Banyak yang Meninggal, Pesepeda Penting Gunakan HR Monitor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Idealnya, pesepeda harus selalu bisa memantau denyut jantungnya saat bersepeda, memastikan detak jantungnya tetap normal.
Bersepeda memang menyehatkan. Bahkan, bersepeda 40 menit sehari selama 5 kali seminggu dapat mengurangi risiko terkena penyakit secara signnifikan sebesar 50 persen lebih rendah dibanding yannng tidak berolahraga atau bergerak aktif.
Sayangnya, bersepeda menjadi berisiko, dengan beberapa alasan terentu. Misalnya, mereka yang kembali berolahraga setelah vakum tapi berjiwa kompetitif dan menuntut performa sama saat masih aktif berolahraga.
Salah satu cara menghindarinya, selain dengan melakukan olah raga dengan intensitas rendah dan bertahap, juga selalu memantau kondisi denyut jantung lewat alat yang disebut heart reate monitor (HR monitor).
Country Manager Garmin Indonesia Rian Krisna mengatakan, orang yang berolahraga atau beraktivitas dengan intensitas tinggi perlu berada di zona detak jantung tertentu. ”Hal tersebut penting demi menjaga keamanan kondisi medis seseorang. Juga, atlet yang berkompetisi dan menggunakan data sebagai acuan untuk latihan yang efektif,” ungkapnya.
Rian menyebut, perangkat Garmin membantu pengguna mendapat hasil latihan yang maksimal melalui pemonitoran data. Dalam hal ini, pemantauan detak jantung secara teratur sangatlah penting.
”Detak jantung yang diukur setiap hari membantu pengguna menentukan tingkat kebugaran mereka, sehingga pengguna juga dapat menghindari latihan berlebih yang dapat mengakibatkan cedera dan kelelahan,” ujarnya.
Lewat perangkat smartwatch Garmin, Riann menyebut ada sejumlah parameter yang dapat diukur.
Salah satunya Variabilitas Denyut Jantung atau HRV. Fungsinya adalah perhitungan dan pengukuran fisiologis. Misalnya mengukur VO2Max, Stress Score, Performance Condition, Lactate Threshold, dan Baterai Tubuh/Body Battery.
”Pada perangkat Garmin, HRV juga digunakan untuk menentukan Sleep Level yang dilengkapi dengan Optical Heart Rate sensor,” ujarnya.
Rian juga menyebut bahwa sebagian besar fitur yang menggunakan HRV dapat menggunakan data yang direkam dari Optical Heart Rate sensor (pergelangan tangan). ”Tetapi beberapa fitur mungkin meminta pengguna untuk menggunakan monitor detak jantung dengan tali di dada (chest strap) untuk memberikan penghitungan yang paling akurat,” bebernya.
Kapan heart rate monitor ini harus digunakan? Menurut Rian, perangkat Garmin menyediakan HR Monitor yang dapat dengan nyaman digunakan di pergelangan tangan pengguna, di mana secara otomatis mengukur detak jantung pengguna saat digunakan.
”Tidak hanya pada saat latihan, semakin sering pengguna menggunakan perangkat Garmin, maka logaritma Garmin akan menghasilkan pembacaan yang lebih akurat, karena dapat menganalisa badan pengguna saat istirahat (recovery),” ungkapnya.
Namun, Rian juga mengingatkan bahwa Garmin bukanlah alat medis (Medical Device) yang dapat menentukan sehat atau tidaknya seseorang. Namun, data pada perangkat Garmin bisa digunakan sebagai acuan saat melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
”Perihal cedera yang dialami pesepeda, Garmin tidak memiliki cukup informasi untuk menjelaskan peristiwa tersebut mengingat cedera dapat dipicu oleh banyak faktor,” ujarnya.
Dalam kasus John, 62, pesepeda road bike yang meninggal dunia ketika melintas Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta, pada Ahad (23/5) silam, misalnya, diketahui bahwa mendiang ternyata rutin bersepeda. Ini diketahui lewat rute yang terekam di Garmin yang dikenakan.
