berubah cepat," ujar Michael Armstrong, Associate Professor di Universitas Brock, yang juga pernah menguji sistem pertahanan Iron Dome pada 2019.
Di saat yang bersamaan keberadaan Iron Dome justru mendapatkan kritikan dari pihak Israel sendiri. Banyak aktivis dan politisi Israel mengatakan Iron Dome hanya melanggengkan perseteruan antara Israel dan Palestina. "Kemampuan Iron Dome sama sekali tidak pernah bisa menghilangkan perselisihan dan ketidakadilan yang terjadi. Dua hal itu yang membuat satu sama lain saling menembakkan roket," ujar peneliti dan politisi Israel, Yoav Fromer.
Kritikan lain juga datang dari sikap Israel yang lebih mementingkan pertahanan udara ketimbang membuat shelter-shelter perlindungan buat masyarakat Israel. Diketahui selain Iron Dome, Israel juga memiliki dua sistem pertahanan udara lainnya yakni David's Sling dan Arrow.
Jika Iron Dome bertugas mengantisipasi serangan roket jarak pendek, maka David's Sling dan Arrow memiliki kemampuan yang berbeda. David's Sling digunakan untuk mengantisipasi roket dengan kemampuan jarak menengah sementara Arrow ditugaskan mnegantisipasi peluru kendali dan roket yang ditembakkan dari jarak yang sangat jauh atau antar negara.
Biaya yang dihabiskan untuk pengembangan sistem pertahanan itu pun sangat besar. Belum lagi biaya roket pencegat yang dinamakan Tamir itu harga satuannya USD20.000 sampai USD50.000 (Rp280 juta - Rp700 juta).
Hanya saja banyak yang menduga Israel tetap ngotot menggunakan sistem pertahanan udara itu karena memang di sisi lain mereka mengadakan aktivitas bisnis Iron Dome dengan negara-negara lain. Pertikaian antara Palestina dan Israel justru seolah menjadi laboratorium penguji ketangguhan Iron Dome.
(wsb)