Bersepeda memang menyehatkan. Bahkan, bersepeda 40 menit sehari selama 5 kali seminggu dapat mengurangi risiko terkena penyakit secara signnifikan sebesar 50 persen lebih rendah dibanding yannng tidak berolahraga atau bergerak aktif.
Sayangnya, bersepeda menjadi berisiko, dengan beberapa alasan terentu. Misalnya, mereka yang kembali berolahraga setelah vakum tapi berjiwa kompetitif dan menuntut performa sama saat masih aktif berolahraga.
Salah satu cara menghindarinya, selain dengan melakukan olah raga dengan intensitas rendah dan bertahap, juga selalu memantau kondisi denyut jantung lewat alat yang disebut heart reate monitor (HR monitor).
Country Manager Garmin Indonesia Rian Krisna mengatakan, orang yang berolahraga atau beraktivitas dengan intensitas tinggi perlu berada di zona detak jantung tertentu. ”Hal tersebut penting demi menjaga keamanan kondisi medis seseorang. Juga, atlet yang berkompetisi dan menggunakan data sebagai acuan untuk latihan yang efektif,” ungkapnya.
Rian menyebut, perangkat Garmin membantu pengguna mendapat hasil latihan yang maksimal melalui pemonitoran data. Dalam hal ini, pemantauan detak jantung secara teratur sangatlah penting.
”Detak jantung yang diukur setiap hari membantu pengguna menentukan tingkat kebugaran mereka, sehingga pengguna juga dapat menghindari latihan berlebih yang dapat mengakibatkan cedera dan kelelahan,” ujarnya.
Lewat perangkat smartwatch Garmin, Riann menyebut ada sejumlah parameter yang dapat diukur.
Salah satunya Variabilitas Denyut Jantung atau HRV. Fungsinya adalah perhitungan dan pengukuran fisiologis. Misalnya mengukur VO2Max, Stress Score, Performance Condition, Lactate Threshold, dan Baterai Tubuh/Body Battery.
”Pada perangkat Garmin, HRV juga digunakan untuk menentukan Sleep Level yang dilengkapi dengan Optical Heart Rate sensor,” ujarnya.
Rian juga menyebut bahwa sebagian besar fitur yang menggunakan HRV dapat menggunakan data yang direkam dari Optical Heart Rate sensor (pergelangan tangan). ”Tetapi beberapa fitur mungkin meminta pengguna untuk menggunakan monitor detak jantung dengan tali di dada (chest strap) untuk memberikan penghitungan yang paling akurat,” bebernya.
Kapan heart rate monitor ini harus digunakan? Menurut Rian, perangkat Garmin menyediakan HR Monitor yang dapat dengan nyaman digunakan di pergelangan tangan pengguna, di mana secara otomatis mengukur detak jantung pengguna saat digunakan.
”Tidak hanya pada saat latihan, semakin sering pengguna menggunakan perangkat Garmin, maka logaritma Garmin akan menghasilkan pembacaan yang lebih akurat, karena dapat menganalisa badan pengguna saat istirahat (recovery),” ungkapnya.
Namun, Rian juga mengingatkan bahwa Garmin bukanlah alat medis (Medical Device) yang dapat menentukan sehat atau tidaknya seseorang. Namun, data pada perangkat Garmin bisa digunakan sebagai acuan saat melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
”Perihal cedera yang dialami pesepeda, Garmin tidak memiliki cukup informasi untuk menjelaskan peristiwa tersebut mengingat cedera dapat dipicu oleh banyak faktor,” ujarnya.
Dalam kasus John, 62, pesepeda road bike yang meninggal dunia ketika melintas Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta, pada Ahad (23/5) silam, misalnya, diketahui bahwa mendiang ternyata rutin bersepeda. Ini diketahui lewat rute yang terekam di Garmin yang dikenakan.
(dan)